Langsung ke konten utama

Langkah Kedua dan Ketiga dalam Mempelajari Filsafat

Kedua setelah pikiran kedua harus memiliki ras ingin tahu dan tingkatkan setinggi mungkin. Tidak ada hal yang biasa di sekeliling, semua merupakan hal yang luar biasa semua bis dipertanyakan. 

Sebenarnya ras ingin tahu itu adalah sesuatu yang naluriah sifatnya. Sifatnya fitrah setiap orang pasti punya banyak ras ingin tahu. Hanya saja rasa ingin tahu itu sering dibunuh sering dianggap hal biasa. Ketika kecil manusia memiliki rasa keingintahuan yang tinggi namun karena dimarahi oleh orang tua karena selalu mempertanyakan sesuatu. Maka lama kelamaan daya kritisnya mati. 

Banyak hal yang dianggap biasa namun perlu dicari tahu argumennya. Mungkin itu tidak proposional,  mungkin itu tidak pas. Banyak hal yang harus dikritisi,  Apapun pertanyakan itu. 

(Pixabay.com)

Ketiga adalah wisdom (kebijaksanaan). Asal kata filsafat sendiri dari kata filo dan sofia. Filo itu cinta sofia itu bijaksana. Filsafat tidak hanya cinta pad kebenaran tetapi juga cinta pada kebijaksanaan. Benar tidak selalu bijaksana, bijaksana itu proporsional dan pas.

Menyebut orang yang gemuk dengan sebutan si gendut memang benar tetapi tidak bijaksana karena tidak pas saat membicarakannya. Jadi kalau bijak sana itu harus menemukan formula yang pas tahu kapan harus bicara dan tahu kapan harus diam. Kapan harus maju dan kapan harus mundur, kapan harus mengalah dan kapan haru menang itulah bijaksana. 

Jadi kebenaran itu adalah jembatan menuju wisdom. Bukan titik akhirnya setelah ketemu kebenaran itu mau apa, karena kebenaran jika tidak dikelola dengan baik maka hasilnya akan rusak. Kita lihat debat di TV argumennya pasti terlihat benar keduanya. Kelemahannya biasanya porsi dan proporsinya. 

Jadi, setiap orang harus berfilsafat meskipun tidak semua orang harus jadi ahli filsafat. Filsafat menuntut kita untuk serius, sadar hidup secara reflektif. Hidup secra reflektif itu hidup yang tidak asal-asalan. 

Sebagian besar aktifitas hidup kita itu tidak dipenuhi oleh keseriusan. Jik pertanyakan pada diri kita mengenai variabel dalam hidup apakah pas atau tidak? Banyak orang yang ingin menjadi kaya namun malas menabung dan boros. Banyak yang ingin menjadi pintas namun malas untuk belajar di mana antara kehidupan yang dicita-citakan dengan keseharian sekarang itu berbeda jauh. 

Filsafat menantang kita beranikah mempertanyakan hidup. Setiap orang harus berfilsafat, karena setiap orang harus serius dalam hidupnya. Kalau diamanatkan menjadi seorang pelajar atau pekerja itu harus bagaimana menjadi mahasiswa atau pekerja yang baik. Di dalamnya tentu ada tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral dan tanggung jawab intelektual. 

Agama itu sangat filosofis menyuruh untuk muhasabah dan tafakur itu merupakan aktifitas-aktifitas filsafat. Setiap orang harus tafakur dan muhasabah terus.                          

Berfilsafat itu tidak harus paham filosof barat berpikir seperti ini dan begitu, maka tidak harus begitu. Inti dari filsafat itu berarti mencari kebijaksanaan dan relevansi. Kalau misalnya gak punya uang jangan memaksakan ingin membantu orang apalagi sampai berhutang. Nanti pada akhirnya tidak bijaksana, harus tahu kapan harus membantu dan kapan untuk tidak membantu.

Filosof itu menguji hidup refleksi tentang apa yang seharusnya tidak kita lakukan. Jadi ini inginnya yang merasa filsafat itu adalah barang mahal yang isinya teori-teori rumit. Ada memang tokoh filsafat yang berpikir seperti itu namun apakah relevan dengan hidup dengan kita.

Boleh mempelajari Plato, Aristoteles, Socrates dan lainnya silahkan, tetapi pilihlah yang relevan untuk hidup terkecuali memang ingin menjadi ahli filsafat. Kalau tidak maka jangan mencernanya semua. Karena semua filosof itu menjawab segala persoalan zamannya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...