Langsung ke konten utama

Nasib Perempuan Setelah Lulus di Dunia Pendidikan

Pada masa sekarang ini pendidikan untuk laki-laki dam perempuan mungkin bisa dikatakan sudah setara. Bahkan, perempuan saat ini sudah banyak yang menyaingi dan melebihi kemampuan laki-laki. Di dalam kelas misalnya tentu yang selalu mendapatkan nilai tinggi dan rangking pertama adalah perempuan, jarang sekali kita melihat seorang laki-laki unggul dalam dunia akademik.

Di kampus saja perempuan selalu unggul dalam masalah nilai apalagi masalah rajin dalam mengerjakan tugas, berbeda dengan laki-laki yang santai dan malas dalam mengerjakan tugas. Ini memang membuktikan bahwa di kampus pun perempuan bisa mengungguli pria. 


Meskipun perempuan unggul di dalam dunia akademisi, lantas mengapa di dalam dunia pekerjaan perempuan sedikit yang bekerja di ranah publik. Kebanyakan di dunia pekerjaan memang lebih banyak di kuasai oleh laki-laki, terkecuali dalam ranah pendidikan perempuan mungkin sudah seimbang dengan laki-laki dalam hal kuantitas. 

Tentu kita menjadi bertanya-tanya, mengapa para perempuan yang dulu unggul di dunia akademik itu justru mereka jarang lanjut untuk bekerja. Kebanyakan memang perempuan ketika lulus sekolah atau kuliah, mereka lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Apalagi jika suaminya sudah punya pekerjaan yang layak kemudian menyuruh istrinya untuk mengurus rumah. Cita-cita yang dulu ingin dicapai mungkin harus di kubur dalam-dalam karena keadaan. 

Sebagian kaum perempuan yang belum menikah atau ekonomi suaminya kurang, maun tidak mau mereka harus mencari pekerjaan. Pendidikan tinggi dengan nilai yang tinggi ternyata tidak menjamin pekerjaan yang baik, tetap saja baik Ia lulusan SMA maupun S1 bekerja di sektor yang sama, yakni menjadi buruh pabrik. 

Kebanyakan dari mereka mungkin akan bekerja di sektor pabrik, karena peluang menjadi buruh pabrik sangatlah besar. Tetapi tetap saja menjadi buruh pabrik ini bukan keinginannya, hal ini karena memang kebutuhan ekonomi. Karena menganggap bahwa pendidikan di kuliah dirasa cukup sehingga mereka mau tidak mau harus bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarga. 

Ditambah lagi dengan beban pekerjaan di rumah. Delapan jam dihabiskan untuk bekerja dan sisanya mengerjakan pekerjaan rumah. Ini tentu akan me. buat perempuan memiliki beban kerja yang berlebih. Bandingkan dengan kaum laki-laki ketika Ia pulang bekerja maka Ia bisa langsung beristirahat.

Selain menjadi buruh pabrik banyak juga kaum perempuan yang bekerja keluar negeri untuk menjadi TKW. Memang gaji menjadi seorang TKW itu besar namun resikonya juga besar. Resikonya bukan hanya jauh dari keluarga, tetapi juga jam kerjanya memang melebihi jam kerja seorang buruh pabrik. Tidak sedikit seorang TKW yang mengalami kekerasan dan pada saat pulang kampung tiba-tiba bercerai karena merasa batinnya tidak terpenuhi. 

Di saat ini pekerjaan-pekerjaan bagi kaum perempuan memang sudah banyak, namun apakah pekerjaan tersebut bisa dikatakan layak. Kebanyakan mereka bekerja hanya menjadi buruh kasar, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak pun dirasa masih sedikit. 

Pekerjaan-pekerjaan saat ini memang masih banyak yang berpihak kepada laki-laki. Keberpihakan kepada laki-laki ini bukan tanpa alasan. Laki-laki memang tidak punya hambatan seperti masa haid dan hamil, sehingga dalam proses bekerjanya mereka tidak terhambat. Selain itu perempuan dibebankan oleh urusan rumah dan mengurus anak. Hal ini tentu akan membuat karir seorang wanita menjadi terhambat. 

Semestinya bukan hanya kesempatan bekerja saja yang dibuka, tetapi keberpihakan kepada perempuan juga dirasa penting untuk dilakukan. Karena jika kita lihat, keterbukaan pekerjaan ini sifatnya bebas tidak melihat jenis kelaminnya, sehingga yang terjadi adalah persaingan yang tidak seimbang. Oleh karena ini perlu adanya sistem dalam mengkomposisikan antara jumlah pekerja laki-laki dan perempuan agar persaingan menjadi adil. 

Seorang perempuan seakan tidak memiliki kesempatan untuk meraih cita-citanya. Ketika mereka lulus dan berumah tangga mereka selalu dibebankan oleh pekerjaan domestik. Jika dilihat mungkin permasalahan bukan karena kesempatan kerja, tetapi karena kurangnya kerja sama dalam bidang domestik. Ini mungkin menjadi PR bagi kita semua, dimana seharusnya laki-laki bisa sadar dan mampu berkontribusi di bidang domestik. Dengan terjalinnya kerjasama antar keduanya tentu akan memberikan kesempatan perempuan untuk meraih cita-citanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...