Langsung ke konten utama

Fase dalam Memandang Dunia

Ketika kita lahir di alam dunia, kita memang belum diperlihatkan dunia secara jelas. Pada usia awal bulan bayi baru bisa melihat objek dari jarak 20-40 cm. Pada usia ini, bayi lebih senang melihat warna yang kontras, atau warna-warna dengan memiliki perbedaan yang mencolok.

Kemudian pada usia 2-4 bulan bayi sudah mulai jelas melihat perbedaan warna. Bayi mungkin sudah senang melihat benda berwarna primer, seperti merah, biru, atau kuning, dan benda dengan desain atau detail yang lebih rumit. Dan sampai usia 1 tahun bayi sudah bisa melihat dengan jelas. Bahkan bayi sudah mampu mengenali orang yang sudah dikenalnya dari kejauhan.

Dimasa awal kita kenal dunia oleh orang tua dengan berbagai interaksinya dengan kita. Lalu ketika kita sudah bisa melangkah untuk berjalan, kita sudah bisa mandiri untuk mencari hal baru, mengenalinya dan memahaminya secara sederhana. Kemudian pengetahuan itu berkembang terus berkembang, hingga akhirnya banyak informasi yang masuk kedalam otak.


Sebelum memasuki usia remaja kita senang untuk meniru-niru apa yang kita lihat. Berimajinasi seakan-akan kita menjadi orang yang kita lihat. Dinia anak memang meniru apa yang dilihat, tidak punya penilaian apakah itu baik atau tidak, cocok atau tidak cocok. Cara pandang kita saat anak-anak yakni hanya sebatas melihat saja

Pada saat memasuki remaja, kita sudah mengenal apa namanya cinta. Suka sama lawan jenis, tidak berpikir tentang jangka panjang. Pada masa ini memang masa-masa yang menyenangkan. Banyak hal yang kita senangi seperti bersenang-senang dengan teman, pacar atau juga mengidolakan seseorang. Pada intinya cara pandang kita dimasa remaja adalah bersenang-senang. Selagi muda manfaatkanlah untuk bersenang-senang. 

Kemudian ketika memasuki usia dewasa muda, kita mulai mencari jati diri kita. Mana yang sekiranya penting dan mananya tidak penting, . Saat masa ini kita memandang dunia bahwa, dunia ternyata tidak seindah apa yang dialami masa remaja, cinta bukan lagi hal yang utama. Dimasa awal dewasa ini kita harus realistis, karena banyak tuntutan hidup. Pada fase ini hidup memang terasa berat, karena ini adalah awal kita untuk mulai terlepas dari orang tua, kemudian berjalan sendiri menyusuri dunia.

Yang bisa kita andalkan di saat-saat seperti ini adalah diri kita sendiri, berusaha mandiri dan tidak ketergantungan oleh orang lain. Banyak waktu yang kita habiskan untuk mencari uang, rela jauh dari keluarga, mengorbankan kesehata dan kebahagiaan hanya demi untuk mempertahankan hidup. Ditambah lagi persaingan yang semakin ketat, pekerjaan yang melelahkan, ditambah lagi sering kena marah. Kita merasa bahwa dunia ini tidak berpihak pada kita. andai saja bisa pergi ke masa lalu, karena masa dewasa tidaklah menyenangkan. 

Dibalik kesulitan maka akan ada kemudahan. Kemudian setelah lolos dimasa krisis, kemudian kita ke fase dewasa. Pada fase ini ekonomi sudah stabil dan pikiran tidak terlalu banyak memusingkan dunia. Saat memandang dunia, dimana kita seharusnya berperan lebih, berkontribusi dalam perubahan dunia. Tidak hanya mengemis soal uang dan pekerjaan namun bisa memberikan keduanya. Disinilah puncak kejayaan kita di dunia. Keluarga yang shaleh, ekonomi yang stabil dan karir yang cemerlang. Semuanya telah didapatkan.

Setelah kita di atas puncak yang tertinggi, di saat-saat terakhir kita mungkin harus turun gunung. Saatnya kita memandang bahwa, dunia ini tidak seindah dulu. Menyerahkan dunia kepada kaum muda untuk meneruskan generasi. Saatnya bersantai, tidak lagi banyak memikirkan dunia, bersantai dan menatap ke depan (kematian).

Memang seperti itu lah dunia kita hanya meminjamnya untuk sesaat dan mengembalikannya kepada yang punya. Yang bisa kita lakukan adalah memanfaatkannya sebaik mungkin, tidak terlena oleh kenikmatan dunia apalagi tertelan olehnya. Di fase tua ini mungkin ada yang menyesal dan ada yang bangga. Mengevaluasi catatan kehidupan kita, mengenang masa lalu dari mulai kecil, tumbuh dan tumbuh, jatuh lalu bangkit, kemudian berada di puncak kejayaan dan akhirnya melepasnya. Memang tidak semua bisa merasakan itu semua, karena yang mati di usia remaja atau dewasa. Yang terpenting adalah jangan lewatkan harimu dengan hal yang bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...