Langsung ke konten utama

Pembeli Adalah Budak

Mungkin kita sering mendengar istilah pembeli adalah raja. Dimana seorang pembeli harus dilayani dengan baik dan membeli sesuatu yang membuat mereka puas. Namun apakah istilah tersebut masih berlaku di masa sekarang ini.

Sampai sekarang saya masih bertanya-tanya apakah benar jika penjual itu adalah seorang raja. Memang ini hanya berlaku bagi pedagang kecil, kita bisa menawar dan komplain kepada para pedagang kecil. Namun apa jadinya jika yang dihadapi adalah perusahaan besar, sebut saja misalnya supermarket. Beranikah kita untuk menawar di super market? Tentunya hal tersebut tidaklah mungkin, karena penjual atau pemilik super market lebih kuat kekuasaannya.

Ironis memang, kita berani menawar dengan harga murah bagi para pedagang kecil padahal harganya jelas-jelas sudah murah. Berbeda ketika tempatnya seperti mall atau super market, kita rela membeli barang mahal tanpa menawarnya. Padahal mau di pasar atau super market, rasnya semuanya sama saja. Yang membedakan memang suasana dan cara pandang kita. 

Secara tidak sadar memang kita diperbudak oleh para pengusaha besar. Gaya hidup kita berubah secara drastis karena dipengaruhi oleh para pengusaha besar. Coba saja perhatikan diri anda sendiri, nyatanya kamu senang bukan membeli barang branded atau bisa pergi ke restoran dan kafe mewah, meskipun dengan harga yang mahal. Namun karena gaya dan tuntutan hidup apapun harus dipenuhi. Racun marketing perusahaan nyatanya memang mempengaruhi kita. Kita seakan-akan di buat candu olehnya. Kita dihipnotis agar terus berbelanja dan belanja. Padahal apa yang dibeli justru bukanlah hal yang dibutuhkan. 

Dengan market place dan ongkir yang murah, dapat mempermudah segala akses pembelian. Memang bukan hak yang salah jika teknologi digital dapat mempermudah akses perbelanjaan. Dari tampilan layar anda tentu banyak barang-barang yang menarik sehingga and ingin membelinya. Kemudian anda pun berusaha untuk memilikinya. 

Masih mending jika barang-barang yang dibeli itu adalah barang yang bermutu, benar-benar terpakai dan dibutuhkan. Pada kenyatannya barang tersebut menumpuk di lemari seperti baju, celana, sepatu dan lainnya. Walupun sudah menumpuk nyatanya masih belum puas dengan barang-barang yang dibeli, sehingga keinginan ingin membeli ini terus dan terus. Tanpa sadar memang kita diperbudak oleh perusahaan, baik itu perusahaan market place, pedagang online, maupun produsen. Mereka tidak memikirkan apakah itu baik untuk anda ketika membelinya, yang terpenting anda tertarik dan senang, maka belilah barang tersebut. Mereka tidak peduli apakah barang itu baik atau tidak dan digunakan atau tidak, yang mereka pedulikan hanyalah uang anda. 

Ini mungkin dalam sektor barang pakai. Belum lagi barang seperti makanan dan minuman. Saat ini makanan dan minuman sudah memiliki berbagai macam varian. Dari mulai makanan ringan sampai berat dan dari makanan asia maupun barat. Semuanya sudah banyak yang tersedia. Bukan hanya makanan dan minuman saja yang menarik, banyak tempat-tempat seperti resto dan kafe itu dibuat secara menarik agar bisa menarik para pelanggan. Banyak orang yang rela antri dan membayar mahal hanya demin mencicipi dan menik mati makanan dan minuman yang telah dihidangkan. Padahal hal bis saja apa yang dikonsumsi itu tidak baik bagi tubuh anda, namun mereka tidak peduli dengan kesehatan anda yang mereka pedulikan hanyalah uang anda. 

Selain sandang dan pangan, hiburan pun kini menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat. Hal ini karena stressnya pekerjaan membuat hiburan menjadi kebutuhan pokok. Untuk hiburan pun setiap orang berbeda-beda ada yang jalan-jalan ketempat wisata, mall, kafe, restoran dan tempat-tempat lainnya. Terutama tempat tersebut memang sedang hits di media sosial. Sebetulnya masih banyak lagi hal-hal yang membuat kita tertarik untuk memiliki dan melakukannya, bahkan rela mengeluarkan uang banyak untuk membeli segala kenikmatan tersebut. Pada dasarnya mereka hanya peduli dengan uang anda bukan kebahagiaan anda. 

Saya tegaskan lagi nyatanya kita secara tidak sadar, kita telah diperbudak oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Uang kita diperas secara baik oleh para pengusaha, baik itu pengusaha makanan, minuman, pakaian, wisata dan semacamnya. Kita diperbudak agar selalu membeli dan terus membeli, keluarkan uang anda agara anda bahagia. Uang memperalat kita agar selalu membeli sesuatu walaupun tidak bermutu.

Jadi, bisa kah kita mengatakan bahwa pembeli adalah raja atau justru pembeli adalah budak. Semuanya akan kembali pada diri anda masing masing. Kita harus sadar bahwa perbudakan ini jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Perlu ada kesadaran diri dan kemandirian untuk memutus rantai perbudakan ini. Adapun cara agar kita tidak mudah menyia-nyiakan uang, saya akan tulis di tulisan selanjutnya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...