Langsung ke konten utama

Hidup Itu Harus Penuh Keraguan

Setiap manusia tentu memiliki sebuah keyakinannya masing-masing namun hanya sedikit yang menuju pada puncak sebuah kebenaran. Hal ini dikarenakan kepuasan terhadap kebenaran yang ia anut sehingga enggan untuk mencari yang lainnya. 

Antara orang biasa dengan orang cerdas yakni orang cerdas memahami sesuatu dengan berbagai sudut pandang, tidak hanya menggunakan sudut pandang pribadinya namun juga dari sudut pandang orang lain. Selain itu juga orang cerdas itu memang selalu keliru. Keliru dengan apa yang diyakininya meski orang lain menganggap dirinya itu benar, namun ia merasa ada saja yang kurang dengan apa yang dianggap benar. 

(Pixabay.com)

Memang banyak orang yang menganggap bahwa kekeliruan merupakan sesuatu yang tidak baik. Mereka yang menganggap bahwa hal keliru itu menjadikan dirinya tidak menentu, mau bergerak ragu tidak bergerak apa lagi. Memang benar terlalu banyak berpikir pada akhirnya hanya menimbulkan keraguan saja, apalagi mereka yang terlalu berpikiran secara berlebihan. Menganggap bahwa pikirannya itu adalah nyata dan menganggap dunia tidak sepemikiran dengan dirinya. Hal ini tentu saja haruslah dihindari baik realita maupun idealitas harus tetap beriringan. 

Kebanyakan hanya orang-orang cerdas saja yang memiliki keraguan positif. Berbeda dengan keraguan negatif yang sering dialami oleh banyak masyarakat dimana mereka ragu tanpa alasan yang jelas. Berbeda dengan orang yang cerdas, mereka ragu bukan karena takut tetapi mengetahui dan menyadari ada sesuatu yang kurang atau salah. Tentunya ini harus dengan analisis yang pasti, tidak sembarangan seperti orang yang menuduh atau menfitnah. 

Dibalik sebuah keraguan pasti akan memunculkan ilmu yang baru dengan cara yang baru pula. Seorang ahli agama yang berkutat pada kitab saja tidak akan berkembang ilmunya, karena tanpa adanya keraguan ilmu tidak akan berkembang. Memang benar jika kitab itu kalam Tuhan, akan tetapi jika kalam Tuhan dipahami secara normatif saja maka ilmu tidak akan berkembang. 

Ragu itu sebenarnya perlu, untuk memastikan bahwa apa yang dipahami selama ini adalah benar. Namun ketika bertolak belakang memang mau tidak mau harus meyakini hal baru tersebut. Karena kita tidak mungkin mempercayai sesuatu yang jelas-jelas salah, itu sama saja menjebak diri sendiri. 

Keraguan berarti mencari kesalahan dari apa yang dilihat atau fenomena yang dilihat tetapi mencari apa yang kurang dan apa yang harus diperbaiki, berbeda dengan orang yang mencari-cari kesalahan seseorang. Memang dalam menyampaikan sebuah kebenaran baru ini sangatlah berat, apa lagi mereka yang fanatik dengan kebenaran yang sudah lama di anut. Jelas-jelas akan menimbulkan sebuah konflik, namun memang jalannya seperti itu. Penyampaian sesuatu yang baru itu memang harus diiringi dengan konflik, hal ini wajar karena ketidak sepahaman dan ketidak tahuan mereka. Namun seiring berjalannya waktu lama-lama orang akan paham tentang kebenaran baru tersebut dan mulai meninggalkan kebenaran yang lama. 

Dalam perjalanan hidup, keraguan itu memang haruslah hadir, selalu mempertanyakan segala hal yang dianggap biasa oleh diri kita, padahal bisa jadi banyak fenomena biasa justru akan luar biasa jika dengan cara pandang yang berbeda dan pertanyaan yang kritis. Semua fenomena di dunia ini bukanlah sesuatu kebetulan dan dianggap biasa, sesuatu yang luar biasa bisa saja dari hal yang sederhana. 

Obrolan yang garing tentang pembicaraan kehidupan sehari-hari mestilah dipertanyakan, mengapa seperti ini dan mengapa seperti itu pasti ada hal baru yang akan kita temukan. Manusia seumur hidupnya dituntut untuk belajar, namun tidak seperti belajar yang hanya sekedar transfer ilmu saja tetapi atas dasar keraguan. Lalu memunculkan sebuah pertanyaan hingga akhirnya menemukan sesuatu yang baru dimana itu tidak disadari oleh banyak orang. 

Inilah keraguan yang positif dimana Ia menemukan apa yang kurang dan apa yang belum diketahui. Lalu menemukan ilmu baru dan memperbaiki apa yang kurang atau yang salah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...