Langsung ke konten utama

Hijrah Salah Kaprah

Tren hijrah saat ini menjadi hal yang populer dikalangan remaja muslim dan muslimah. Saat ini para remaja berbondong-bondong untuk hijrah, seperti melakukan kajian rutin, shalat jamah, rajin shalat, rajin ngaji bergaul dengan sesama hijrah dan tindakan-tindakan yang lainnya tentunya dengan tujuan untuk mendapatkan ridho dan kebaikan. 

(Pixabay.com)

Bisanya tren hijrah ini dilakukan oleh orang-orang yang dulunya berprilaku hedonis dan jauh dari ajaran agama. Hanya saja tren hijrah ini banyak dilakukan remaja yang notabennya bukan dari santri. Karena bukan berlatar belakang santri, sehingga ilmu yang didapat dari kajian-kajian di masjid. Memang ini adalah hal yang baik, dimana kalangan remaja sudah sadar bahwa agama adalah sesuatu hal yang penting. 

Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa kajian saja tidaklah cukup untuk merubah diri apalagi mengenai mindset kita terhadap pemahaman agama.  Karena memang banyak dari kalangan kita yang hijrah bukannya benar tetapi justru malah salah kaprah.

Niat dalam berhijrah pun sebetulnya patut untuk dipertanyakan. Apakah benar-benar niat ikhlas karen Allah SWT atau hanya sekedar trend ikut-ikutan saja. Pada awalnya semangat untuk beribadah, namun kemudian tiba-tiba menjadi malas kembali. Walaupun memang banyak remaja yang berhijrah, namun pada akhirnya berubah kembali kejalan yang salah lagi.

Hal ini terjadi karena, kekeliruan dalam memahami Islam dan tidak memiliki niat yang kuat dalam hati. Sehingga ditengah jalan tiba-tiba tidak mau melanjutkan perjalanan ke jalan yang benar lagi. Bukan hanya hal itu saja, memilih seorang guru juga dirasa penting. Karena banyak para remaja bukannya menjadi benar tetapi justru malah membenar-benarkan. 

Menafsirkan ayat dan hadis seenaknya saja, mengakunya berdasarkan dalil padahal hanya menyembunyikan kesalahan dibalik dalil. Ini justru bukannya membuat ajaran agama semestinya tentram tetapi justru malah semakin runyam. Dalil sebetulnya tidaklah salah, yang salah justru siapa yang memahaminya.

Maka dari itu, jelas bahwa dalam berhijrah tentunya kita harus memilah siapa yang kita dengar dan diapa yang menjadi panutan kita. Ketika salah dalam memilih guru maka kita juga akan salah pula.   Bimbingan seorang yang benar-benar ahlu di bidangnya tentu hal yang perlu dilakukan.

Dalam menuntut agama memang seharusnya bukan di kajian mingguan saja, tetapi juga perlu intens. Karena banyak hal yang perlu dipelajari dalam agama, bukan hanya saja bicara tentang akhlak dan kisah-kisah, tetapi juga harus mempelajari fiqih, tassawuf, kalam, bahasa dan lainnnya sehingga ilmu pengetahuan kita menjadi kaya.

Ketika memang kita tidak memiliki waktu yang cukup banyak, karena mungkin terbentur oleh keluarga dan pekerjaan. Maka yang bisa kita lakukan adalah niat, berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah, karena Ia lah yang memberi hidayah kepada semua hambanya. Karena ilmu yang kaya pun tidaklah akan menjadi bermanfaat jika Allah tidak meridhoinya. 

Karena memang pada faktanya banyak yang beragama namun Ia justru melakukan tindakan yang jauh dari agama. Ini tentu lebih parah dari pada orang yang hijrah namun ikut-ikutan. Seharusnya semakin orang berilmu, maka semakin lurus hidupnya dan semkin dekat dengan tuhan.

Ini juga menjadi kritik bagi para santri yang mondok namun ilmunya tidak dipraktikkan. Hanya disimpan didalam kitab, namun kehidupannya justru bisa saja lebih parah dibandingkan orang yang ingin berhijrah. Maka sejujurnya santri juga harus hijrah juga, namun memang sulit jika para santri itu hijrah, karena Ia merasa cukup dengan ilmu mondoknya, merasa tidak perlu belajar hal lain lagi.

Yang namanya berakhlak itu tidak memandang Ia berilmu atau tidak, berasal dari kalangan santri atau tidak. Yang pasti hijrah adalah merubah mindset dan hati kita hanya semata-mata karena Allah. Mempraktikan ilmu agama hanya karena Allah bukan hal yang lain. 

Wallahu A'lam Bisshawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...