Langsung ke konten utama

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.  

Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda. 

Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebenaran itu adalah fenomena, padahal belum tentu benar adanya. 

Dalam memahami diri pun kita biasanya terjebak dengan fenomena diri kita. Kita hany melihat diri kita dari segi fisik dan status diri kita (asal muasal). Kita sibuk mendandani diri kita, merawat diri kita, kita merasa bangga atau rendah diri ketika melihat status diri. Sedangkan apa yang didalamnya seperti jiwa, emosi, spiritual dan yang lainnya itu justru tidak dilihat malah dilupakan. 

Kita sibuk mendengarkan perkataan orang lain, padahal yang lebih memahami diri kita adalah diri sendiri. Kita sibuk memperhatikan pendapat orang lain padahal mereka melihat diri kita dari sisi fenomena bukan nomena. Sehingga hal tersebut terjadi, diri kita menjadi diri versinya orang lain bukan diri kita sendiri. Sehingga kita menjadi manusia yang tidak otentik.

Sejatinya diri kita adalah nomena yang tidak kasat tidak bisa di lihat oleh indra. Nomena adalah sejatinya diri kita. Pada awalnya manusia itu otentik namun seiring waktu berjalan, nomena itu berubah menjadi tidak otentik. Sehingga upaya yang bisa kita lakukan agar diri kita menjadi otentik kembali yakni kembali menjadi diri pribadi yang baik. Jika awalnya baik maka akhirnya harus baik pula.

Diri yang otentik ini memang tersembunyi di balik nomena. Lalu bagaimana menemukan nomena dalam diri kita. Menemukan nomena dalam diri tentunya bukan dengan indra seperti pada umumnya, namun dalam menemukan nomena dalam diri itu bisa dilakukan dengan menggunakan akal dan hati.

Dalam pencarian nomena diri dengan akal, hal tersebut bisa dilakulan dengan cara memahami diri dari sisi rasionalitas, seperti berbicara baik dan buruknya sesuatu. Misalnya jika melakukan A apakah Ia baik untuk saya atau tidak. Ketika kita sudah tahu apa yang baik dan apa yang buruk untuk kita, tandanya kita sudah mulai mengetahui nomena dalam diri kita. 

Jika kita bisa menemukan diri dari rasionalitas, maka kita pun bisa melihat diri kita dari sisi emosional, yakni dengan menggunakan perasaan kita. Lalu, bagaimana cara menggunakan perasaan kita agar kita bisa memahami diri kita? 

Adapun caranya, yaitu kita tentunya harus bisa mengontrol diri kita dari apa namanya hawa nafsu, karena hawa nafsu dorongan diri yang suka mengendalikan hati kita. Ketika hati itu dikendalikan oleh hawa nafsu, maka ia akan menutup dari sebuah kebenaran. Kebenaran tidak akan tercapai jika hati kita di tutupi oleh hawa nafsu. Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa melepaskan diri kita dari belenggu hawa nafsu. Yakni caranya bisa dilakukan dengan menahan segala kenikmatan indrawi kita, seperti makan enak, nonton hiburan, mendengarkan gosip dan semacamnya yang biasanya adalah sesuatu yang tidak baik bagi kita. Fenomena yang kita lihat itu menarik belum tentu baik secara nomena. 

Dengan menggunakan akal pun kita bisa mengontrol hawa nafsu kita. Antara akal dan nafsu tentu akan selalu ada pertarungan didalamnya, siapa yang lebih kuat dialah pemenangnya. Maka dari itu, akal kita harus lebih kuat dari akal, dalam memperkuat akal ini kita bisa banyak belajar, menambah wawasan dan selalu berkumpul dengan orang baik.

Ketika akal kita kuat maka kita bisa mengontrol hawa nafsu kita. Hawa nafsu yang berada dalam kendali akal, tidak akan menutup hati kepada kebenaran. Jika hati itu terbuka maka Ia akan menuntun kita kepada jalan kebenaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...