Langsung ke konten utama

Seni dalam Membentuk Karakter Diri

(Pixabay.com)

Saat manusia dilahirkan ke alam dunia, Ia lahir dalam keadaan nol atau belum memiliki karakter diri, seperti bahan yang mentah yang abstrak, belum tahu untuk apa bahan itu digunakan dan mau seperti apa bentuk yang diinginkan. Setiap manusia tentu memiliki potensi dalam dirinya. Potensi ini memang sudah tertanam dalam diri namun ada proses dalam membentuk karakter diri. 

Berbicara karakter diri, saya menganggap bahwa karakter manusia itu adalah sebuah karya seni yang tak ternilai. Ia tak berwujud namun bisa mewujudkan sesuatu. Dalam membentuk karakter diri yang bauk tentu tidak lah instan. Butuh usaha lebih dalam membentuknya. Karakter yang baik tentu dibentuk dengan cara baik pula. 

Pada dasarnya seni itu bebas nilai. Tidak ada aturan harus seperti ini dan seperti itu dan tidak boleh ada unsur politis dalam dirinya. Jika karakter itu tidak bebas nilai atau memiliki unsur politis, maka sejatinya Ia adalah manusia yang manipulatif dan selalu berpura-pura, taku untuk menunjukkan karakter dirinya. 

Seni adalah kebebasan. Kebebasan untuk membentuk karakter diri, setiap orang bebas dengan caranya masing-masing untuk membentuk karakter dirinya. Mau seperti ini, seperti itu, terserah apa maunya yang terpenting itu adalah diri yang orisinil bukan tiruan. 

Seni adalah ekspresi diri. Mengungkapkan apa yang ada dalam diri dan melepaskan apa yang terkungkung dalam diri. Ia bebas untuk menunjukkan dirinya kepada khalayak ramai, tidak mesti harus disukai banyak orang.  

Manusia itu adalah seni dan memang benar-benar seni, maha karya seni yang diciptakan oleh tuhan. Karakter diri itu adalah seni, bahannya adalah jiwa dan raga, alatnya hati dan akal, polanya adalah harapan, keterampilan adalah cara yang dilakukan dan bentuknya adalah tujuan akhir.

Jiwa dan raga adalah bahan dasar untuk membentuk karakter diri. Jiwa dan raga adalah entitas yang berbeda namun satu. Ia bisa saja terpisah dan busa saja menyatu. Raga tergantung apa yang ada dalam jiwa. Jiwa adalah ini dan raga adalah ekspresi, ia seperti software dan hardware, berbeda namun satu kesatuan. 

Harapan adalah pola seninya. Tanpa pola maka kita tidak tahu apa yang harus dibentuk. Pola merupakan gambaran masa depan dan tujuan masa depan. Walaupun pola ini belum tentu sesuai dengan hasil, namun bukan berarti Ia adalah hal yang sia-sia, karena tanpa adanya pola tentu tidak akan ada yang mau dibentuk. 

Hati dan akal adalah alat untuk memahat karakter diri. Semakin baik alatnya maka semakin semakin baik dalam membentuk karakternya. Untuk mendapatkan hati yang bersih dan akal yang jernih maka kita perlu melepas hati dan akal dari kenikmatan dunia, karena dunia membuat lalai dan menghambat kita dalam membentuk karakter yang baik. 

Keterampilan adalah sesuatu yang perlu dimiliki untuk dapat membentuk karakter diri. Seni karakter diri yang baik itu tergantung dari keterampilannya, setiap orang tentu memiliki caranya masing-masing dalam membentuk karakter tersebut. Semakin terampil, maka semakin elok hasil yang didapat. Bukan hanya terampil namun juga perlu sebuah keuletan dan kesabaran dalam melakukannya. Pahat demi pahat semakin lama, maka akan terlihat rupanya. Mencoba dan terus mencoba adalah kunci utama untuk meraih kesuksesan dalam membentuk karakter diri.

Untuk hasil akhirnya adalah sebuah rupa, bentuk, dan tekstur yang elok untuk dilihat. Jika semua elemen seperti bahan, alat, pola dan keterampilan itu baik dan benar dalam membentuknya. Maka keinginan untuk mendapatkan karakter diri yang digunakan. Karakter yang berakhlak mulia dan merupakan karya seni terindah dan tak ternilai. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...