Langsung ke konten utama

Industri Pendidikan

Pernah gak Sih loe berpikir mengenai pendidikan yang kita alami saat ini. Dari SD, SMP, SMA, sampai kuliah apakah hal tersebut bisa bikin kita berubah. Dari sekian apa yang dipelajari disekolah kira-kira apa yang masih di gunakan. Ya paling perkalian, pengurangan, penjumlahan, pembagian, sama baca gitu dan sisanya entah kemana hilang begitu saja. 

Kalo abis lulus kan kita sering liat gitu banyak yang seneng-seneng have fun banyak ngucapin selamat atas kelulusannya. Tetapi di satu titik besoknya bingung abis lulus kira-kira mau ngapain gitu. Itu lah dunia pendidikan dimana dari kebingungan menuju kebingungan yang lain. Sekolah bingung, ngerjain tugas bingung, abis lulus pun juga bingung pada akhirnya

Ujung-ujungnya kalo bicara pendidikan paling yang dipake itu ijazahnya kan. Bukan prestasi atau pernah rangking berapa, yang ditanyain pasti kamu bisa apa punya skill apa gitu. Jadi antara pendidikan sama dunia kerja itu kaya kontradiktif gitu ya hampir kagak ada nyambung-nyambungnya gitu. Dan memang pada kenyataannya, banyak yang kerja tapi gak nyambung sama jurusannya. 

(Pixabay.com)


Terus apakah pendidikan itu penting? 

Penting gak penting itu tergantung diri kita juga sih. Memang pada faktanya banyak pelajaran-pelajaran itu banyak yang tidak terpakai akan tetapi juga tidak semuanya, ada yang masih kepake dan ad juga yang gak kepake. Ilmu itu tergantung bagaimana kita memanfaatkannya, kalau loe punya buku segudang pun kalau gak dibaca ya gak bakal berguna. Sekolah itu bukan tempat yang membuat loe jadi pinter, tetapi sekolah ya cuma fasilitas aja. Pinter gak pinter sukses gak sukes itu kembali pada diri kita sendiri. Karena itu tanggung jawab kita sendiri, jangan hanya nyalahin institusi pendidikan atau gurunya.

Tetapi setidaknya memang kalau yang namanya belajar itu tidak hanya sebatas sekolah aja, ada banyak ilmu yang bisa di dapet dan jauh lebih bermanfaat diluar sekolah. Apalagi di dunia yang serba canggih ini dimana informasi banyak dan mudah diakses sehingga kita bisa belajar disitu. Kalo punya HP ya jangan cuma dipake yang enggak-enggak gunain itu HP buat yang bermanfaat gitu. 

Kebanyakan orang kalo bicara pendidikan pasti orientasinya bukan merubah pola pikir dan menambah wawasan. Akan tetapi sebaliknya tujuannya mau sekolah atau kuliah itu untuk nyari kerja gitu, atau mungkin di suruh sama emak loe. 

Terus apa salah kalau sekolah atau kuliah untuk nyari kerja? 

Kalo dibilang salah juga enggak. logika sekarang memang kaya gitu, kalo abis sekolah ya cari kerja. Cuman kan sayang banget kalau pemikiran kita itu untuk dikembangkan. Walaupun kerja pun, sebisa mungkin jangan hanya jadi tukang suruh kantoran gitu atau yang penting dapet duit masalah capek ya wajarlah.

Tapi seharusnya ada upaya lebih buat ngembangin pekerjaan atau diri sendiri. Sayang banget kalau hidup kita hanya dihabiskan di perusahaan atau pabrik, tiap hari cuma mengais rupiah doang gitu. Masalah cari di zaman sekarang kan gak harus kerja di pabrik, banyak juga cara yang bisa dilakukan seperti bikin konten, jualan online dan sebagainya gitu. Jadi harus bisa puter otak gitu kalau tujuannya buat nyari duit. 

Sadar atau tidak memang pendidikan kita sudah disetting buat jadi pekerja atau buruh gitu. Dari mulai kurikulum, pengajaran, materi semuanya disetting buat kerja di pabrik. Anak-anak sekolah yang ibu bapaknya petani atau nelayan apakah disekolah Ia diajarkan bagaimana caranya bertani atau menangkap ikan?, tentu saja tidak Yang diajarkan tentunya hanya sekedar teori-teori saja tanpa dihubungkan dengan realitas, entah kapan teori tersebut bisa digunakan. 

bahkan ibu bapaknya Menyuruh anaknya buat keluar sekolah lebih tinggi terus cari pekerjaan diluar ngerantau gitu. Ibu bapaknya memang berharap bahwa anaknya sukses dan lebih baik dari orang tuanya, ya memang wajar kalo orang tua ngarepin anaknya jadi sukses. Tetapi, di sisi lain memang miris juga dimana kalo semuanya anak muda kerja di kota, dipabrik atau di perusahaan,  terus yang jadi petani atau nelayan siapa gitu.

Bahkan mereka yang kuliah di jurusan perikanan atau pertanian belum tentu mau jadi petani atau nelayan. Pasti ujung-ujungnya mereka kerja ke bank, kantoran atau pabrik. Pola pikirnya memang pola pikir buruh gitu, yang penting kerja terus dapat duit. Pola pikir ini memang sulit untuk dirubah apalagi ini sudah membudaya. 

Untuk sekarang apakah kerja di kota apakah menjamin gitu hidup bisa sukses terus sejahtera. Dunia kota juga keras bro, orang desa yang lulusannya pas-pasan Ia belum tentu bisa bersaing dengan mereka orang kota yang lebih siap dan matang, apalagi kalau gak punya orang dalem. Terus pada akhirnya anak muda dari desa ini banyak yang jadi pengangguran, jadi gelandangan dan tinggal di pinggiran kota. 

Antara angkatan kerja sama jumlah lapangan kerja itu gak sebanding gitu lebih banyak angkatan kerjanya jadinya banyak pengangguran. Apa lagi ditambah dengan syarat-syarat yang banyak dan gak masuk akal sih. kita ini memang masih negara berkembang, jadi jumlah penduduk masih terbilang banyak, pendidikan yang kurang siap menghadapi perubahan dengan lapangan kerja yang masih minim inilah yang menjadi sebabnya. Tidak seperti negara korea dan jepang yang mana mereka sudah siap masuknya industrialisasi. 

pendidikan kita itu memang serba kapitalis, apa-apa pasti bayar, kalau mau dapet fasilitas terbaik pun tentu harus pake duit juga, yang pada akhirnya terjadi kesenjangan dimana-mana. telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan kita memang disetting untuk menjadi buruh, buktinya cara berpikir kita ketika lulus, pasti pikirannya nanti kerja apa setelah lulus bukan berpikir apa yang mestinya diberdayakan.

Kita di sekolah tidak diajarkan bagaimana berpikir rasional, disekolah kita tidak diajarkan bagaimana berpikir kritis, terus kita tidak di ajarkan bagaimana menyelesaikan sebuah permasalahan hidup dan masih banyak sebetulnya ilmu yang penting tapi gak diajari di sekolah yang ada kita hanya dijejali oleh tugas, rumus-rumus, teori-teori yang harus dihapal gitu yang entah kapan selesainya. 

Mengapa kita dididik menjadi buruh?

ya tentu saja agar mereka diarahkan menjadi agar kerja dipabrik yang tentunya untuk memperkaya para pengusaha. Ketika kita tidak kritis pada suatu persoalan yang ada saat ini yang pada akhirnya kita hanya menjadi orang yang nurut sama atasan. Di sekolah di suruh nurut, di rumah disuruh nurut dan di dunia pekerjaan pun juga nurut-nurut aja gitu, kalo berontak ancamannya pasti dipecat jadi lebih baik memilih menderita disaat bekerja daripada gak punya duit.

Memang sulit kalau merubah sistem pendidikan apalagi sampai ke akar-akarnya sampai merubah pola pikirnya. Apalagi dihantam dengan ekonomi yang sulit, boro-boro mikirin belajar sama merubah pola pikir.

Mental kita memang tidak disiapkan untuk menjadi seorang pembaharu. Jangan kan melakukan itu, disuruh nanya saja pasti pada diem karena takut salah. Kalau mau gerak pasti nunggu dulu orang lain gerak, kalau di tunjuk jadi pemimpin pasti tunjuk-tunjukan. Memang susah yah merubah itu semua

Kalo gini jadinya lantas siapa yang harus disalahkan?

apakah kita harus salahkan pemerintah, apakah harus menyalahkan pendidikannya atau diri kita sendiri yang harus disalahkan. Disini saya tidak mau menyalahkan siapa yang salah, karena itu gak ada gunanya juga sih. namun yang pasti baik pemerintah maupun masyarakat biasa maupun diri kita semuanya ada kesalahan yang dilakukan.

Mengapa semuanya salah?, karena memang kita juga kurang peduli soal perubahan pendidikan, yang penting sekolah lulus terus kerja. Memang wajar kalo manusia berbuat salah, tetapi kalo dibiarkan begitu saja, lantas siapa yang harus merubah itu semua? Tentunya mulai dari diri kita jangan nunggu orang lain gerak, percuma kalo ngeritik pemerintah kalau diri kita juga gak mau berubah. Lebih baik kita rubah dulu terlebih dahulu diri kita ya minimal pola pikir kita gitu, jangan terlalu pragmatis apalagi apatis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...