Langsung ke konten utama

Modernitas dan Rasa Kemanusiaan

Akhir-akhir ini banyak yang merasa tidak bahagia dengan hidupnya, padahal hidup dengan bergelimang harta, populer dan memiliki wajah yang rupawan. Tetapi ternyata tidak membuat manusia puas rasanya. Dengan kemudahan teknologi ini semestinya membuat kita menjadi bersyukur, tidak seperti masa-masa zaman dulu dimana hidup terasa sulit. 



Lalu, apa yang memuat manusia tidak merasa bahagia dengan itu semua, padahal hiburan dimana-mana bisa terjangkau dengan mudah seperti game, bioskop, mall, traveling, semuanya tersedia lengkap. Di era modern ini ternyata banyak yang sudah berada di titik kejenuhannya, jenuh dengan segara teknologi yang ada. Bagi masyarakat desa yang tak tahu apa-apa tentang teknologi, justru hidupnya tentram aman dan damai. 

Jika bertanya pada diri kita, lalu apa yang membuat diri kita bahagia. Apakah dengan adanya suatu kemajuan akan mensejahterakan dan membahagiakan. Rupanya tidak juga, karena apa yang dilihat saat ini, itu hanyalah sebuah nikmat material sedangkan nikmat dari segi spiritual seakan sudah pudar dengan sebuah teknologi. 

Dengan teknologi, hidup manusia menjadi masing masing, mereka hanya mementingkan kehidupannya sendiri-sendiri. Rasa kebersamaan dalam bermasyarakat kini sudah mulai tergantikan dengan media sosial apalagi dengan adanya metaverse tentu akan membuat masyarakat semakin individualistis. 

Budaya sapa menyapa sudah jarang dilakukan, kini hanya ada orang yang menunduk sambil menatap layar smartphone. Mereka yang saling bertemu di dalam sebuah tongkrongan, kini hanya asik memainkan smartphonenya, entah itu chattan dengan orang lain, main game ataupun upload media sosial. Di media sosial memang terlihat akrab, namun di dunia nyata serasa asing dengan yang lainnya. Pantas saja hidup di era modern terutama diperkotaan rasanya hambar, semuanya serba Individualistis. 

Bagi orang-orang yang hidup di masa tahun 2000 ke bawah, tentu akan masih merasakan sebuah keceriaan yang alami. Bermain bola lalu setelah itu makan sambil menatap hamparan sawah yang hijau menyegarkan, lalu main lagi sampai sore. Tak perlu menghubungi lewat smartphone jika ingin saling bertemu, karena mereka sudah tahu kapan waktunya untuk bertemu. Keseruan bermain game memang tak seindah bermain bola di lapang bersama dengan kawan dan keindahan sosial media pun tak sebanding hamparan sawah yang nyata. 

Ternyata era modern tidak bisa menggantikan indahnya di masa lalu. Meskipun susah namun selalu memberikan kesan yang indah di hati.  Apalagi masih adanya rasa kebersamaan dengan keluarga dan tetangga. Selalu saling berbagi dan berbaur dengan sesama tanpa harus kenal dengan apa itu namanya media sosial. 

Hidup di desa memang tak semegah di kota, namun hidup di kota belum tentu semakmur di desa. Kini semuanya hanya sebuah kenangan, karena sudah banyak desa-desa di jadikan lahan pabrik. Anak-anak yang bermain bola dan bermain layang-layang, kini sudah jarang terlihat karena areal sawah sudah banyak dijadikan lahan pabrik. 

Ternyata, dengan adanya kemudahan teknologi lantas tidak bisa membuat manusia benar-benar bahagia. Banyak yang merasa tidak bahagian karena kesepian. Padahal teknologi tujuannya hanya untuk kemudahan, ternyata justru menghilangkan rasa kemanusiaan. Rasa kemanusiaan seperti moralitas, naluri dan perasaan tidak akan bisa tergantikan oleh kecerdasan buatan.

Dimasa yang akan datang apakah manusia akan masih tetap tersenyum bahagia, atau justru malah semakin sengsara. Mungkin Ia yang hidup di era 2000 ke atas akan merasakannya. Entah apakah nasib anak cucu kita apakah masih dikatakan beruntung. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...