Langsung ke konten utama

Generasi Copy Paste

Mengenai copy paste ini tentunya kita sudah tahu siapa pelakunya, yakni mahasiswa. Mahasiswa saat ini memang banyak melakukan copy paste untuk mengerjakan tugasnya. Alasannya beragam, ada karena tidak paham materi, cepat, praktis, tidak diperiksa dosen dan semacamnya. Walaupun alasannya beragam, tetap saja itu hal yang tidak baik. 

Mungkin saya tidak akan menjelaskan mengenai tindakan copy paste ini tetapi saya akan menulis mengenai sikap, perilaku dan pola pikir orang copy paste. Seperti yang sudah kita ketahui copy paste adalah meniru hasil orang lain atau bisa disebut plagiasi. 

Pola pikir copy paste ini muncul karena kita dididik dengan cara copy paste juga. Dimana pelajaran yamg kita pelajari hasil dari copy paste juga, tanpa ada nalar kritisnya yang penting tersampaikan kepada murid lalu sudah begitu saja, tanpa ada nalar kritis. Kita juga tidak diajarkan untuk berpikir kritis, karena disekolah kita diajar kan untuk nurut jangan membantah, karena yang berbeda adalah salah. Seperti itu pola pikir yang diajarkan sehingga yang terjadi pola pikir bangsa ini adalah pola pikir copy paste.


Orang yang memiliki pola pikir copy paste tidak memiliki nalar kritis. Yang ia tahu meniru tanpa menganalisa dan memfilter. Ia tidak peduli hal tersenut baik atau buruk yang terpenting jika kelihatannya bagus maka ditiru. Perilaku ini sebenarnya tidak baik untuk ditiru, karena Ia tidak punya pendirian. Ia hanya mengikuti apa kata orang lain, tanpa melihat dampak yang ditimbulkan. 

Pola pikir semacam ini banyak ditiru oleh banyak orang lain. Coba saja lihat di tiktok atau instagram, setiap ada yang viral pasti banyak yang menirunya. Alasannya karena ingin viral juga dan mendapat like dari banyak orang atau hanya seru-seruan saja, padahal itu tetap saja itu bukan hal yang baik. 

Pola pikir copy paste juga tidak memiliki kreatifitas yang tinggi. Bagaimana Ia bisa kreatif sedangkan yang bisa dilakukan hanya meniru kreatifitas orang lain. Dari sini bisa terlihat bahwa Ia lemah dalam menciptakan hal yang baru. Ia hanya bisa meniru karya orang lain tanpa ada modifikasi atau tambahan. Kita lihat saja generasi sekarang, dimana banyak yang memiliki suara bagus hanya saja sedikit dari mereka yang memiliki lagu atau menciptakan lagu sendiri. Kebanyakan hanya bisa mengcover lagu, yang terpenting viral dan populer, padahal tidak bertahan lama. 

Pada akhirnya generasi saat ini hanya bisa mengikuti perubahan zaman, namun tidak bisa merubah zaman. Ia hanya melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain, menikmati teknologi-teknologi yang ada tanpa berpikir untuk ada teknologi itu diciptakan. Sehingga yang terjadi manusia copy paste tidak bisa berbuat apa-apa, Ia tidak punya peran penting, Ia tidak mampu berkontribusi lebih terhadap peradaban.

Ini memang sudah menjadi budaya dan kebiasaan. Budaya ini memang banyak dilakukan oleh negara berkembang, Ia terlalu terlena dengan keadaan sampai-sampai tidak sadar bahwa orang Ia akan diperbudak oleh kreatifitas orang lain. Ia tidak bisa mandiri untuk melakukan sesuatu, terlalu ketergantungan terhadap ide orang lain sehingga Ia tidak mampu berbuat apa-apa.

Jika ini terus dilakukan secara terus menerus, maka yang terjadi Ia akan kehilangan Identitas diri. Ia tidak punya prinsip yang kuat, Ia hanya bisa meniru yang lain dan kemudian berganti-ganti lagi, seperti seorang bunglon yang selalu berubah-ubah warna. Terbawa arus tren mode, tanpa melihat kecocokan dalam pribadi diri sendiri.

Manusia sejatinya makhluk yang unik setiap orang memiliki keunikannya masing-masing. Maka dari itu, berhentilah melakukan tindakan copy paste. Carilah originalitas masing-masing, tidak apa-apa jika tidak ada yang suka, yang terpenting bis menjadi-diri sendiri.

Kita jangan sampai menjadi manusia-manusia copy paste yang tidak punya kreatifitas dan tidak bisa berkontribusi dalam perubahan dunia. Orang yang hebat bukan orang yang hanya bisa meniru orang lain tetapi Ia juga mampu melakukan sesuatu hal yang baru.

Yang bis kit lakukan saat ini yakni belajar dengan sungguh-sungguh tanpa harus disuruh kemudian mempelajari budaya baru lalu dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Berani melawan dan berani tampil beda adalah hal yang bisa dilakukan, percuma jika menuntut pendidikan di negeri ini, Ia anti kritik Ia hanya mengikuti atasannya saja. Tanpa melihat realitas yang ada. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...