Langsung ke konten utama

Ciri Berpikir Filsafat

Jika ingin menjadi ini dan itu maka harus melakukan refleksi terlebih dahulu. Barus setelah refleksi kemudian beraksi, lalu transformasi. 

Misalnya selama ini saya bersikap malas belajar berarti kurang semangat dan kurang memahami pentingnya belajar. Harusnya rajin dan memahami pentingnya belajar. Terus kemudian perubahan diri.

Aksi tanpa refleksi itu hasilnya ngawur dan monoton. Rasa lembaga kemahasiswaan misalnya rasanya monoton. Monoton itu tidak variatif, demo dan demo terus tanpa ada perubahan. 

(Pixabay.com)

Dulu zaman orde baru demo itu bagus karena sakral dan dilarang strategi dengan demo itu efektif, beda dengan hari ini. Hari ini orang demon dianggap biasa saja. Harusnya ganti strategi, jadi kalau strateginya masih teriak maka tidak akan efektif. 

Kalo misalnya ada masalah terus ditanya pasti ingin mengeluarkan pendapat dan mengomentari jarang kalau misalnya bertanya tentang ketidakfahaman tentang masalah. 

Jadi ciri berfikir filsafat, cirinya membuat argumen, cirinya kritis ada tujuh hal. 

1. Radikal dan konfrehensif

Jadi filsafat itu harus konfrehensif, apa-apa dicakup tetapi harus radikal. Konfrehensif dan radikal ini dalam rangka mencari hakikat. Konfrehensif itu semua variabel yang ada dalam masalah harus disebut. Mau membahas tentang masjid tentu harus mencari hakikatnya masjid. Pertama-tama tentunya harus konfrehensif, konfrehensif itu sebut semua yang berhubungan dengan masjid. Ada bangunannya, ada jamaah, ada imam, ada sajadah, ada mic dan seterusnya. Inikan variabel semua harus dipertimbangkan dalam refleksi itu namanya konfrehensif jangan sampai ada yang tertinggal. Semakin banyak variabelnya maka semakin lengkap pemikiran itu maka semakin valid. 

Tetapi tidak mungkin berfikir seluas ini, maka harus radikal cari esensi dan hakikatnya. Variabel ini harus cermati satu persatu mana yang harus ada misalnya tentang masjid mana yang kalau dia tidak ada, status masjid itu dipertanyakan, kalau masjid ada berarti statusnya masih terjamin. Atau kebalikannya kalau tidak ada berarti masih bisa dibilang masjid. Itu lah yang namanya hakikat. 

Kalau misalnya tidak ada bangunannya apakah bisa disebut masjid. Berarti kan tidak bisa, berarti bangunan itu bisa dikatakan esensial. Kalau misalnya tidak ada jamaahnya maka masih bisa disebut masjid berarti ini masih esensial. 

2. Kritis

Yang mana sudah disebutkan sebelumnya

3. Konseptual reflektif

Akalnya harus dipenuhi dengan konsep. Harus memiliki konsep kalau tidak memiliki konsep nanti akan bingung. Realitas itu penting tetapi realitas tidak akan bunyi jika pikiran tidak memiliki konsep, itu harus dipakai untuk analisis. Jadi filsafat tidak sekedar membunyikan realitas tetapi juga melakukan konseptualisasi.

4 koherens konsisten

koheren itu berfikir runtut dan nyambung kalau konsisten itu berfikirnya tidak acak. Runtut itu sekuen, dari mulai definisi, persepektifnya, nilainya dan ini akan berhubungan dengan sistematis metodis, sekuennya jelas dan terstruktur. 

5. Bebas dan Tanggung jawab

Yang berat itu memang tanggung jawab, karena berfikir itu harus berani menanggung segala resiko dari pikiran ketika sudah diekspresikan. Berfikir itu bebas, tidak ada yang bisa menghalangi orang berfikir. Dicegah bisa, dibatasi bisa dan diatur juga bisa tetapi tergantung masing-masing orang apakah mau atau tidak untuk diatur. Meskipun mengekspresikan pemikiran itu tidak bebas tetapi berfikir itu pasti bebas. 

Ekspresi dari pemikiran itu baru bisa komplain bisa marah dan menghalangi itu disitulah tanggung jawab. Berfikir bebas itu bisa hanya saja ketika mengekspresikannya maka harus tanggung jawab. Kadang-kadang menurut kit benar kalau ketika bicaranya langsung, orang lain bisa marah. Maka dari itu harus tanggung jawab dengan apa yang dibicarakan. Jadi pemikiran filsafat itu bebas dan bertanggung jawab. Jangan marah karena ini adalah pikiran sendiri ketika apa yang dibicarakan maka harus tanggung jawab terhadap apa yang diucapkan bukan apa yang difikirkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...