Langsung ke konten utama

Bahagia Tak Perlu Harus Menunggu

Di era sekarang ini memang berat rasanya dimana begitu sulitnya untuk mencari sebuah kebahagiaan. Banyak yang berpandangan dimana jika bahagia itu butuh uang dan segalanya juga butuh uang. Dari awal kita lahir sampai mati sebenarnya hidup ini tidak begitu jelas dan absurd. Perubahan-perubahan terhadap dunia juga dapat mengubah persepsi kita terhadap dunia serta mengubah keinginan kita.

 Untuk apa kita sekolah ya pastinya untuk bekerja dan untuk apa bekerja yang tentunya untuk mendapatkan uang lalu untuk apa uang itu digunakan tentunya untuk kebahagiaan. Namun pad kenyataannya, pendidikan susah, pekerjaan susah mencari uang pun juga susah dan akhirnya sulit bahagia. 

Mengapa berlarut-larut dan berlama-lama untuk mencari kebahagiaan. Mesk kita bahagia dengan proses yang membosankan tersebut. Apalagi menggantungkan kebahagiaan terhadap sesuatu, itu pasti bukannya membawa kebahagiaan tetapi justru hany mendapat kelelahan saja. 

(Pixabay.com)

Mental health, healing, dan semacamnya adalah kata yang populer diucapkan oleh masyarakat. Hingar bingar dunia hiburan, makanan lezat dimana-mana, ternyata lantas membuat manusia semakin bahagia. Itu bukanlah kebahagiaan namun itu adalah jebakan hidup. 

Untuk apa menunggu tua jika dimasa muda bisa bahagia, untuk apa membeli barang mahal jika kebahagiaan itu tak perlu harta, untuk apa mendapatkan sebuah kepangkatan jika menjadi manusia biasa saja bisa bahagia. Penyebab manusia tak bahagia bukanlah karena masalah dunia, tetapi karena pikirannya sendiri yang terjebak dalam berbagai hal yang diinginkan. Terlalu terfokus pada hal-hal yang tak begitu penting sehingga lupa pada diri. 

Bisakah kita bahagia tanpa uang, penampilan, ilmu, harta, cinta dan jabatan. Manusia sekarang mulai sadar bahwa itu semua tidaklah berguna, manusia saat ini kembali kepada jati dirinya masing-masing dan fokus pada diri. Namun memang masih banyak yang masih terjebak dalam ranah material. 

Anak modern yang merasa tahu apa itu kebahagiaan rupanya Ia hany mendapatkan kekosongan. Merasa sombong kepada yang lebih tua atau orang dulu menganggap kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kuno. Mereka bilang hanya seperti itu saja dibilang bahagia, harusnya begini dan begitu. 

Mereka hanya bicara soal gaya bukan bahagia. Bahagia tak melihat seperti apa rupa, gaya, budaya dan harta namun bagaimana kita memaknainya. Percuma menjadi orang hebat yang punya segalanya namun Ia tak punya kesederhanaan dalam memaknai hidup. Lebih baik menjadi seorang petani yang bahagia akan melihat ladangnya. Dari pada menjadi seorang pengusaha yang pusing akan karyawannya yang tak becus. 

 Jika bahagia bisa untuk hari ini, mengapa tidak dilakukan hari ini. Untuk apa menunggu lama, jika momen dan rasanya sama. Bukankah hidup ini hanya sesaat, dari singkatnya hidup ini rasanya buang-buang waktu jika hanya mencari pundi-pundi uang saja. Uang memang kita butuh dan jadikan sebagai kebutuhan pokok saja bukan dijadikan sumber kebahagiaan. Kebahagian cukup dari hal-hal yang sederhana, bersyukur dengan keadaan yang saat ini ana tidak membanding-bandingkan hidup dengan orang lain.

Jangan menargetkan sebuah kebahagiaan, karena kebahagiaan bukanlah tujuan hidup namun Ia adalah perjalanan hidup. Daripada tak bahagia karena bekerja namun tujuannya untuk kebahagiaan, lebih baik bekerja sambil bahagia. Segala hidup ini mestilah diiringi oleh rasa syukur dan kebahagiaan. 

Cara menjalani kebahagiaan di setiap waktu tentunya fokus saja pada diri, syukuri yang ada, tidak melihat kebahagiaan orang lain, dan tidak tergoda pad kenikmatan yang sesaat. Teruslah lakukan itu, meski sulit namun jika dijalani pasti bisa. Atur pikiran, kontrol emosi dan pilihlah mana yang tentang dan mana yang tidak penting. Dengan begitu semoga bisa menjalani hidup dengan bahagia meski banyak rintangan dan cobaan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...