Langsung ke konten utama

Jika ingin menjadi filosof

Berfilsafat berarti mencari kebijaksanaan mencari kebajikan yang relevan kuncinya ada pada yang relevan. Kalau mencari ilmu tentunya harus yang relevan untuk hidup kita sekarang dan yang akan datang. Jangan buang-buang waktu untuk hal yang tidak relevan. 

Postingan boleh, buat instastory boleh, tetapi coba jika dihitung isi postingan yang relevan untuk hidup kira-kira berapa persen. Coba cari yang relevan saja agar hidup tidak sia-sia. Menyambung silahturahmi memang baik tetapi jika yang aneh-aneh untuk apa. 

Ketika apa yang diposting ke media sosial maka itu akan lepas begitu saja. Maksudnya orang alan membaca nan memahaminya dengan beragam. Diri kita tidak akan bisa mengontrol omongan orang lain. Kalau niat kita baik belum tentu anggapan orang itu baik. 

(Pixabay.com)

Filosof itu menguji hidup tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan. Boleh mengerti para ahli filusuf akan tetapi apakah itu relevan dengan hidup kita. Jangan hanya paham filsafat hanya agar terlihat keren. 

Yang merasa bahwa filsafat barang langit seolah-olah pembahasannya hanya sesuatu yang metafisik. Memang ada filsafat yang berpikir tentang itu tetapi apakah itu relevan dengan hidup kita. Terkecuali memang jika ingin menjadi ahli filsafat. 

Abad pertengahan corak teologisnya begitu kuat. Ketika dia teologis maka pembahasan tentang Tuhannya memang luar biasa. Bahasan tentang manusia dan realitas menjadi minimal. 

Ibnu Rusyd menulis kitab tebal hampir setengah bab itu membahas tentang kekuasan Tuhan. Memang pada masa itu dibahas karena zamannya seperti itu. Membahas experensial tentang Tuhan, memang banyak pengetahuan yang hanya diketahui oleh orang yang mengalami langsung. Yang tidak mengalami maka tidak bisa misalnya pengetahuan tentang sakit. Hanya orang yang sakit saja yang mengetahui sakit itu. Jika dijelaskan pun juga akan sulit. 

Maka harus refleksi sendiri, ahli filsafat yang luar biasa itu terkadang melangit karena tidak filusuf. Tidak filusuf itu dia tidak memproduksi ide sendiri sesuai dengan zamannya. Maka banyak dosen filsafat yang memahami filsafat, mengajarkan filsafat yang begitu rumit sehingga mebuat kepala pusing karena pikirannya tidak relevan dengan kehidupan kita. Ide-idenya tidak relevan dengan realita sekarang. 

Jika ingin menjadi seorang filosof maka lakukan 3 hal ini: 

1. Memperjelas konsep (clarifaying consept)

Filsafat itu memiliki tugas memperjelas konsep. Tujuan diperjelas ini karena ini sebagai konsep dalam jembatan berfikir. Kalau kita berpikir, bicara, dan berkata itu semua pasti pakai konsep. 

Orang menjadi kacau pikirannya ketika berbeda konsep. Sama-sama bahas perempuan mungkin definisi tentang perempuan antara saya dan kamu itu berbeda. Setiap orang pasti memiliki konotasi yang berbeda. Jangan sampai berbicara yang tidak dimengerti mengenai maksud yang dibicarakan. 

Seperti di zaman sekarang yang senang melontarkan istilah-istilah keren. Padahal apa yang diucapkan belum tentu memahaminya. Maka sebelum menyebut sesuatu pahami dulu konsepnya dan latihan memperjelas. 

Karena kita hidup di dunia yang terberi atau dunia yang terlempar dalam sebuah fakta. Tiba-tiba kita berbahasa yang sama dengan budaya yang sama kemudian berpendidikan yang sama sampai akhirnya bekerja di suatu tempat yang sebetulnya tidak diinginkan. Kita terlempar dalam fakta-fakta dan ini membuat orang tidak kritis. 

seolah-olah dunia ini tidak ada masalah, padahal banyak sekali masalah. Apalagi yang sifatnya yang konseptual. Maka dari itu latihan berdefinisi dan membuat konsep. 

Dan bab pertama dalam buku logika pasti mengenai definisi arena memang nyawanya di situ. Jangan sampai tidak mengerti apa yang diomongkan. Dan itu tidak mudah ada teorinya jangan ngawur.  Coba latihan misalnya mendefinisikan kursi itu apa menurut kamu. Apakah tempat duduk apakah pasti kursi. Maka kita harus pastikan bahwa definisinya itu harus benar dan tepat dalam konsepnya. 

2. Mengkritisi

Meski di indonesia istilah kritis itu artinya gawat darurat. Kritis itu meletakan sesuatu sesuai dengan porsinya dan sesuai dengan proporsinya. Kritis tidak harus indentik dengan mencari kesalahan. Kadang-kadang ada sesuatu itu benar dan baik tetapi tidak pas. 

Kapan harus bicara ini kapan harus bicara itu, tentunya ini konteksnya tentang apa kalau jawabnya seperti itu sudah di luar konteks inilah yang disebut kritis. Karena banyak orang yang berbeda sudut pandang terus terjadi pertikaian. Itu yang harus diletakan secar kritis. 

Misalnya ada sebuah dua sisi yang satu hitam dan yang satu putih. Pada sisi lain saya melihat itu adalah buku berwarna hitam namun di sisi lain orang melihat itu adalah buku berwarna putih. Pendapat yang berbeda ini tentulah jangan dianggap sesuatu yang salah karena ini bukan salah namun berbeda cara pandang saja. 

Maka, kalau sudah mengetahui konsep kritis. Kritisi lah orang yang senang bertikai. Jadi ketika berdebat, coba dicermati lagi jangan-jangan antara saya dan anda tidak berbeda, namun ini hanya perbedaan sudut pandang saja.

Manusia itu tidak bisa melihat sesuatu secar keseluruhan. Karena cara berpikir kita terbatas. Yang ahli psikologi pahamnya psikologi, yang ahli filsafat pahamnya filsafat, yang ahli bahasa tentunya hanya paham bahasa. Ada orang yang bagus dari sudut psikologi hanya saja tidak bagus dari sudut sosiologi. 

Makanya dalam Islam hukum itu tidak hanya halal haram saja. Tentu saja ada sunah, mubah dan makruh. Mungkin dalam konteks tertentu hukumnya sampai makruh saja tetapi yang inui sunah saja. 

3. Membuat Argumen

Membuat argumen itu seorang filosof harus secara kontinu bertanya mengapa. Ketika bertanya mengapa hasilnya pasti argumen. Mengapa begini, mengapa begitu, itu tentunya perlu argumen dan itu tugasnya seorang filosof. 

Filosof itu menyarankan agar hidup tidak asal-asalan adalah tanyakanlah mengapa. Mengapa saya harus sekolah, mengapa harus ada jian, tanyakan saja mengapa maka pasti akan muncul argumen.Perjelas konsep kalau ingin menjadi filosof. Klarifikasi dan kritisasi dan konstruksi. Memperjelas mengkritisi dan membuat sesuatu. Yang pertama sifatnya kedalam, yang kedua sifatnya keluar, yang ketiga sifatnya kedalam dan keluar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...