Ketika belajar filsafat ditegaskan dulu targetnya ingin mejadi filsuf atau menjadi ahli filsafat. Kalau filsuf itu berfikir sendiri, refleksi sendiri, berkreasi sendiri, bernalar sendiri memproduksi ide sendiri itu adalah ahli filusuf.
Tetapi kalau ahli filsafat anda harus belajar apa itu filsafat, siapa tokohnya, pikirannya bagaimana, alirannya apa itu merupakan ahli filsafat, yang paling bagus memang perpaduan keduanya. Kalau tidak bisa paling tidak harus menjadi filsuf. Makanya banyak orang bilang setiap orang adalah filsuf, setiap orang harus berfilsafat.
Tetapi tidak harus ahli filsafat, tidak harus mengerti bagaimana pikirannya Plato, Aristoteles maupun Socrates dan para filsuf lainnya. Kecuali memang ingin ahli disitu, hanya saja untuk menjadi filusuf yang bagus penopangnya teori-teori filsafat yang dikeluarkan oleh para ahli filsafat.
![]() |
(Pixabay.com) |
Sebelum belajar filsafat, bedakan lah filsafat sebagai sebuah metodologi berfikir dengan filsafat sebagai produk pemikiran. Banyak orang yang tidak menyukai filsafat mengkafirkan filsafat karena melihat filsafat sebagai produk pemikirannya. Dia tidak melihat filsafat sebagai alat untuk berfikir.
Filsafat itu dengan alat yang sama bisa membuat orang yang sangat anti agama tetapi dengan filsafat yang sama bisa membuat orang sangat religius. Seperti Nietzsche dengan Iqbal dimana sama-sama eksistensialis. Namun, yang satu atheis dan yang satau sangat mencintai agama.
Seperti itu memang banyak, maka jika ada yang anti filsafat biasanya melihat filsafat sebagai produk pemikiran bukan sebagai alat pemikiran. Filsafat sebagai alat berfikir itu mungkin semua orang sebagai filsuf karena memang tidak ad standar baku mengenai metode filsafat. Jika kit lihat setiap tokoh filsafat itu memiliki gayanya sendiri dalam berfikir, memiliki alur berfikirnya sendiri.
Pertama filsafat itu lahir ketika orang mulai tidak percaya dengan jawaban-jawaban mistis dalam hidupnya pindah ke model logos. Bahkan dalam buku sejarah filsafat pasti ceritanya Yunani dan Yunani itu sama sebenarnya dari mitos ke logos.
Di mana pun filsafat berkembang pasti ada geser ketika dia maju dari mitos ke logos. Islam dulu jaya dari tidak jaya menjadi jaya, pasti itu geser dari model nalar mitos ke model nalar logos.
Logos itu berarti logis, yakni menyelesaikan sesuatu dengan rasio. Kalau mitos itu jawaban-jawaban yang konvensional, dengan jawaban-jawaban dongeng, dengan jawaban-jawaban legenda, dengan jawaban-jawaban intuisi itu biasanya begitu.
Yunani kalau dilihat sebelum muncul filsafat, agamanya tinggi religiusitasnya tinggi. Tetapi apapun persoalannya atau fenomenanya dijawabnya pasti dengan mitos. Seperti dewa laut adalah Poseidon, dewa petir adalah Zeus, dewa mata hari adalah Apolo itu adalah mitos. Di peradaban lain sepeti India, Mesir, Romawi, peradabannya maju hanya saja berbasiskan peradaban mitos.
Mitos itu tidak selalu jelek, tidak selalu salah tetapi tidak rasional. Ketika itu tidak rasional, yang paling utama biasanya tidak universal dan tidak terbuka sistemnya tertutup. Teori yang berlalu di A pasti tidak berlaku di B. Konsep yang disetujui komunitas A sangat mungkin ditolak oleh komunitas B. Sedangkan yang rasional itu di A rasional di B juga rasional, sifatnya universal. Jadi validitas argumennya lebih universal. Dari mitos ini kemudian dikonversi ke logos. Jadi, berfikir rasional.
Mitos itu tidak selalu jelek, tidak selalu salah tetapi tidak rasional. Ketika itu tidak rasional, yang paling utama biasanya tidak universal dan tidak terbuka sistemnya tertutup. Teori yang berlalu di A pasti tidak berlaku di B. Konsep yang disetujui komunitas A sangat mungkin ditolak oleh komunitas B. Sedangkan yang rasional itu di A rasional di B juga rasional, sifatnya universal. Jadi validitas argumennya lebih universal. Dari mitos ini kemudian dikonversi ke logos. Jadi, berfikir rasional.
Jadi mulai hari ini kalau mau masuk ke dunia filsafat bukan pikiran dan siap untuk berfikir rasional. Karen hari ini banyak hal-hal yang tidak rasional yang beredar di sekeliling kita. Kalau tidak cerdas maka akan dimakan oleh irasional. Irasional tidak harus berhubungan dengan dongeng atau mitos. Banyak sekali logika yang tidak rasional, hany saja kerena tidak jeli dan tidak biasa dilatih untuk rasional.
Komentar
Posting Komentar