Langsung ke konten utama

Benarkah Belajar Filsafat Itu Menyesatkan

Banyak yang beranggapan bahwa orang yang berfilsafat atau mempelajari filsafat itu sesat. Terlebih lagi anggapan ucapan ini banyak dilontarkan oleh kaum beragama. Mereka berasumsi bahwa orang yang berfilsafat itu haram hukumnya karena akan itu perbuatan kafir yang tidak mempercayai Tuhan. 

(Pixabay.com)

Pernyataan ini mungkin sedikit ada benarnya, karena memang ada kaum filsuf yang tidak percaya Tuhan. Tetapi bukan berarti semua orang yang berfilsafat itu sesat atau menyesatkan. Karena banyak dari kaum agamawan yang menggunakan filsafat untuk memperkuat agama dan ini memang banyak dilakukan oleh para ulama modern terutamanya. 

Tidak habis pikir jika ada yang menganggap filsafat itu membuat orang menjadi kafir atau atheis. Mungkin mereka pikirannya belum jauh sehingga apa-apa disebut haram, perbuatan yang tidak ada dalilnya pun juga disebut haram. 

Seorang yang menganggap filsafat itu sesat tentu Ia punya argumen mengapa menganggap bahwa filsafat itu menyesatkan. Karena mereka lebih percaya dengan akalnya ketimbang dengan Tuhan, bahkan menganggap Tuhan itu tidak da. Tetapi ternyata orang yang menganggap filsafat itu sesat sebetulnya secara tidak sadar mereka berfilsafat juga. Hal ini karena filsafat itu sejatinya ilmu berfikir, membahas sesuatu dengan dasar atau sumber. 

Filsafat sebetulnya bukan ilmu yang aneh-aneh seperti membahas hal yang tidak kasat mata saja. Filsafat juga banyak macamnya dan alirannya. Memang ada aliran filsafat yang menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada dan mengatakan bahwa alam ini terjadi secara kebetulan, tetapi juga ada filsafat yang berpendapat bahwa tuhan itu memang ada dan alam ini adalah penciptaanya. 

Jadi, jika ada yang mengatakan filsafat itu sesat, coba jelaskan mengapa filsafat itu menyesatkan, sesat menurutnya itu seperti apa, dan aliran mana filsafat yang menyesatkan. Di dunia ini sebetulnya tidak ada yang tidak berfilsafat, kecuali orang gila. Tetapi berfilsafat di setiap orang tentu berbeda-beda tergantung dari ilmu pengetahuannya dan pemahamannya. Namun secara jelas orang yang berfilsafat itu orang yang berfikir, memiliki tujuan dan alasan.

Wajar saja jika menganggap filsafat itu sesat, karena memang filsafat tidak diajarkan di sekolah apalagi di desa. Filsafat memang banyak di ajarkan di dunia perkuliahan, karena memang cara berfikir filsafat agak berbeda dengan berpikir biasa. Memang sudah tadi sebutkan semua orang bisa berfilsafat, dengan syarat pemikirannya harus mendalam dan sistematis. 

Filsafat sebetulnya sudah banyak berjasa dalam kehidupan kita. Tanpa filsafat mungkin kita tidak ada namanya sains dan ilmu-ilmu lainnya. Hal ini bisa terjadi karena filsafat memang induknya dari segala ilmu, tanpa filsafat semua ilmu yang di dunia ini tidak akan terkonsep dengan baik dan benar. 

Filsafat memang hanya diajarkan di dunia perkuliahan saka atau di komunitas tertentu. Hal ini karena memang filsafat ini hanya bisa dipahami bagi mereka yang terpelajar dan memiliki kapasitas keilmuan yang mempuni. Tidak harus menjadi seorang mahasiswa jika harus memahami filsafat, karema filsafat itu kembali kepada diri kita, maukah kita berfikir secara mendalam. 

Sebetulnya berfikir filsafat itu tidaklah serumit apa yang dipikirkan oleh orang awam, yang terpenting kalau tata cara berfikirnya benar tentu tidak akan menyesatkan. Justru orang yang tidak pernah berfilsafat itu akan menyesatkan. Mereka akan mudah menyalahkan tanpa ada alasan yang kuat hany karena terpancing oleh omongan orang lain.

Adapun ciri dari orang yang sudah bisa berfilsafat, yaitu mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh omongan orang lain, mereka akan selalu mencari tahunya sendiri tentang kebenaran tersebut. Orang yang berfilsafat akan meyakini apabila hal terebut memang memiliki landasan yang kuat dan masuk akal. 

Jadi perlukah kita ragu dalam mempelajari filsafat. Padahal filsafat itu sejatinya untuk mencari jalan kebenaran bukan untuk menyesatkan. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...