Mungkin banyak perempuan yang tidak sadar mengenai kondisinya saat kita ini. Kondisi yang seakan normal dan dianggap biasa saja, namun sebetulnya salah. Salah dalam artian memang ada ketidakadilan yang tentu akan mengganggu kejiwaan perempuan. Mungkin bukannya perempuan tidak sadar namun mereka tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya, karena ada banyak tekanan yang akan dialaminya.
![]() |
(Pixabay.com) |
Ragu, takut, insecure, gengsi, over thinking adalah hal yang sering dialami oleh perempuan. Secara sederhananya misalnya dalam pemilihan pakaian. Perempuan tentu akan dipusingkan dengan mode pakaian dan make up. Di acara manapun pasti yang repot soal penampilan adalah perempuan. Menurut saya ini bukanlah sifat alamiah seorang perempuan, tetapi ini memang bentukan sosial. Coba saja kita buktikan, mereka (perempuan) berpenampilan menarik tentu bukan atas keinginannya sendiri namun Ia takut terlihat tidak menarik di hadapan banyak orang.
Pandangan sosial kita memang selalu memandang bahwa wanita itu harus tampil cantik, feminim, anggun dan enak dilihat agar banyak mata yang melirik. Berbeda dengan laki-laki tidak terlalu ditekankan dalam hal penampilan, yang terpenting bagi seorang laki-laki adalah memiliki pekerjaan yang tetap. Bukan hanya tekanan sekitar saja yang menekan tetapi juga media sosial dan iklan turut menekan juga.
Kita lihat saja di media sosial, banyak orang-orang yang tampil cantik dan menarik sehingga banyak yang menyukainya. Ini tentunya akan menimbulkan rasa iri pada perempuan lainnya, jika tak mampu menyainginya maka yang terjadi adalah muncul rasa ketidakpercayaan diri. Menganggap diri adalah pribadi yang kurang menarik di mata banyak orang. Banyak dari kalangan perempuan yang terjebak dalam persoalan fisik.
Fisik menjadi fokus utama bagi banyak perempuan sehingga menganggap bahwa cantik adalah hal yang di idam-idamkan oleh banyak perempuan. Hal ini juga di dukung oleh teknologi seperti filter, dimana alat ini bisa membuat wajah semakin cantik. Namun tetap saja cantik disini hanya sebatas di media sosial bukan kehidupan nyata.
Saat ini kita jarang sekali melihat seorang perempuan yang tampil apa adanya tanpa make up maupun filter. Mereka menjadi ketergantungan dengan alat tersebut, tanpa make up dan filter kepercayaan diri mereka akan menurun. Karena dalam diri mereka sudah tertanam dalam dirinya bahwa Ia harus tampil menarik dan ini akan membuat mereka semakin percaya diri di mata publik.
Selain masalah fisik, komunikasi perempuan juga ternyata menjadi sebuah masalah. Perempuan itu memiliki sifat pemalu, entah itu karena gengsi atau takut salah. Kita mungkin sering mendengar perkataan bahwa perempuan itu selalu benar. Memang perkataan ini terlihat benar, namun hal ini sebenarnya dilakukan untuk menutupi rasa takut salah.
Takut salahnya perempuan timbul lagi-lagi karena tekanan sosial. Banyak ternyata tuntutan-tuntutan yang yang dihadapkan kepada perempuan, tuntutan ini selalu memaksa agar mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Jadi ketika mereka melakukan kesalahan maka itu dianggap fatal bagi mereka. Ketika mereka membantah, maka bantahan tersebut tentu tidak akan didengar oleh mereka tatapi justru malah dianggap salah.
Sebetulnya mereka mengakui dan tahu apabila mereka salah tetap saja salah, tetapi karena kondisi sosial yang menganggap bahwa salah itu bukan sesuatu yang wajar. Sehingga mereka selalu mencari cara bagaimana agar mengelak dari kesalahan. Padahal sejatinya manusia itu tidak luput dari kesalahan dan lupa baik itu laki-laki maupun perempuan.
Gengsi merupakan salah satu perilaku yang dimiliki oleh perempuan. Dimana gengsi itu adalah rasa menginginkan sesuatu namun karena ada suatu alasan sehingga Ia tidak mau melakukannya. Misalnya dalam hal percintaan, banyak perempuan yang gengsi karena suka namun Ia tidak mau mengakuinya. Hal ini entah karena malu, ditertawakan atau orang yang disukainya tidak menyukainya.
Pikiran perempuan memang selalu dihantui oleh berbagai pikiran yang tidak jelas. Memikirkan sesuatu secara berlebihan padahal hal tersebut belum tentu terjadi. Sehingga pada akhirnya menimbulkan over thinking. Pikiran menjadi bingung apa yang harus diucapkan antara pikiran dengan perkataan selalu tidak sejalan. Mereka (perempuan) selalu menyesal dengan apa yang mereka ucapkan, karena selalu tidak sejalan dan tidak sesuai harapan.
Banyak ternyata di dunia ini perempuan-perempuan tidak menikmati kehidupannya, karena mereka menjalani hidup bukan atas dasar keinginannya namun karena tekanan sosial. Mereka ditekan lalu tekanan itu disampaikan kepada perempuan lainnya sehingga membentuk suatu pemikiran yang sama dan tidak bisa terbantahkan. Perilaku ini akan terus tumbuh dan tertanam secara turun temurun, lalu membentuk stigma bagi para perempuan.
Saat ini perempuan masih tidak bebas dalam menentukan pilihannya, karena di punggungnya ada beban orang tua, mertua dan suaminya. Mereka tidak tahu harus kemana mereka mengungkapkan perasaan dan pikirannya, sedangkan perempuan lainnya juga mengalami kondisi yang sama. Kemudian ini dibuat menjadi kebiasaan yang dianggap normal atau dinormalisasi, meski ini tak nyaman dan harus terbiasa dibawah tekanan.
Ternyata mengubah budaya dan pikiran perempuan lebih sulit ketimbang mengubah aturan perundang-undangan. Akan percuma saja jika ada kesetaraan hak dalam undang-undang namun pikiran dan budaya lama(patriarki) masih membelenggu. Ini menjadi sebuah PR bahwa feminisme itu tidak hanya sekedar mengubah aturan saja tetapi juga mengubah pola pikir juga.
Komentar
Posting Komentar