Melihat manusia dari segi permukaan dan materialis memang lah mudah untuk di nilai. Cantik, jelek, hitam, putih, tinggi, pendek dan lainnya semuanya dapat dilihat secara materil. Namun apakah manusia itu dilihat hanya secara fisik apakah Ia seperti benda. Lalu bagaimana manusia menilai dirinya dan menilai diri orang lain.
Hal yang sulit untuk menilai manusia adalah sisi imateril yang tak tampak meski sebenarnya perwujudannya ada, namun apakah yang terwujud Itu memang benar-benar pancaran dari dalam atau itu hanyalah sebua tujuan politis. Pikiran dan perasaan manusia mana bisa ditebak. Seseorang konyol yang ingin dimengerti, Ia marah karena tidak ada yang mau mengerti padahal Ia tidak pernah mengungkapkan apa yang dirasa. Ia memaksa orang lain untuk memahaminya, namun bagaimana orang lain bisa paham jika tidak ada komunikasi secara mulut. Berharap Ia bisa menggunakan kontak batin padahal dirinyalah yang tidak memiliki otak.
![]() |
(Pixabay.com) |
Dalam menilai manusia, bisakah kita menilai hanya dari fisik, perilaku dan apapun itu yang nampak. Perasaan yang tersembunyi dari dalam, mana mungkin dapat terdeteksi. Keterbatasan manusia dalam memahami seseorang sering disalah persepsikan, menghasilkan persangkaan buruk yang tak berdasar, atau persangkaan baik padahal Ia adalah penjahat.
Sebuah hati memang sulitlah untuk dilihat, Ia ada namun tak terjama oleh indra. Ia mungkin saja berada di dimensi yang lain, memang ada namun karena perbedaan dimensi sehingga sulit untuk dipelajari. Bagaimana kita memahami orang lain sedangkan apa yang dilihat bisa saja hal yang keliru.
Orang awam yang selalu merasa dirinya paling benar, Ia merasa bahwa penglihatan dan pendengaranya tidaklah salah. Namun sebuah pikiran dapatlah dimanipulasi, alat indanya bisa aja benar namun penarannyalah bisa saja salah. Sebuah peristiwa, akan dipandang secara beragam ada yang berpendapat seperti ini dan seperti itu, semuanya berpendapat namun belum ada yang bisa mencapai puncak kepastian.
Bagaimana aku mencari sebuah cinta sedangkan aku tak tahu siapa yang mencintaiku. Bisakah aku mencintai seseorang padahal aku belum tahu apakah Ia benar-benar mencinta. Sepasang kekasih yang berjalan bersama, bisa saja memiliki perasaan yang berbeda yang satu tulus dan yang satu modus.
Akan menjadi sesuatu hal yang menarik jika manusia memiliki kemampuan telekinesis, dimana mampu memahami apa yang ada dalam hati seseorang. Tidak perlu menebak-nebak apakah Ia baik atau tidak, manusia jadi tidak akan tertipu oleh penampilan fisik. Ia bisa menilai isi harinya secara langsung tanpa harus melihat fisiknya terlebih dahulu.
Namun tetaplah sebuah ketetapan Tuhan, jika Tuhan tak menguzinkannya maka manusia tak kan bisa berbuat apa-apa. Tinggal mencari hikmahnya dibalik ketersembunyian hai, bukanlah hal yang mesti dipusingkan atau menyalahkan.
Lalu apa jadinya jika manusia mampu mendengarkan kata hati orang lain, mungkin riuhnya suara di udara tidak akan mampu terbendung. Pikiran kita tak akan mampu menghentikan bisingnya perasaan, suara mulut memang bisa ditutup namun suara hati mana bisa ditutupi. Bahkan suara hati lebih tajam dibandingkan mulut yang berbicara, dan dunia pun akan menjadi kacau.
Perasaan memiliki bahasanya tersendiri yang tak bisa dituliskan oleh sebuah bahasa. Ada sesuatu yang dirasa namun tak dapat diucapkan oleh kata-kata, itulah bahasan dalam sebuah perasaan. Ia hanya dapat dipahami oleh mereka yang paham akan hatinya sendiri, namun terkadang hati pun sulit untuk dipahami oleh diri sendiri.
Lalu bagaimana menyambungkan dua hati yang terpisah. Sebuah keajaiban dari perasaan dimana Ia kan terhubung pada saat waktunya telah tiba, meski ruang telah memisahkan namun waktu akan menyatukannya. Memang tidak hanya cukup mengandalkan ketersambuangan hati, kelurusan antara tindakan dan perasaan meskilah harus selaras. Tindakan yang tak selaras dengan hati hanya menyiksa diri, tak memberikan arti apapun.
Komentar
Posting Komentar