Langsung ke konten utama

Bekerja Kerja Dikerjai

Bekerja merupakan salah satu kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Dalam bekerja, setiap orang memiliki tujuannya masing-masing, ada yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup, berkarir dan bahkan hanya untuk mengisi kebosanan saja.

Saat ini banyak yang rela mengorbankan apapun demin mendapat pekerjaan. Rela mengorbankan waktu, kesehatan, dan bahkan kebahagiaan. Walaupun banyak yang tidak menyukai pekerjaannya, namun masih banyak yang tetap bertahan dalam pekerjaannya, khususnya bagi para karyawan. Hal ini karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(Pixabay.com)

Dalam logika bekerja, semakin keras usaha kita maka semakin banyak hasil yang didapat. Namun apakah seperti itu faktanya? Karyawan pabrik yang bekerja siang malam hany mendapatkan uang segitu saja, tidak mendapatkan bonus jika tidak lembur. Jangankan mendapatkan asuransi jiwa dan tunjangan, sakit sekali saja maka akan kena potong gaji.

Dari hasil kerja kerasnya para karyawan justru dinikmati oleh para bos. Bayangkan jika si bos punya karyawan seribu orang. Maka di setiap kerja kerasnya para pegawai maka si bos akan terkena cipratannya juga. Coba saja jika karyawan misalnya menghasilkan 50 unit barang perhari. Apabila per unit barang dihargai 5000 rupiah, maka ia hanya mendapatkan uang sebesar 250 ribu rupiah.

Sedangkan si bos bisa saja menjual barang tersebut 50000 per unit, itupun hanya satu karyawan. Lalu bagaimana jika ada seribu karyawan. Maka Ia bisa mendapatkan penghasilan 250 juta perhari. Tentunya hasil tersebut ada pemotongan untuk modal kembali. Namun tetap saja hasil yang didapat tetap aja jauh lebih besar si bos.

Ketika para pekerja mendapatkan hasil jerih payahnya. Kemudian mereka menghabiskan uangnya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti makan-makan, liburan, foya-foya, belanja sana sini dan hal lainnya. Setelah habisnya uang itu, lalu bekerja kembali untuk menghabiskannya lagi dan begitu seterusnya tanpa henti sampai tiba waktunya usia senja tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semu uang yang didapat tidak bersisa hanya penyesalan yang didapat.

Seperti inilah sistem bekerja kita bekerja kerja lalu dikerjai. Ini bukan candaan, tetapi emang ini adalah hal yang serius. Sering kali para karyawan mendapatkan rasa ketidak adilan apalagi dalam soal gaji dan waktu bekerja. Para karyawan dipaksa untuk lembur, hanya demi memenuhi target pemasaran. Ia tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak, yang terpenting adalah keuntungan. 

Sadar atau tidak, mungkin banyak karyawan sudah menyadari hal ini. Namun sayang, mereka mungkin tidak dapat memutus mata ranta ini, karena adanya kebutuhan yang mendesak apa lagi ditambah dengan daya saing antar sesama yang semakin ketat.

Memang sistem seperti ini dibuat dengan sengaja, baik dalam sektor pemerintah, pendidikan, pekerjaan, dan bahkan gaya hidup. Sistem ini sengaja dibuat agar tidak apa yang berontak, sejak kecil daam dunia pendidikan kita memang sudah diajarkan untuk menjadi budaknya para bos. Bicara saja sudah dilarang lagi mengkritik, harus nurut sama guru meskipun tidak tahu apa tujuannya. 

Ditambah lagi pemerintah yang lebih memilih para investor asing untuk mendirikan usahanya di negeri ini. Rela menghancurkan kebun warga hanya demi alasan membuka lapangan pekerjaan baru, padahal tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dari para investor.

Ketika para investor asing datang lalu membuka banyak pekerjaan apakah memberi kesejahteraan bagu masyarakat? Tentu saja tidak, tidak semua masyarakat punya skill pekerja. Yang bisa masuk bekerja tentunya yang punya ijazah dan pengalaman, terlebih lagi saingan semakin banyak. kita hanya dijadikan budak bagi para investor asing, digiring untuk diperas keringat kita dan dibuat tidak berdaya. 

Pada akhirnya kita memang dikerjai. Dikerjai oleh pemerintah, pendidikan dan perusahaan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...