Langsung ke konten utama

Kaum Intelektual yang Semestinya

(Pixabay.com)

Di dunia ini siapa yang tidak mau menjadi intelektual muda, tentu semuanya menginginkannya. Karena orang yang memiliki intelektual tinggi memiliki jenjang karir yang mudah dalam meraihnya. Punya banyak pretasi akademik, bis diterima kuliah favorit dan luar negeri, jadi penulis, jadi peneliti apalagi memiliki banyak penghasilan. 

Menjadi intelektual memang dapat memudahkan berbagai persoalan. Bahkan ketika persoalan itu terselesaikan maka Ia bisa mendapat penghargaan, seperti nobel misalnya. Untuk menjadi seorang intelektual tentunya tidaklah mudah. Hanya mengandalkan IQ saja tidaklah cukup, tetap perlu belajar untuk menambah wawasan. 

Hanya saja intelektual saat ini banyak yang terjebak dalam pikirannya. Terjebak dalam teori-teori yang telah lalu. Katakan saja misalnya Ia dalam ahli filsafat, Ia paham pemikiran dari plato, aristoteles, socrates sampai descartes. Dan sering menulis buku dan jurnal ilmiah. Hanya saja walaupun banyak memahami itu namun belum memiliki pemikiran orisinil, hanya berkutat dalam pikiran-pikiran filsafatnya orang lain. Atau misalnya seorang ahli tafsir yang paham berbagai tafsir dan pemikirannya, namun belum pernah membuat tafsirnya sendiri.

Padahal mungkin mereka mampu untuk membuat pemikiran baru, hanya saja terlalu fokus dan banyak mempelajari pikiran-pikirannya orang lain. Memang tidak salah jika banyak menguasai berbagai teori-teori, hanya saja teori tanpa pengembangan itu tidaklah cukup. Hal ini dikarenakan memang intelektual saat ini hanya memikirkan dirinya sendiri, fokus terhadap jenjang karirnya saja bukan untuk kemaslahatan umat. Zaman ini tentu akan terus berubah, jika mereka terjebak dalam pikiran-pikiran yang telah lalu maka tidak akan mampu beradaptasi dengan permasalahan yang baru. 

Kita tentunya bukan hanya membutuhkan intelek tual yang tahu segalanya, akan tetapi kita juga butuh orang-orang yang mampu mengembangkannya. Misalnya boleh saja kita paham akan teori mengenai karl max dan kemudian dikembangkan lagi oleh pengikutnya. Lalu kita sebagai intelektual misalnya harus mengembangkannya lagi untuk lebih lanjut dengan wajah yang sesuai dengan kondisi keadaan sekarang. 

Bukan hanya mengembangkan secara teoritis saja, namun juga teori atau pemikiran tersebut bisa bermanfaat bagi orang banyak. Saat ini idealitas dalam pemikiran sudah tidak relevan untuk konteks zaman sekarang. Pikiran idealitas sudah terlalu lama di zaman yang telah lampau. Saat ini kita harus mengembangkan pemikiran atau teori yang lebih realistis yang sesuai dengan dunia atau lebih tepatnya berpikir realistis secara pragmatis. Berpikir pragmatis pun tentu tidaklah cukup tentu kita butuh moralitas di dalamnya. Karena pikiran tanpa moralitas hanya akan merusak. 

Pikiran dan teori tersebut tentunya harus di barengi dengan praktik, baik itu bisa menyesuaikan perkembangan dan bisa menyesuaikan mengatur perkembangan. ini memang butuh adanya sinergitas antara kau akademisi dengan kaum praktisi. Saat ini banyak memang akademisi dengan praktisi tidaklah singkron dalam mengerjakan suatu projek, seakan mereka adalah bagaian yang terpisah. Padahal mereka merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 

Seorang akademisi akan meneliti permasalahan yang ada merumuskannya lalu membuat solusi yang bisa dilakukan. Ketika apa yang telah diteliti ari akademisi sudah menemukan solusi, kemudian solusi tersebut memberikan sebuah rekomendasi kepada par praktisi agar bisa menjadi sebuah pedoman dalam membuat suatu pergerakan, yang baik dan benar. 

Inilah yang perlu kita lakukan apalagi sebagai intelektual muda agar kita mempelajari suatu ilmu jangan hany mengejar jenjang karir saja. Akan tetapi apa yang kita tuangkan dari hasil buah pemikiran tersebut dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Hal ini tentunya tidak dapat kita lakukan secara parsial saja perlu adanya akademisi sebagai peneliti permasalahan dan pemberi solusi dan praktisi sebagai pelaksana. Yang lebih penting lagu adalah moralitas, karena pikiran-pikiran intelektual saat ini jauh dari moralitas. Seperti kita lihat saja banyak para intelektual, mereka cerdas namun berbuat kriminal. Kita tentunya perlu intelektual yang cerdas dan bermoral yang dapat membangun suatu peradaban yang maju dan beradab. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...