Langsung ke konten utama

Induksitas Perilaku

Mengenai perilaku manusia sebenarnya tidak ada perilaku manusia yang murni Ia bebas berkehendak atas kemauan dirinya sendiri. Selama manusia masih menggunakan bahas yang sama dengan sekelilingnya maka Ia tidak mungkin bisa jauh dari pengaruh manusia lainnya. 

Apa yang dilakukan baik dari bangun tidur sampai tidur kembali, aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia itu sebetulnya atas pengaruh orang lain. Semisal orang yang sering bagun pagi itu karena kondisi di lingkungannya memang harus mewajibkan untuk bangun pagi. Atau kebiasaan yang tidak dipaksakan oleh orang lain namun ada paksaan secara halus. Seperti mereka yang berbuat baik kemudian hati tersentuh lalu memaksa diri untuk melakukan kebaikan itu. Artinya keikhlasan itu tidaklah murni semata-mata dari dalam diri pasti ada dorongan luar yang memaksa untuk melakukannya dalam artian paksaan yang harus melakukan seperti moralitas misalnya. 


Meski perilaku manusia itu dipengaruhi oleh orang lain, namun pengaruh ini seperti sebuah induksi. Yang mana Ia akan berubah menjadi diri pribadi yang berbeda ketika Ia berhadapan dengan orang lain atau lingkungan. Semisal orang yang hidup dilingkungan pesantren maka Ia harus hidup dan berperilaku layaknya seperti anak pesantren. Pengaruh hidup di pesantren tentunya akan mempengaruhi pola pikir dan perilakunya. 

Namun, seberapa lama kah perilaku serba religius tersebut dapat bertahan lama. Karena banyak juga anak-anak pesantren ketika di saat Ia keluar pondok justru Ia berbeda dari cerminan seorang yang religius malah semakin jauh dari kata tersebut. 

Ini merupakan sebuah induksitas, dimana cerminan religius tersebut meresap pada diri namun Ia tidak bertahan lama hanya kurun waktu sekian Ia akan berubah kepada hal yang berbeda. Induksitas ini berkenaan dengan jiwa manusia, yang mana tidak hanya penerimaan sebuah nilai-nilai namun juga berbicara keberpengangan teguh mengenai sebuah perilaku. 

Induksitas pada diri manusia memang berbeda-beda pada tiap orangnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa jika manusia hidup di lingkungan yang sama dan pengajaran yang sama namun setiap individu akan berbeda dalam penerimaannya. Ada yang tidak masuk sama sekali, ada yang paham terus lupa, ada yang sedikit paham, ada yang paham namun tidak mengamalkan, ada yang paham namun tidak sadar, dan ada pula yang sampai ke perilaku dan perbuatan pun juga terpengaruh. 

Artinya suatu lingkungan dapat mempengaruhi manusia namun tidak secara menyeluruh dan permanen, namun sifatnya hanyalah sementara. Sebuah pengaruh lingkungan dapat berkurang dan hilang. Sifat pada diri manusia memang tidak ada yang permanen dan pada diri manusia ini selalu berganti-ganti kepribadian. 

Memang ini adalah sesuatu yang alamiah dimana manusia harus bisa beradaptasi di segala perubahan yang terjadi. Akan tetapi bukan berarti suatu perubahan Itu diterima begitu saja tanpa ada respon pada diri, tetap saja manusia memiliki sifat dasar.

Sebuah besi akan bisa menjadi sebuah magnet namun sifat kemagnetannya akan sementara, Ia akan kembali ke sifat dasarnya sebagai besi. Begitu pula sifat manusia ketika Ia hidup dilingkungan pesantren namun jika pada dirinya tidak memiliki sifat dasar seorang yang berjiwa pesantren itu hanyalah sesuatu yang percuma. Namun bisa saja ada sebuah brainstorm yang secara tiba-tiba membuat manusia berubah karena suatu peristiwa.

Memang mengenai perilaku manusia ini sulit untuk dinalar jika hanya memahaminya dari segi luarnya saja. Butuh yang namanya analisis diri yang mana memang masalah kejiwaan yang memahami itu adalah diri sendiri. Orang lain hanya menyarankan bukan mencari potensi seseorang atau inti dasar kepribadian diri.

Mencari dasar pada diri ini memang perlu diketahui agar kita tahu mengenai apa yang perlu dilakukan, pertemanan apa dan lingkungan apa yang cocok dalam mendukung karakter diri. Memang pada dasarnya tidak ada manusia yang sama persis, setiap individu manusia adalah unik dan keunikan tersebut tentu tidak dapat diduplikasi.

Jadi bisa dikatakan, apa yang kita lakukan mengenai kesukaan, pergaulan itu semua hanyalah induksitas yang mana ada pad masanya manusia hilang responsif induksitasnya menjadi isolatif atau tidak memiliki responsif terhadap apa yang disukai sebelumnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...