Langsung ke konten utama

Maknai Hijrah Sesungguhnya

Masyarakat saat ini lebih memahami hijrah, yakni perubahan dalam diri. Perubahan dalam diri yang dimaksud, yakni yang pada awalnya pacaran menjadi tidak berpacaran, yang awalnya tidak berhijrah kemudian berhijab, yang awalnya jarang sholat sekarang rajin sholat. Hijrah memang diidentikan sebagai perubahan pada diri agar taat kepada Allah. 

Namun apakah benar jika hijrah itu seperti itu, hanya sekedar rajin sholat, rajin puasa, rajin sedekah, rajin kajian dan semacamnya. Saya rasa itu bukanlah hijrah, namun itu tobat dan meningkatkan ketaatan diri. Entah siapa orang yang mengawali istilah hijrah sebagai perubahan diri untuk taat. 


Padahal seperti kita ketahui, bahwa hijrah yang dilakukan oleh nabi, yakni berpindahnya dari kota mekah ke madinah. Berpindah atau hijrahnya nabi ini tidak hanya semata-mata atas perintah Allah. Tentu ada alasan masuk akal mengapa nabi harus hijrah ke Madinah. 

Kita kembali memahami sejarah pada masa nabi, dimana ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah itu memiliki dampak yang besar terhadap perubahan Islam. Bukan hanya membawa agama baru, namun juga politik, sosial, ekonomi, dan budaya. 

Dalam mempelajari sejarah memang kita hany mempelajari hijrahnya nabi ini hanya dari sisi Agama saja, banyak yang menganggap hijrahnya nabi hanya sekedar urusan agama saja. Padahal banyak yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika hijrah ke Madinah. 

Mungkin untuk membahas apa-apa saja perubahan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah, tidak akan cukup hanya dengan satu tulisan saja. Butuh beberapa tulisan-tulisan lainnya dalam membahas perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad di Madinah. 

Saya rasa, apa yang dilakukan nabi dalam hijrah adalah pengorganisiran masyarakat. Ya memang menurut saya hijrah itu bukan tiba-tiba rajin ibadah akan tetapi hijrah itu pengorganisiran masyarakat. Karena saya lihat dari berbagai literatur sejarah Nabi, lebih banyak melakukan perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi, politik sosial dan budaya. Sedangkan agama saya rasa penduduk Madinah Imannya sudah cukup kuat. Maka saya rasa dakwah dalam hal ibadah, tauhid dan apa-apa saja yang berhubungan dengan ketuhanan, sebetulnya sudah banyak dibahas di Makkah. 

Ketika Iman masyarakat Makkah sudah kuat, maka tinggal penguatan ekonomi, politik, sosial, budaya dan bahkan militer itu harus diperkuat. Hal ini lah yang jarang sekali dibahas baik itu ustadz dan ulama di zaman sekarang, mereka hannya berkutat dalam hal ibadah saja, jarang menyinggung permasalahan-permasalahan sosial. Saya rasa ulama saat ini banyak yang belum pantas menyandang gelar penyambung lidah Nabi karena ustadz dan ulama saat ini hanya membahas seputar ilmu-ilmu ushuludin saja. 

Kita kembali ke pembahasan awal mengenai hijrah nabi di Madinah. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad membawa rombongan dari Makkah. Untuk tahap awal dalam pengorganisiran Nabi yakni mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anghsar. Persaudaraan ini bukan hanya semata-mata untuk memperkuat akidah kaum muslimin saja, akan tetapi juga ada nilai politiknya juga. 

Kaum muhajirin dengan Anghar itu ada tujuan untuk memperkuat sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Karena Iman saja tidaklah cukup untuk membangun kesejahteran perlu penguatan mutu dan sistem kemasyarakatan yang baik dalam membuat sebuah masyarakat yang ideal. 

Pada masa nabi ini memang agama benar-benar hidup, bukan hanya secara keimanan secara sosial pun juga hidup. Hal ini membuktikan bahwa Islam bukan hanya sekedar agama ritual belaka, tetapi Islam juga mengatur dan mengontrol tatanan masyarakat kita demi menuju kemaslahatan dan kesejahteraan bersama. Islam bukan hanya mengurusi urusan akhirat saja tetapi juga urusan akhirat juga. Ketika urusan dunia baik maka urusan akhirat pun juga baik. Semestinya pengorganisiran nabi kepada dimasyarakat Madinah bisa dicontoh dan dilakukan di zaman sekarang ini, karena memang ternyata saat ini banyak kaum muslimim tertindas. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...