Langsung ke konten utama

Setiap orang memiliki karakter yang berbeda

 

Kepribadian sebetulnya tidak terpatok pada tipe atau pun standar. Manusia adalah individu yang mana ia merupakan individu-individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Meski ada orang-orang yang memiliki kepribadian yang sama namun tetap mereka merupakan entitas yang berbeda. Misalnya ada orang-orang yang memiliki krpibadian sama yakni introvert. Meski memreka memiliki kepibadian yang sama namun belum tentu sama secara keseluruhan, karena baik kegiatan, cara pandang, sikap, prilaku pasti akan ada perbedaan-perbedaan yang muncul. Manusia tidak dapat tepatok pada suatu sistem analisis yang standar yang mana manusia terdiri dari empat, dua ataupun enam belas kepribadian. Tidak bisa kita menentukan bahwa orang ini seperti ini dan itu dengan standar psikologi sebelumnya.

Sebetulnya jika dengan menempatkan manusia pada tipe-tipe yang ada, manusia sesungguhnya menjadi tidak bebas. Manusia beranggapan bahwa ia harus berperilaku seperti apa yang ada dalam tipe kepribadiannya tersebut. Saya rasa itu merupakan sesuatu yang tidak masuk akal yang mana itu sebetulnya pemaksaan terhadap pada suatu standar karakter. Manusia merupakan entitas yang berbeda dimana ia juga memiliki kehendak dalam memilih menjadi seperti apakah Ia saat ini atau di masa yang akan datang. Banyak variabel dalam diri manusia yang sebetulnya tidak hanya sebatas pada standar tipe kepribadian.

(Pixabay.com)


Sebetulnya bukanlah sesuatu yang saah dalam hal mengenai tipe-tipe kepribadian ini, namun manusia tentunya tidak hanya sebatas apa yang teradapat pada tipe kepribadian yang sudah distandarkan. Manudia itu memuliki berbagai macam variabel dalam dirinya bisa saja orang memiliki kepribadian yang sama namun sebenarnya di balik itu semua antara yang sama dengan yang tidak sama tentu akan lebih bananyak ketidaksamaannya.

Ada beberapa variabel mengapa setiap individu-indiviidu manusia itu berbeda, seperti sejarah hidup, pengalaman, cara pandang hidup, pola pikir, cara berpikir, dan pertemuan-pertemuan dengan orang yang pernah ditemuai tentu akan menambah variabel dalam karakter diri. Memang manusia tidak lepas dari fakta-fakta yang telah terjadi dan dialami seperti Ia lahir dari keluarga apa, dengan bahasa apa, lingkungannya seperti apa, budayanya seperti apa dan itu semua tentunya tidak bisa dihindari. Secara garis besar memang mengenai fakta ini mempengaruhi kepribadiannya akan tetapi juga ada orang-orang yang tidak terpengaruh oleh lingkungan tempat tinggalnya. Semuany atentu saja kembali pada karakter masing-masing, cara memahami suatu fenomena, respon teerhadap lingkungan, bagaimana merefleksikannya, bagaimana mengkritisi lingkungan dan pada akhirnya hingga transformasi terhadap diri yang berbeda dengan lingkungan tempat tinggal.

Memang tidak ada orang yang sepenuhnya terpengaruh oleh lingkungan dan tidak sepernuhnya orang terpengaruh. Setiap orang pasti memiliki kadar induksitas yang berbeda-beda, ada yang nyaman dengan lingkungannya dan ada yang tidak nyaman, ada yang terpengaruh dan ada yang tidak terpengaruh dan itu pasti ada dalam diri manusia kombinasi antar keduanya mana yang kuat apakah diri atau lingkungan.

Pribadi kita memang selalu bertarung, dimana pertarungan ini antara jiwa dengan sosial. Jika yang kalah tentu ia hanya sekedar ikut-ikutan saja dalam hidup, ia tidak memiliki kuasa dalam melakukan perubahan sosial. Sedangkan bagi yang memiliki jiwa yang kuat tentu meski ia hanyalah sendiri akan tetapi ia bisa merubah lingkungan sosial dalam hidupnya.

Ilmu tentang kejiwaan tentunya bukan untuk menstandarisasi suatu kepribadian seseorang, manusia itu adalah sesuatu yang kompleks ia adalah jiwa yang tidak bisa digolong-golongkan kepribadiannya. Jiwa itu tidak seperti fisik yang mana setiap orang tentu memiliki kesamaan secara umum, sedangkan jiwa merupakan sesuatu yang tidak umum. Bahkan ketika melihat suatu pristiwa tentu setiap orang memiliki indra yang sama hanyasa aja tentu jiwa dan cara penangkapannya atau responnya akan berbeda pula. Memang perlu pisau analisis yang mana bisa membaca kepribadian mansia yang kompleks ini yang mana tentu di dalamnya tedapat banyak berbagai macam variabel. Memang tidak lain tiak mungkin yang paling memahami diri tentunya diri sendiri bukan orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...