Langsung ke konten utama

Kebutuhan Simbol

Kebutuhan simbol adalah kebutuhan yang dibutuhkan oleh seseorang agar citranya baik di hadapan banyak orang. Fenomena ini memang sering kita lihat di jagat media sosial. Banyak yang membeli segala barang demi mencitrakan dirinya. 

Saat ini menampilkan citra diri bukan hanya sekedar gaya, tetapi juga sebagai kebutuhan diri. Ingin dikagumi oleh orang lain dan mendapat banyak like di media sosial. Pujian menjadi sesuatu yang melebihi kebutuhan lainnya bahkan banyak yang rela berhutang demi tampil baik di depan media sosial. 

(Istockphoto.com)

Saat ini sudah banyak wisata-wisata yang menampilkan spot foto yang menarik. Masyarakat saat ini tidak terlalu memperhatikan apakah liburan itu menghilangkan stress atau tidak, yang terpenting ada spot foto yang bagus dan menarik. Acara-acara penting seperti lamaran, pernikahan, ulang tahun dan perayaan lainnya harus terlihat menarik agar di foto terlihat bagus. Kebutuhan simbol menjadi peluang bisnis baru, dimana sudah banyak para pengusaha kecil yang membuat usaha bucket yang terbuat dari makanan ringan atau uang, boneka, hiasan foto dan semacamnya.

Saat ini kebutuhan yang sifatnya material sudah berubah menjadi kebutuhan simbol. Dimana kebutuhan untuk dipuji dan di akui orang lain itu lebih penting ketimbang kebutuhan material. Tidak memperhatikan apakah suatu barang itu memiliki teknologi canggih atau tidak yang terpenting barang itu adalah barang yang branded. 

Kebutuhan simbol memang tidak memperhatikan suatu kebutuhan dari segi material tetapi dari segi simbolnya. Makanan, pakaian, dan tempat bukan hanya dilihat sebagai kebutuhan material tetapi juga harus memiliki nilai simbol atau estetika. Dimana makanan dan pakaian itu harus terlihat menarik saat di foto. 

Menampilkan citra diri memang akan menjadikan diri kita yang percaya diri, berkarisma, berkarakter, pencapaian diri, bahkan bisa memotivasi banyak orang. Tetapi perlu digaris bawahi, jangan sampai citra itu hanya terlihat di media sosial saja, citra itu seharusnya bisa terbawa di dunia nyata, karena sejatinya diri kita itu ada di dunia nyata.

Menampilkan citra diri sebetulnya sah-sah saja selama bisa mengukur kemampuan diri terutama dalam hal finansial. Yang paling penting jangan menampilkan citra kita yang bukan diri kita sesungguhnya, apalagi hanya demi untuk viral dan populer. Di saat ini memang banyak yang cepat terkenal hanya saja karena tidak memiliki kualitas sehingga mudah sekali hilang popularitasnya itu. 

Kebutuhan simbol juga ada sisi negatifnya. Dimana kebutuhan simbol ini hanya memperhatikan sesuatu dari sisi penampilan saja, tetapi mengabaikan dari sisi manfaatnya. Minum kopi mahal di kafe memang memiliki kualitas kopi yang berkualitas dan punya nilai plus tempat yang keren, namun dari sisi manfaatnya tidak jauh bedanya dengan kopi biasa. 

Bagi orang yang tidak paham akan gaya mungkin tidak akan paham untuk apa bayar mahal-mahal demi secangkir kopi, apa bedanya dengan kopi biasa lebih baik membeli sesuai dengan kebutuhan saja. Orang seperti ini memang tidak paham akan kebutuhan simbol, cenderung memperhatikan dari sisi material. Tetapi walaupun dikatakan udik lebih baik berpikiran seperti ini, karena tidak harus memusingkan gaya dan pujian orang lain, yang terpenting masih bisa makan. 

Bagi yang senang menampilkan citra diri juga perlu sadar. Jangan sampai kebutuhan simbol ini dianggap penting ketimbang kebutuhan material dan jangan sampai lupa bahwa ada kebutuhan-kebutuhan lainnya yang lebih penting untuk diperhatikan. 

Makanan yang sehat jauh lebih baik di pilih dari pada membeli makanan yang mahal namun tidak jelas sehat atau tidaknya. Apa yang kita makan mau apapun itu tetap saja akan menjadi kotoran.  Foto yang kita tampilkan tetap saja hanya sebatas like, belum tentu orang benar-benar menyukainya.

Dari pada menghambur-hamburkan uang hanya demi gaya, lebih diberikan kepada orang yang tidak mampu. Bukankan memberi juga mendapat pujian dari orang lain bahkan lebih bermanfaat ketimbang dipuji di media sosial. Akan tetapi lebih baiknya berbagi itu tujuannya bukan karena pujian tetapi memang ikhlas untuk memberi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...