Langsung ke konten utama

Kontribusi Kita Terhadap Kemajuan Zaman

Saat ini kita sudah memasuki era digital. Era dimana semua yang kita lakukan berbasis online, mau pesan makanan, pesan barang, kirim uang dan semacamnya semuanya dengan online. Kita saat ini memang dimudahkan oleh teknologi yang canggih, kita tidak perlu keluar untuk memesan barang, tinggal pesan kiriman pun siap diantarkan.

(Pixabay.com)

Namun dengan kecanggihan teknologi ini apakah kita dikatakan manusia modern atau hanya pandai menggunakan teknologi dan komunikasi saja tanpa ada kontribusi di dalamnya. Nyatanya kita hanya berpindah dari satu sistem ke sistem yang baru tanpa mempertanyakan tentang perubahan tersebut. Secara tidak sadar kita memang seperti budak yang selalu mengikuti tuanya kemanapun. Kita memang budak perubahan zaman, hanya bisa mengikuti perubahan zaman tanpa ada keterlibatan didalamnya. 

Lalu siapakah yang bisa merubah zaman ini, tentunya para pebisnis. Tidak seperti era lalu dimana zaman dikuasai oleh kerajaan, lalu kemudian zaman dikuasai oleh intelektual, kemudian zaman dikuasai oleh ideologi, dan sekarang dikuasai oleh para pebisnis. Nyatanya kemajuan teknologi memang sebagian besar dikuasai oleh para pebisnis, dari mulai sumber energi, komunikasi, pangan, alat dan bahan. Semuanya dikuasai oleh para pebisnis.

Jika zaman ini dikatakan maju, memang maju namun belum tentu sejahtera. Dengan banyaknya para pebisnis yang berkuasa nyatanya terjadi banyak ketimpangan sosial di belahan bumi manapun. Semua ini karena aliran dana yang tidak sehat, semua di serap oleh para pebisnis. 

Masyarakat kecil tidak bisa berkontribusi lebih terhadap perubahan zaman. Ia hanyalah budak yang harus mengikuti tuannya (pebisnis) kemanapun. Pad kenyataannya kemajuan teknologi bukan menjadi hal yang bermanfaat bagi masyarakat, namun hanya menjadi alat untuk memperalat masyarakat. 

Seperti misalnya game online, Ia merupakan bagian dari teknologi. Game online ini ternyata banyak disukai banyak orang terutama anak muda, mereka rela menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain game tersebut. Pada akhirnya waktu dan uang mereka terbuang sia-sia yang untung tentunya developer game.

Bukan hanya game online saja, misalnya seperti media sosial, aplikasi chatting, dan marketplace semuanya turut andil di dalamnya. Teknologi yang seharusnya dimanfaatkan dengan semestinya, kini hanya menjadi alat yang membuat banyak orang kecanduan. Buktinya kita saat ini tidak bisa melepaskan tangan kita dari gadget. Apa lagi saat ini internet sudah berubah menjadi kebutuhan pokok, bahkan bisa lebih penting dibandingkan sandang dan pangan, biaya dan kebutuhannya bisa melebihi sandang dan pangan. 

Paradigma para pebisnis dalam memanfaatkan teknologi memang tujuannya untuk membuat para pengguna menjadi candu atau ketergantungan. Seakan-akan mereka tidak bisa lepas dari teknologi yang mereka produksi. Rela mengeluarkan banyak biaya hanya demi suatu barang yang tidak penting. 

Lalu, salahkah kita menggunakan teknologi? Tentu saja tidak. Selama kita bisa mengontrol diri dan bisa memanfaatkan teknologi tersebut dengan baik dan benar, hal tersebut sah-sah saja jika menggunakannya. Saat ini memang teknologi banyak dikuasai oleh para pebisnis dan kita memang tidak bisa lepas dari teknologi, namun bukan berarti diri kita ikut dikuasai oleh mereka. Mereka yang selalu memanfaatkan kita untuk kepentingan bisnisnya. 

Lebih baiknya memang kita bisa turut ikut andil di dalamnya, bukan hanya memanfaatkan teknologi namun juga bisa membuat inovasi teknologi baru yang lebih ramah untuk masyarakat. Lalu, bisakah kita menciptakan inovasi baru yang bisa melawan para pebisnis besar? Tentu saja bisa. Bisa dengan cara kemampuan kolektif, bekerja sama dengan sesama, memperkuat solidaritas dan semua masyarakat bisa turut andil dalam kemajuan tersebut. Kemandirian secara kolektiflah yang perlu kita lakukan saat ini, demi menghadapai para pebisnis besar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...