![]() |
(pixabay.com) |
Mengenai kemiskinan di negeri ini pasti tidak akan habisnya untuk dibahas. Kemiskinan di negeri ini memang sulit dihilangkan, justru kemiskinan malah semakin merajalela. Ini menjadi pertanyaan bagi kita apakah memang kemiskinan ini tidak dapat diubah, dan apakah kemiskinan ini karena sebab masyarakatnya atau memang kita sengaja dimiskinkan.
Kita mungkin sering mengidentikan kemiskinan dengan kemalasan, namun apakah benar jika kemalasan itu merupakan faktor utama. Jika memang masyarakat di negeri ini adalah masyarakat malas, hingga saat ini tetap malas, mungkin hal tersebut bisa dibenarkan. Namun apakah semua masyarakat indonesia ini masyarakat yang malas. Mungkin kita harus mengkaji ulang tentang watak di negeri ini, apakah masyarakat kita benar-benar masyarakat yang malas.
Jika masyarakat di negeri ini adalah pemalas, lalu apakah buruh pabrik yang bekerja dari pagi sampai malam dikatakan pemalas, atau para petani yang mengurus tanamannya dari mulai pembibitan sampai panen bisa dikatakan pemalas, dan para nelayan yang yang berlayar dari malam lalu pulang mendapatkan sedikit tangkapan. Mereka padahal bekerja keras namun hasil yang didapat hanya segitu saja. Hasil yang dimiliki hanya cukup untuk sebulan, dan jangan yang sanggup untuk menabung.
Menurut saya masyarakat di negeri ini bukan masyarakat pemalas justru mereka adalah pekerja keras. Sebetulnya yang menjadi permasalahan di negeri ini adalah sistem atau struktur perekonomiannya. Dimana banyak terjadi ketidak adilan dimasyarakat terutama di struktur paling bawah. Dimana banyak terjadi pemerasan baik secara sadar maupun tidak sadar bagi kalangan buruh, petani, nelayan ataupun semacamnya. Hasil kerja keras mereka justru dinikmati oleh segelintir orang yang diatasnya. Jadi, kemiskinan itu bisa jadi bukan karena malas namun memang karena ada sistem yang tidak adil.
Kita seperi budak di negeri sendiri bekerja manjadi seorang buruh. Memang itu adalah pilihan yang terpaksa, saat ini di negeri ini melarang orang miskin menjadi kaya, karena jika irang kaya (investor) mengizinkan buruh, nelayan dan petani menjadi kaya, maka mereka tidak mendapatkan penghasilan lebih. Mereka kaya karena memeras kerja keras orang lian, bukan hasil kerja kerasnya sendiri.
Bukan hanya miskin secara harta, namun miskin secara mental, pikiran dan informasi. Dulu memang mental pribumi kita adalah mental pekerja keras, namun sekarang karena banyak yang terlena dengan teknologi sehingga lama-kelamaan masyarakat kita menjadi mental pemalas.
Mental pemalas ini muncul karena pikiran yang pragmatis, terlena dengan teknologi yang ada sehingga menganggap bahwa ide dan kreatifitas adalah milik bangsa lain, untuk apa menciptakan teknologi baru jika bangsa lain sudah menciptakan hal yang sama.
Pikiran-pikiran ini juga muncul karena informasi yang telah diterima oleh bangsa ini. Kit memang lebih banyak dicekoki oleh iklan dari pada sebuah ide dan gagasan. Sehingga yang muncul ada perilaku yang konsumtif, pikiran yang terkontaminasi oleh opini iklan-iklan produk kapitalis.
Dari pernyataan di atas, sudah jelas bahwa memang karakter bangsa ini sengaja digiring menjadi bangsa yang pemalas, tidak kreatif dan konsumtif. Kita sudah tahu bahwa negeri ini telah dijajah sudah lama dan dipaksa menjadi budaknya orang asing. Sampai saat ini tindakan tersebut masih berlaku, walaupun tanpa adanya kekerasan fisik namun dengan modus yang sama, yakni memeras keringat para pribumi.
Bukan hanya manusianya yang diperas, sumberdaya alamnya pun juga ikut diperas. Orang asing (investor) berbondong-bondong ke negeri ini hanya untuk memeras alam di negeri ini. Ia mengambil dengan alasan kesejahteraan, padahal itu hanya modus untuk menjadikan kita budak untuknya. Setelah diambil lalu diproses sehingga menjadi menjadi suatu prodak lalu dijual kepada negara kita sendiri. Secara tidak langsung kita menikmati hasil yang tidak sebanding dengan kerja keras kita.
Kita ini bangsa pekerja keras, namun kerja keras kita hanya dinikmati oleh orang lain. Negeri ini kaya akan sumber daya alam, namun sayang dinikmati oleh negeri lain. Lalu apakah kita bisa beralasan bahwa malas adalah faktor dari kemiskinan, justru itu adalah statement salah. Kita sudah ditipu oleh negara lain, sudah tahu ditipu namun masih diam pula, dengan alasan sudah terlanjur seperti ini. Ironis memang, kita tega membiarkan anak dan cucu kita sengsara di negeri sendiri.
Komentar
Posting Komentar