Langsung ke konten utama

Kesadaran palsu dalam dunia kerja

Ketika lulus yang terpikir oleh seorang pelajar adalah sebuah pekerjaan, sehebat apapun manusia dan sepintar apapun manusia maka orientasinya pasti kerja. Kerja tentu saja tujuannya adalah uang, memang wajar jika sudah bertahun-tahun kuliah maka ia juga tak sabar membuahkan hasil yakni dengan apa yang Ia kerjakan. 

Memang menjadi suatu hal yang melekat di muka bumi ini bahwa pendidikan itu untuk bekerja. Tanpa pendidikan manusia tidak akan tahu harus kerja apa, namun tanpa pekerjaan pun rasanya merupakan sesuatu hal yang sia-sia jika ilmu tidak membuahkan hasil seperti materil.

(Pixabay.com) 

Kesadaran palsu ini memang sering dipahami oleh masyarakat banyak dimana pekerjaan itu orientasinya adalah uang. Mereka bekerja tujuannya tentu saja untuk bertahan hidup dan mendapatkan penghidupan yang terus meningkat. Manusia itu tidak seperti hewan yang dimana ia hidup untuk memenuhi kebutuhan disaat itu dan merasa cukup dengan apa yang dikonsumsi.

Lalu dimana letak kesadaran palsunya? Mari kita lihat dengan seksama bahwa tujuan pendidikan untuk bekerja adalah salah dan bekerja untuk uang juga salah. Lalu salahnya dimana, disini karena tidak adanya saya kreatif dan berkembang. 

Kreatifitas manusia dalam bekerja akan mudah begitu saja hilang apabila tujuannya adalah uang. Seperti tadi yang sudah dijelaskan bahwa manusia bekerja, berharap mendapatkan penghidupan yang lebih dari sebelumnya. Padahal jika ingin mendapatkan penghasilan lebih tentu saja harus dibarengi dengan kemampuan kerja yang lebih pula. 

Dengan adanya motivasi untuk uang, ruang gerak manusia dalam berkreasi menjadi berkurang. Manusia dalam bekerja pasti selalu menghubungkannya dengan nilai guna. Mereka bekerja pasti tujuannya untuk uang, bukan yang lain. Jadi sebenarnya bukan manusia lah yang bekerja tetapi yang lah yang bekerja. Karena manusia tidak akan bekerja tanpa adanya uang, secara tidak langsung uang lah yang memerintah manusia untuk bekerja. Meski manusia pun juga bekerja, pekerjaan utama tetap saja adalah uang bukanlah manusia itu sendiri. 

Ruang gerak manusia pada akhirnya stagnan di situ-situ saja, karena dengan adanya uang manusia tidak bisa bebas dalam berkresi. Mereka diatur dan dihegemoni oleh para pemilik modal, siapa yang kaya maka ialah yang berkuasa. Dengan mau-maunya manusia mau diatur-atur oleh uang. Memang mentalnya sudah terbentuk seperti ini, jadi mau bagaimana lagi. 

Lalu apa arti sebuah pekerjaan jika tujuannya untuk uang, rela diatur-atur dan dikendalikan oleh uang. Uang seakan menjadi Tuhan kedua, menjadi pengharapan, tempat mengadu, dan kepasrahan diri. Kesadaran palsu yang dimana uang menjadi pengendali hidupnya, rela bekerja siang malam hanya demi uang. 

Uang memang sudah menjadi siklus hidup manusia, dimana itu menjadi sebuah rantai dalam hidupnya selain alam. Pada awalnya manusia memang bergantung pada alam sekitarnya, namun seiring berjalannya waktu alam menjadi terpisahkan dengan manusia, yang dulunya manusia bekerja langsung mendapatkan hasil seperti bertani, mancing, dan berburu langsung mendapatkan hasil namun kini uang menjadi pengganti apa yang dihasilkan dulu. 

Lalu sebenarnya saat bekerja yang benar-benar dibutuhkan uang atau apa yang dibeli. Ya tentu saja apa yang dibeli, untuk apa ada uang jika tidak ada yang dibeli. Saat ini memang banyak hal yang tidak bisa digantikan, hanya uang lah yang bisa entah dimasa depan apakah uang masih tetap eksis. 

Kesadaran palsu yang sering muncul yakni menganggap bahwa semakin rajin bekerja maka akan semakin banyak uang yang akan terkumpul, semakin banyak uang terkumpul maka banyak hal yang dapat dibeli semakin banyak yang dibeli maka semakin banyak kesenangan yang di dapat. Pemahaman seperti ini memang sudah umum di mata masyarakat, padahal ini adalah sebuah kesalahan. Karena mau malas atau rajin hasilnya tetap sama. Mereka yang rajin bekerja maka waktunya akan tersita dan kesehatan pun berkurang, dan akhirnya ada biaya harus dikeluarkan juga. 

Jia bekerja itu untuk uang maka tidak akan bermanfaat pekerjaan tersebut,tidak maksimal dan menjadi tidak menyenangkan. Bekerja semestinya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi tetapi juga ada nilai sosialnya, yang dimana tujuannya menjadi manusia yang tulus dan bermanfaat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...