Kebutuhan pokok yang paling penting di dunia ini tentu saja makanan. Makanan menjadi penyambung kehidupan manusia, manusia mungkin bisa hidup tanpa rumah dan segala alat-alat lain, akan tetapi manusia belum tentu bisa hidup tanpa makanan. Manusia jika hidup tanpa makanan mungkin Ia akan mati kelaparan. Makanan ini memang terpisah pada diri manusia, namun bisa menjadi satu tubuh
Manusia dengan makanan itu merupakan sebuah mekanisme hidup. Tuhan telah menciptakan berbagai makanan agar manusia tidak bosan untuk makan dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Namun sayang sesuatu yang penting ini rupanya tidak lepas dari jeratan setan. Manusia memang bisa melepas apa yang pada dirinya kecuali makan, minum dan bernapas.
Makanan saat ini rupanya sudah di kontrol oleh seseorang yang entah siapa dialah yang penguasa global. Memang dalam isi makanan tidak ada cuci otaknya, namun itu bisa saja dilakukan dengan sebuah sistem sosial.
Kalau kita pikir-pikir coba bandingan dengan satu tahun yang lalu atau 10 tahun belakangan. Apakah ada perbedaan yang kontras? Tentu saja iya. Dari mulai harga, rasa maupun rupa semuanya berbeda sekali. Jika dulu mi instan itu adalah makanan mewah sekarang ini menjadi makanan anak-anak kost yang kelaparan. Atau sebaliknya dulu makanan untuk orang miskin sekarang disulap menjadi makanan mewah. Makanan yang dulunya menjadi kebutuhan pokok sekarang menjadi kebutuhan tersier.
Lalu di mana lingkaran setannya? Tentu saja kita dapat melihatnya dari sebuah sistem sosial yang utuh. Makanan tidak hanya menjadi sebuah kebutuhan, tetapi ia menjadi moda sistem perputaran hidup. Dimana makanan tidak hanya menjadi sesuatu yang sifatnya individu tetapi secara sosial. Memang kita perlu menghubungkan apa hubungan kita dengan keluarga dengan masyarakat dengan negara maupun dunia semua itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
Memang saat ini praktis memang saat ini makanan mudah didapat tidak harus repot-repot menanamnya. Sebenarnya disini lah kendali sosialnya atau kendali setannya. Dimana ini memang sebuah jeratan, manusia dibuat agar tidak mandiri menjadi manusia yang konsumtif. Mereka menciptakan sebuah prodak seakan-akan dibuat praktis tetapi justru malahan membuat kita terjerat.
Harga-harga makanan yang semakin mahal disini kita tidak berdaya, mau tidak mau memang kita harus membelinya meski mahal. Kalau tidak, mungkin kelaparan lebih baik kehilangan uang daripada kehilangan nyawa, uang bisa dicari tetapi nyawa tidak bisa. Sebagian besar makanan di dunia ini mungkin telah dikuasai oleh segelintir orang yang tujuannya untuk mencari keuntungan. Sebenarnya mereka tidak peduli dengan apa yang dijual entah itu baik atau tidak untuk kesehatan, yang terpenting dapat untung dan dapat uang.
Ini adalah sebuah lingkaran setan dalam makanan, kita tidak bisa keluar dari sistem tersebut. dibuat tidak berdaya agar selalu membeli prodak mereka. Jika dulu manusia hanya sekedar menancapkan kayu lalu tumbuh makanan, namun sekarang apa yang ditanam semuanya sudah disemen.
Sebuah perputaran produksi dimana bisnis yang awalnya penyedia kebutuhan masyarakat namun sekarang menjadi kendali sosial masyarakat. Memang sistem ini sengaja untuk diciptakan agar mereka bisa tetap berjaya dan mempertahankan kejayaan mereka.
Kita sebenarnya tidak bisa merdeka dalam memilih makanan, kita hanya makan dari apa yang disediakan oleh perusahaan. Memang bervariasi memang banyak, namun apakah diantara makanan itu ada yang menyehatkan? Tentu saja iya namun sangat sedikit jika adapun mahal yang murah tentunya tidak menyehatkan bagi tubuh dan kurang baik jika terus-terusan dikonsumsi. Manusia konsumsi makanannya tetap adalah sesuatu yang harus alamiah.
Lantas apakah kita bisa terlepas dari lingkaran setan ini? Memang agak sulit untuk menjawabnya. Jika jiwa-jiwa sosial telah luntur lantas manusia hanya mementingkan perutnya masing-masing, rasanya itu sangatlah sulit. Manusia bisa diadu domba sebenarnya dengan kontrol pangan ini. Memang perlu kesadaran kolektif yang benar-benar tersadarkan, namun entahlah hanya kuasa Tuhanlah yang bisa mengubah watak manusia.
Komentar
Posting Komentar