Langsung ke konten utama

Filsafat Diri (Peran dalam Kehidupan)

(Pixabay.com)

Dalam hidup ini hakikatnya kita melakukan sebuah peran, hidup ini memang seperti sebuah drama. Ada yang menjadi pemeran protagonis dan ada yang menjadi pemeran antagonis. Oleh Tuhan semua manusia sudah diberikan perannya masing-masing, tuhan adalah pemberi skenario dan penentu alur cerita sedangkan kita adalah pemainnya. Sebaik-baiknya manusia ialah yang memerankan perannya dengan baik. 

Peran ini terdiri dari  empat unsur didalamnya, yakni tujuan hidup, cara hidup, posisi dan karakter diri. Dari kempat unsur tersebut sehingga membentuk peran diri. Jadi, kita anggap saja hidup kita ini sedang berperan, hanya saja ini adalah peran yang nyata. Maka dari itu, peran yang kita lakukan bukanlah peran yang dibuat-buat, sehingga peran yang ada di dalam diri adalah sesuatu yang asli bukan berpura-pura menjadi orang lain.

Dalam memerankan suatu karakter tentu kita harus bisa memahami seperti apa karakter tersebut, baik dari gaya bicara, sikap, sifat perilaku dan semacamnya sehingga itu menjadi satu kesatuan yang membuat karakter tersebut memiliki ciri khasnya. Dalam kehidupan yang nyata dalam memerankan diri, kita tentu harus tahu jati diri kita itu seperti apa. Semakin memahami diri dan apa maunya, maka semakin baik peran yang akan dilakukan.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, peran manusia terdiri dari empat unsur, yaitu tujuan, cara, karakter, dan posisi. 

Pertama, tujuan hidup. Setiap orang tentu memiliki tujuan hidupnya masing-masing, namun secara umum tujuan hidup manusia adalah ingin bahagia. Entah seperti apa bentuk dari kebahagiaan itu, bisa berbentuk harta, keluarga, maupun jabatan. Pada intinya tujuan manusia itu memang untuk bahagia namun dengan bentuk yang berbeda. 

Kedua, cara hidup. Dalam meraih tujuan tentu kita perlu ada cara untuk mendapatkan tujuan tersebut. Cara ini akan menjadi alur kita dalam kehidupan, ketika cara kita tidak benar maka kedepannya juga akan tidak benar dan ketika caranya benar maka kedepannya juga akan benar. Cara ini akan menentukan apakah tujuan itu akan tercapai atau tidak. Adapun mengenai cara apa yang dilakukan, itu tergantung apa posisi kita, apa pilihan kita, apa tugas kita dan kita berperan sebagai apa. 

Ketiga, karakter diri. Setiap orang tentu memiliki karakter yang berbeda-beda. Di dunia ini tidak ada manusia yang memiliki karakter yang sama persis. Karakter manusia dibentuk  oleh tiga faktor, yaitu kemauan/perasaan, akal, dan sosial. Ketiga faktor tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter manusia itu sendiri, biasanya dari salah satu faktor tersebut ada yang mendominasi. 

Kempat, posisi. Dalam suatu peran tentu kita memiliki suatu peran apakah menjadi seorang polisi, tentara, dokter atau semacamnya. Namun jika di film itu hanyalah berpura-pura, sedangkan peran ini memang hidup di dunia nyata. Kita harus tahu betul apa posisi kita dalam hidup ini, kita hidup sebagai apa dan apa yang akan dilakukan. misalnya jika kita menjadi dokter maka jadilah dokter yang profesional. Selain profesi keluarga juga turut serta dalam posisi kita, misalnya kita sebagai ayah, ibu, ataukah anak.

Dari keempat unsur ini, akan membentuk peran kita seperti apa. Tentunya peran terbaik adalah Ia yang memerankan perannya sebaik mungkin, tentunya dengan cara mengikuti saran dari sutra daranya dan mempelajari skrip dengan benar. Dalam kehidupan nyata memang mirip-mirip seperti ini. Namun bedanya jika sutra dara adalah guru, orang, tua, teman dan diri kita, sedangkan cara untuk mempelajari skripnya adalah dengan belajar sungguh-sungguh, terus mencoba dan meminta petunjuk kepada tuhan. 

Jangan sampai kita tidak serius dalam memerankan peran kita atau justru malah memerankan perannya orang lain, hal itu tentunya jelas-jelas salah dan akan merusak tatanan sosial kehidupan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...