Mengenai filsafat diri yang berkaitan dengan eksistensialisme diri, mungkin ini adalah pertanyaan yang mengulas kembali tentang mengapa "aku ada". Pertanyaan tersebut memang merujuk kepada diri sendiri bukan kepada keberadaan manusia secara umumnya.
Manusia itu memang unik, kita memang secara fisik sama, namun yang membedakan kita dengan yang lainnya adalah cara hidup dan ilmu pengetahuannya. Jika seluruh kambing memakan rumput, maka tidak demikian dengan manusia. Manusia ada yang senang makan sayuran saja, ada yang senang junk food, senang makanan sehat, dan bahkan senang minum alkohol dan semacamnya. Ini dari segi konsumsi saja bisa berbeda-beda apalagi dari segi lainnya.
Memang manusia itu secara materil sama namu secara imateril berbeda-beda. Memang sulit jika meneliti jiwa manusia ini, Ia ada namun tidak nampak. Jiwa hanya dipahami oleh masing-masing orang. Biarpun ada seorang psikolog namun tetao saja psikolog memahami seseorang dari yang nampak atau prilakunya bukan yang tidak nampak.
Sehingga cara yang tepat dalam memahami diri yakni dengan diri sendiri. Namun bukan berarti saran orang lain itu di abaikan, bisa saja itu menjadi referensi kita dalam memahami diri.
Berbicara tentang keberadaan diri atau ke eksistensialisme diri. Maka kita harus tahu terlebih dahulu apa itu ada. Seperti yang telah saya sebutkan, bahwa eksistensialisme diri itu terbagi dua, yakni ada secara nampak (material) dan ada secara tidak nampak (imaterial).
Bicara keberadaan diri berdasarkan material tentu kita bisa melihatnya dan orang lain juga bisa melihatnya. Seperti postur tubuh, jenis kelamin, kelahiran, keturunan, kondisi hidup, dan apapun yang nampak dimana itu bisa dilihat oleh indra kita.
Sering sekali banyak orang yang terjebak mengenai keberadaan fisik ini. Ia menganggap bahwa orang cantik atau tampan itu, mereka lah yang dikatakan hebat dan banyak dikagumi oleh orang lain. Coba saja kita lihat banyak sekali orang yang sering memperhatikan bahwa penampilan itu mencerminkan apa yang ada dalam dirinya, padahal itu belum tentu. Sehingga banyak sekali wanita-wanita yang berlomba-lomba untuk mempercantik diri dan kaum pria pun memang banyak yang menilai wanita dari fisik. Kemudian yang terjadi adalah penyesalan karena hanya menilai seseorang secara fisik, Ia terjebak dalam pandangan mata.
Atau berbicara hal lain misalnya sepertu ras. Ras ini mencukup keturunan dan fisik. Sehingga yang terjadi ketika menilai dari segi ras yakni akan terjadi rasisme. Banyak sekali misalnya orang-orang eropa yang tidak enang terhadap ras asia dan afrika padahal mereka tidak melakukan tindak kekerasan. Hal ini terjadi karena ada anggapan bahwa ada ras unggul manusia, padahal tidak demikian.
Memang kita tidak bisa memilih mau dilahirkan seperti apa, dimana tempat dan waktunya, menginginkan orang tua seperti apa dan kondisi saat itu, memang kita tidak bisa menentukannya. Hanya tuhan yang bisa menentukannya. Tetapi bukan berarti ketika dilahirkan dalam kondisi tidak baik bukan berarti kita tidak boleh mendapatkan sesuatu hal yang baik juga.
Fisik memang bisa mempengaruhi apa yang ada dalam diri kita, namun bukan berarti apa yang ada dalam diri kita seperti yang tercermin dalam fisik kita. Apa yang ada dalam diri kita sesungguhnya hanyalah hati dan pikiran. Ibarat seperti telur, dimana cangkang itu memang bagian dari telur namun cangkang itu bukanlah telur, karena telur yang sesungguhnya itu berada dalam cangkang tersebut.
Sehingga yang saya ingin bicarakan adalah filsafat diri berfokus kepada apa yang ada dalam diri. Keberadaan diri itu tergantung apa yang ada pada hati dan pikiran. Bukan berarti fisik diabaikan, hanya saja Ia bukan hal yang utama. Ini sebetulnya masih pemikiran simpel untuk dipahami hanya saja ternyata banyak yang terjebak dalam penilaian fisik.
Jadi, jika kita ingin mengetahui eksistensi diri, maka kita harus menggali apa yang ada dalam diri, seperti bakat, minat, tujuan, akhlak, pemikiran, kesenangan dan sebagainnya. Jika kita sudah tahu potensi dalam diri, maka itu menjadi nilai plus bagi kita.
Kita bisa lihat, bahwa ada orang yang sudah meninggal ratusan tahun namun Ia masih diingat dan digunakan pemikirannya. Secara fisik memang sudak tidak ada namun secara pemikirannya masih tetap eksistensi.
Kembali lagi kepada diri kita masing-masing. Untuk saat ini apa yang sekarang kita ingin banggakan, dan kita fokuskan. Jika fokus kepada fisik saja maka itu adalah sesuatu hal yang fana, Ia akan hilang seiring waktu berjalan. Jadi, labuh baik kita fokus saja pada hati dan pikiran. Jangan takut jika punya wajah jelek, selama hati itu baik maka kita adalah orang yang baik.
Jika ada orang yang menganggap diri kita jelek maka jangan ubah diri kita sesuai dengan apa yang mereka inginkan, tetapi kita ubah mindset mereka terhadap diri kita, yakni dengan cara membangun diri yang berakhlak baik dan berpikir cerdas. Adapun cara menggali potensi diri mungkin saya akan menjelaskannya di artikel lain.
Komentar
Posting Komentar