Sering kita mendengarkan sebuah nasehat yang menyatakan bahwa, untuk apa mengurusi hidup orang lain kalau mengurusi hidup orang saja tidak becus. Memangnya siapa yang mengurusi, hanya sekedar mengomentari dianggapnya mengatur hidup orang lain.
Yang namanya hidup itu tidak lepas dari keterkaitan sosial. Memangnya adakah manusia di dunia ini yang sanggup hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, jika adapun itu sangatlah sulit dan jarang terjadi. hidup itu memang tidak lepas dari diurus dan mengurusi.
Bukan berarti menjadi manusia yang ketergantungan pada orang lain. Hidup kita memang dipengaruhi oleh orang lain. Ada satu sisi dimana kita butuh orang lain, ada satu sisi kita memang bisa melakukannya sendiri, dan satu sisi kita juga menjadi orang yang mandiri. Semua rangkaian komponen yang saling terhubung keterhubungan sehingga membuat sebuah jaringan.
Manusia itu hanya diberi sedikit kemapuan dan di beri banyak kekurangan. Kita mungkin ahli dalam satu bidang dan bisa menolong orang lain hanya saja disisi lain kita juga menjadi orang yang banyak membutuhkan orang lain. Bahkan keahlian yang nisa kita lakukan pun itu perlu bantuan orang lain. Misalnya, seorang yang ahli dalam memasak, namun ia juga memerlukan alat masak dan bahan makanan. Semuanya itu tidak mungkin dilakukan oleh sendirian, Ia butuh pengrajin yang memproduksi alat masak, petani dan peternak yang memproduksi bahan makanan, listrik, gas dan air itu semua energi yang dibutuhkan. Dalam satu pekerjaan, ada berbagai macam proses kerja di dalamnya.
Seorang yang sombong, tak suka dinasehati marasa dirinya benar dan tidak mau diurusi. Padahal ketika lahir Ia amatlah rentan dan membutuhkan orang lain. Pantaskah kita sombong dengan mengatakan kita tidak butuh orang lain, dan sebaliknya pantaskah kita menggantungkan hidup pada orang lain.
Sebuah kemudahan di zaman sekarang dimana sebuah teknologi membuat segala aktivitas semakin mudah, cepat dan praktis. Namun menjadi sebuah dilema dimana semakin lama teknologi itu berkembang, semakin banyak jenis barang yang ada, maka semakin banyak barang yang diperlukan. Semakin banyak yang diperlukan, maka diri kita akan semakin ketergantungan.
Sebuah pemisahan antara manusia dengan alamnya, bahkan tidak hanya manusia hewan pun juga berperilaku sama, semakin jauh makhluk itu dari alamnya maka semakin banyak pula jenis binatang yang akan punah. Manusia bisa saja menjadi spesies terakhir di muka bumi, karena ia menciptakan lalu beradaptasi sedangkan spesies lainnya tidak sanggup jauh dari alamnya.
Ini menjadi sebuah dilema sebenarnya, apakah kita harus benar-benar mandiri atau harus ketergantungan pada orang lain. Seorang yang antara memilih determinisme atau eksistensialis memiliki cara pandangnya masing-masing, seorang yang seorang yang beranggapan bahwa takdir itu sudah ditentukan atau takdir itu tergantung diri kita.
Manusia itu lemah, Ia selalu membutuhkan manusia lainnya, bahkan seorang tokoh dunia pun tak dapat menjadi manusia yang berpengaruh jika tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Seseorang yang hebat, Ia memang mampu berdiri dengan kakinya namun tetap saja Ia bisa berdiri karena adanya sebuah pijakan.
Apakah lemahnya manusia adalah sebuah kutukan dari Tuhan atau sebaliknya, manusia itu memiliki kekuatan super hanya saja Tuhan menyembunyikan potensi tersebut, karena jika diungkapkan mungkin manusia akan mengacau. Dalam kondisi lemah pun manusia masih bisa bersikap sombong, apalagi jika diberi kekuatan super mungkin Ia bukan menolong justru malah menindas. Seorang yang telah mandiri, bisa saja Ia menjadi manusia yang sombong atau bisa juga Ia menjadi manusia yang senang membantu.
Idealnya memang ketika manusia itu diberi kelebihan Ia akan membantu yang lemah, namun apakah itu bisa terjadi. Nafsu yang tak dapat ditaklukan, maka Ia akan menaklukan yang lainnya dan mereka yang dapat menaklukan nafsunya dapat menjadi seorang yang menata dunia menjadi lebih baik.
Komentar
Posting Komentar