Langsung ke konten utama

Pemisahan Manusia dengan Alam

Sejak dulu kala dari zaman purba, manusia tidak dipisahkan dari alamnya. Namun karena saat ini kita telah memasuki era modern dimana manusia sudah tidak terikat dengan alamnya. Yang awalnya mereka sebagai petani yang membutuhkan lahan untuk digarap, kemudian sekarang berpindah sebagai pegawai kantoran yang jauh dari alamnya. 

Namun apakah benar jika manusia ini bisa terpisah dari alam, atau memang kita sengaja dipisahkan dari alamnya. Menurut saya manusia tidak bisa dipisahkan dari alamnya, Ia seperti ibu kita dan kita sebagai janinnya keluar dari perut ibunya lalu tumbuh hingga Ia siap terpisah dari Ibunya. Namun tetap saja yang namanya ibu tetaplah ibu, Ia tidak bisa terpisahkan dari dalam diri kita. Darah dagingnya mengalir dan melekat dalam diri kita, tanpanya kita tidak bis menjadi apa. 

(Pixabay.com)

Saat ini memang manusia sengaja dipisahkan dari alamnya. Diangan-angani oleh uang seakan akan uang adalah ibu baru baginya. Padahal uang hanya selembar kertas yang sebetulnya tidak bisa memenuhi kebutuhan kita. Tanpa ada barang yang bisa dibeli uang hanyalah sampah yang berserakan. 

Manusia bodoh memang. Karena Ia dari desa, Ia menganggap bahwa di desa Ia hidupnya tidak akan sejahtera, padahal hidup desa bus saja makmur. Tergantung bagaimana mengelola dan mengambangkan potensinya demi kesejahteraan bersama. 

Dipisahkan manusia ini memang secara disengaja. Para petani yang menggantungkan hidupnya dari alam sekitar, yakni lahan garapannya untuk menumbuhkan berbagai macam tanaman untuk kehidupannya. Kini Ia harus terpisah dari tanahnya, dijual untuk lahan pabrik, lalu bekerja menjadi buruh pabrik. Ia menggantungkan hidupnya dari uang yang Ia dapatkan. Membeli berbagai macam makanan padahal dulu Ia bisa memproduksinya, saat ini Ia hanya mampu mengkonsumsinya saja. 


Manusia dipisahkan dari alamnya memang hal ini sengaja dilakukan demi tujuan korporasi. Ketika petani misalnya dipisahkan dari tanahnya, tinggal para korporat-korporat besar yang mengelola alam ini. Tujuannya menguasai alam tentu bukan untuk kemaslahatan, akan tetapi untuk kepentingan pribadi terutama bisnisnya yang kejam dan menyengsarakan masyarakat kecil. 

Para korporat lalu mengelola alam dengan semena-mena. Mereka memproduksi lalu menjualnya kepada kita, tujuannya ya tentu untuk bisnis. Kita dibuat candu akan hasil produksinya, seakan-akan kita tak butuh alam, padahal yang terjadi kita dipisahkan dari alam dan kita dibuat candu dengan hasil produksinya. 

Banyak sekali prodak-prodak yang diciptakan manusia yang sebetulnya kita tidak terlalu butuh dengan barang tersebut. Namun karena racun marketing dan tuntutan gaya hidup, sehingga manusia tergoda untuk membelinya bahkan menjadi para pecandu barang mereka.

Terpisahnya manusia dengan alamnya, membuat manusia tidak sadar bahwa menjaga alam itu sangatlah penting untuk dilakukan. Manusia menjadi egois dan tidak peduli terhadap kelestarian lingkungan. Manusia rela merusak alam demi kepuasan sesaat, yang mereka pedulikan hanyalah uang, seakan-akan uang menjadi sebuah solusi dalam memenuhi kebutuhan hidup. 

Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja, manusia tetap harus kembali kepada alamnya. Jangan sampai kesadaran bahwa pentingnya alam ini muncul ketika sudah terjadinya kiamat. Jika hal tersebut sudah terjadi, apa yang bisa kita lakukan. Mungkin hanya merengek dan menyesali atas perbuatan yang dilakukan.

Selagi alam ini masih ada mari kita kembali kepada alam, bukan hanya dibuat wisata saja. Tetapi kelestariannya juga tetap dijaga. Menjadi pribadi yang mandiri tidak ketergantungan dengan prodak para perusahaan. Menjadi manusia yang kreatif, inovatif, aktif dan produktif dalam mengelola alam ini. Dengan catatan pengelolaan yang ramah lingkungan, hal ini dilakukan tentunya demi kebaikan alam kita. Ketika alam ini baik maka diri kita pun akan menjadi baik pula, sehatnya alam sehatnya pula hidup kita. Kita harus menjaga alam ini, karena bumi ini lah tempat tinggal kita satu-satunya. Lestari alam ku jaya hidupku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...