Langsung ke konten utama

Benarkah Rezeki Akan Mengalir Ketika Menikah

Banyak yang percaya bahwa ketika menikah rezekinya akan melimpah. Hal ini karena adanya doktrin agama untuk menganjurkan orang agar menyegerakan menikah. Namun apakah benar jika menikah itu rezeki akan melimpah. Dimana ekonomi akan terjamin di saat menikah.

(Pixabay.com)

Jika menikah akan membuat rizki melimpah, lalu mengapa masih banyak yang cerai karena alasan ekonomi. Bukankah ini menjadi sesuatu yang kontradiktif atau bertentangan. Hal ini tentu kita perlu kaji ulang, apakah menikah bisa memperlancar rezeki.

Kita perlu tahu bahwa yang menyebabkan suatu rizki itu menjadi lancar, bukan karena menikahnya tetapi niat dan persiapannya. Jangan hanya termakan omongan jika rizki akan melimpah ketika menikah, sehingga yang terjadi timbul rasa malas dan dengan untuk bekerja untuk mencari nafkah.

Niat dalam menikah jangan diniatkan untuk mencari kenikmatannya saja, ikut-ikutan trend saja, iri dengan yang lain atau takut keburu tua. Tetapi niat dalam menikah itu harus tulus saling ridha lillahita'ala. Menikah itu bukanlah budaya tetapi ibadah, sehingga apa yang dilakukan harus sesuai dengan syariat. 

Terburu-buru dalam menikah juga tidak dianjurkan, apalagi alasannya karena nafsu. Menikah itu bukan hanya untuk meredam hawa nafsu saja, tetapi juga itu merupakan tanggung jawab. Jangan hanya siap enaknya saja tetapi juga harus siap yang tidak enaknya juga. Jangan berekspetasi tinggi jika setelah menikah akan membuat kita kaya. Menikah memang bisa menjadi sebab rizki itu dilancarkan, tetapi tetap saja harus ada ikhtiar untuk mencari nafkah.

Sebelum menikah tentu ada banyak yang harus dipersiapkan, terutama persiapan ilmu, mental,  akhlak dan kemapanan diri. Hal inilah yang akan menentukan nasib pernikahan kedepannya. Persiapan yang tidak matang akan membuat suatu pernikahan itu tidak berjalan langgeng. 

Selain mempersiapkan diri, perlu juga untuk menilai pasangan. Apakah pasangan yang kita pilih itu sudah siap atau belum dan juga apakah memiliki kapasitas diri, seperti punya bekal ilmu yang cukup, kesiapan mental, akhlak yang baik dan kemapanan diri. Mapan tidaklah harus memiliki mobil yang mewah, rumah dan aset lainnya, yang terpenting bisa mencukupi kehidupan rumah tangga. 

Jangan hanya melihat dari sisi fisik dan hartanya saja, tetapi akhlak dan keilmuannya juga harus diperhatikan. Jangan sampai kita salah pilih pasangan dan salah dalam menilai pasangan, bisa jadi pernikahan tersebut menjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan.

Apabila saat ini masih sendiri belum punya pasangan. Ini menjadi kesempatan kita untuk mempersiapkan diri agar ketika calon pasangan itu sudah ada, kita sudah siap untuk menerimanya. Selain itu kita juga harus siap menerima kekurangan pasangan, selama kekurangan itu tidak merusak keberlangsungan berkeluarga. 

Menikah juga hukumnya bisa mubah, haram, sunnah, makruh,  dan wajib. Tergantung dari situasi dan kondisinya. Maka dari itu sebelum menuju jenjang pernikahan, haru tahu terlebih dahulu seperti apa situasi dan kondisinya. 

Menikah itu tidak seperti ibadah lainnya yang memiliki jangka waktu tertentu. Biarpun agama memperbolehkan untuk bercerai, tetapi hal tersebut tidaklah dianjurkan. Perceraian hanya dilakukan pada saat pernikahan itu bisa merusak jika dilanjutkan. 

Jadi, jika rizki itu mengalir dengan lancar saat menikah, memang benar adanya. Namun juga harus dibarengi dengan persiapan yang matang, seperti persiapan mental, ilmu, akhlak,  kemapanan, pasangan yang siap dan baik, serta niat yang tulus. Dengan begitu, rizki akan mengalir dengan semestinya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...