Langsung ke konten utama

Filsafat Diri (Diri yang Otentik)


Permasalahan manusia adalah The Crowd atau kerumunan, yang dimaksud dengan kerumunan disini adalah mengikuti perilaku kebanyakan orang atau hanya sekedar ikut-ikutan saja. Hidup kita adalah hidup yang mengikuti trend zaman. Kebanyakan kita hanya mengikuti kebanyakan apa yang orang lain lakukan, kita hanya ikut apa yang terjadi di sekeliling kita. 

Individualitas kita kemudian menjadi hilang. Jadi, hidup kita sebagai manusia modern adalah makhluk anonim. Anonim ini adalah orang yang tidak memiliki identitas. Kita memang terombang-ambing oleh para tokoh dan para public figure lalu terpesona dengan mereka, kemudian mengikuti mereka. Kita pada akhirnya menjadi tidak otentik. 

Jika kita berpikir ulang kembali, sebetulnya mana yang betul-betul keinginan kita dan mana yang sebetulnya keinginan karena hanya ikut-ikutan saja. Mulai dari merek maju, handphone, makanan, wisata, tempat nongkrong dan macam-macam. Apakah itu keinginan sendiri atau bukan. 

Jadi, manusia modern saat ini tidak dapat menjadi dirinya sendiri. Sama seperti kamu sebagai anak gaul dimana itu merupakan identitas kerumunan, yang membuat diri kita tidak otentik. Membuat kita terlalu banyak lapisan dan topeng. Pada akhirnya kita susah untuk memahami diri sendiri. 

Jika kamu ditanya sama orang lain, kamu tipe orang seperti apa, mungkin kamu akan menjawabnya kesulitan. Karena terlalu banyak topeng terlalu banyak bergaul dengan banyak orang hingga menjadi masalah. 

Kita menjadi manusia yang inotentik. Inotentik itu muncul ketika kebutuhan individu di abaikan dan diletakan di bawah prioritas lainnya. Terkadang sebetulnya kita tidak mau melakukan hal tersebut, namun karena ruang lingkup dan pergaulan kita menyuruh seperti itu sehingga terpaksa untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa kita inotentik.

Jika otentik semestinya kita melakukan apa yang kita mau, sesuai dengan apa kata hati nurani kita. Tetapi sebagian dari diri kita ternyata tidak otentik. Kebanyakan mengikuti kegiatan seperti nongkrong di kafe, pakai baju brand, tiktokan mereka melakukannya karena trend. Padahal hal tersebut sering dilakukan tetapi hal tersebut tidak kita senangi, mungkin karena memang bukan jiwanya. 

Sedang Trend gaya korea banyak yang mengikuti trend gaya korea, sedang trend gay amerika banyak yang mengikuti trend gaya amerika. Semuanya diikuti dan selalu seperti itu. Bahkan juga dalam hal agama, apalagi ketika di bulan puasa. Dimana sedang trend berbuka bersama, trend hijab, dibagunkan sahur sama pacar, upload medsos sedang ibadah, sehingga yang terjadi nilai agama itu hilang, yang ada hanya sifat manusia yang ikut-ikutan.

Semuanya serba formalitas melakukan ibadah hanya dari segi ritualnya saja, tidak diniatkan karena tuhan. Jadi, agama hanya sebagai trend. Seperti yang sedang terjadi pada situasi hari ini. Begitupun juga ustadznya, banyak dari kalangan kita mengikuti pendapat agama berdasarkan kepopulerannya, bukan dari validitas keilmuannya. Para meter masyarakat saat ini menilai agama dari segi kepopulerannya bukan kemauan sendiri. Saat ini agama kehilangan penghayatannya, nilai ritualnya tinggi namun penghayatannya rendah. Kondisi manusia yang terjebak oleh kerumunan sehingga kehilangan otentisitas bahkan masuk kedalam ranah agama.

Terkadang kita terlanjur mengafiliasi diri di kelompok A, ketika kelompok A itu ada jeleknya sehingga harus terpaksa harus menganggap jelek adalah baik. Kemudian ada kelompok lain padahal kelompok itu baik, namun karena terlanjur mengikuti kelompok A, sehingga apa yang baik pada kelompok lain itu dianggap jelek. Jebakan-jebakan ini tentu akan membuat kita tidak otentik, tidak bebas untuk memilih sesuai dengan versi diri kita sendiri. Padahal mau kita ketika kelompoknya tidak cocok dengan diri kita inginnya keluar dari kelompok tersebut, tetapi jika dilawan kita termasuk anggotanya. 

Ketika hidup kita tidak otentik maka yang terjadi adalah hidup kita terasa kosong. Apa yang kita lakukan rupanya sia-sia, karena bukan berdasarkan niat dan keinginan di hati. Oleh karena itu, manusia harus eksis. Eksis yang dimaksud bukanlah banyak digemari oleh banyak orang. Akan tetapi yang dimaksud dengan eksistensi disini adalah ketika kita menemukan diriku yang otentik. Identitas bukan lagi identitas kerumunan, bukan karena organisasi, komunitas atau pergaulan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...