Langsung ke konten utama

Dampak Buruk Normalisasi Sosial

Normalisasi sosial adalah proses sosial dimana ide dan tindakan menjadi terlihat normal dan menjadi diterima begitu saja dalam kehidupan seharu-hari. Bagi orang kemudian berkunjung lalu tinggal di suatu tempat mungkin akan merasa aneh dengan perilaku dan pemikiran pendudukan setempat. Namun lama kelamaan karena sudah berbaur dan terbiasa sehingga apa yang awalnya dianggap aneh menjadi hal yang normal. Sejak lahir mungkin kita diajarkan berbagai budaya sosial dilingkungan kita. Diajarkan oleh orang tua lalu diajarkan di sekolah kita. Pola pikir, sikap, dan perilaku kita itu terbentuk oleh normalisasi sosial. Mereka yang tidak skeptis mungkin menganggap hal ini biasa-biasa saja. 

(Pixabay.com)

Normalisasi sosial ini memang terlihat seperti alamiah namun sebetulnya ini tidaklah seperti demikian. Karena saat ini normalisasi sosial memang sengaja diciptakan untuk membungkam pikiran banyak orang. Normalisasi sosial bukan berarti tidak memiliki dampak buruk. Adapun dampak buruk dari normalisasi sosial ini membuat pikiran banyak orang menjadi seragam. Seragamnya pemikiran masyarakat ini ternyata membuat akal kita menjadi tidak berfungsi dengan semestinya. Akal kita hanya berpikir bahwa kebenaran itu tergantung dari suara terbanyak. Sehingga yang terjadi benar salah itu tergantung dari kuantitas bukan kualitas. Normalisasi sosial ini membuat kita tidak bisa berpikir secara fleksible dan benar, yang membuat akal kita tidak ingin berpikir kritis karena pikiran merasa terwakilkan, tinggal mengikuti pendapat orang banyak saja. Bukan berarti salah jika mengikuti pendapat mayoritas, namun jika kita menerimanya begitu saja itu adalah hal yang tidak tepat. 

Ini bukan hanya terjadi di lingkungan masyarakat saja, tetapi hal ini terjadi di dunia pendidikan baik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Karena pikiran kita sudah terstruktur sedemikian rupa, sehingga pada saat masuk ke jenjang perguruan tinggi pikiran mereka tidak berubah tidak bisa berpikir secara mandiri. Ketika kita lulus yang dipikirkan tentu bukan apa yang harus dirubah tetapi berusaha untuk mencari-cari pekerjaan. Pikiran kita sudar terstruktur bahwa ketika sudah lulus harus dapat pekerjaan agar punya uang. Jika kampus saja pikirannya sudah terstrukturalisasi seperti ini, lalu apa yang harus bisa kita rubah.

Selain pikiran dan perilaku yang stagnan, kesadaran diri pun juga mulai menghilang. Hilangnya kesadaran diri manusia tentu akan menghilangkan rasa kemanusiaan itu sendiri. Kerjasama, hubungan sosial yang erat, rasa kepedulian, dan bersikap baik kepada orang lain, itu semua hilang. Manusia menjadi pribadi yang individualis tidak mau tahu urusan luar, lalu pada akhirnya menormalkan suatu yang tidak benar. 

Normalisasi sosial ini kemudian membentuk hirarkis sosial. Dimana derajat masyarakat bisa dilihat dari kelebihan yang Ia miliki, baik itu dari segi hartanya, jabatannya, keturunannya, maupun pendidikannya. Mereka yang memiliki kelebihan tersebut akan dianggap wajar jika mereka berada di posisi teratas, sedangkan mereka orang yang tak punya akan selalu berada di posisi bawah. Kenormalan ini kemudian membentuk stigma bahwa orang yang dibawah akan terus dibawah dan yang di atas akan terus di atas. Struktur sosial ini akan tetap seperti ini selama pikiran manusia tidak berubah. Anehnya memang dianggap hal yang normal, adanya orang miskin dan kaya itu dianggap normal. Anggapannya ini adalah takdir dari Tuhan dimana tuhan yang mengatur rizki seseorang, padahal ini bisa jadi karena struktur sosial yang salah. 

Bagi kita yang sadar bahwa ada yang salah mengenai kehidupan sosial ini, memang tidak ada jalan lain selain melawan dan memberanikan diri bahwa kenormalan ini adalah sesuatu hal yang tidak wajar. Jangan sampai pikiran kita stagnan di situ saja hanya mengikuti apa kata orang, kita harus punya pendirian lalu merubah struktur sosial yang tidak benar. Pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk berpikir bebas dan memiliki jalan hidupnya masing-masing. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...