Tidak habis-habisnya memang membahas mengenai feminisme. Memang kajian feminisme seperti gender, sosial dan semacamnya itu unik untuk di bahas. Meski kajiannya menarik namun sebenarnya ada beberapa poin yang mana bisa dikatakan bahwa pemikiran feminisme berserta pergerakannya itu terlalu monoton dan mangalami kemandekan.
1. Hanya berada di ranah kampus saja
Kebanyakan memang kajian mengani feminisme ini sering dibahas di kampus-kampus dan mungkin di sekolah pun juga dibahas meski jarang. Memang cocok rasanya jika pengkajian feminisme ini dibahas di kampus-kampus apalagi dunia kampus terkenal dengan kebebasan dan intelektualitasnya.
Namun jika kajiannya hanya berada di ranah kampus saja, dirasa itu kurang dan mestinya harus melebar lagi seperti ke masyarakat maupun sekolah-sekolah. Karena percuma saja sebenarnya jika hanya dikaji di kampus dan ilmunya disimpan begitu saja sehingga tidak dimanfaatkan dengan baik.
Bukankah yang namanya feminisme ini tidak mengenal umur tempat dan latar belakang. Aktivis feminis tentu jangan hanya mencerdaskan anak-anak kampus saja akan tetapi ibu-ibu rumah tangga, buruh perempuan, anak remaja pun juga harus memahami tentang ilmu tersebut. Tentu ini akan berdampak besar jika kajian ini bisa dipahami oleh khalayak ramai dimana tidak hanya di kampus saja.
2. hanya penuntutan kesetaraan hak
Banyak sekali kamu feminisme hanya sekedar penuntutan hak baik itu dalam taraf keluarga pekerjaan maupun ruang publik bahkan ia mungkin ingin dispesialkan ketimbang laki-laki. Sebenarnya penuntutan ini rasanya tidak akan pernah puas-puasnya bagi kaum feminisme.
Ketika ia diberi kesempatan kerja salah karena gajinya kecil dan ruang kerja tidak ramah bagi perempuan. Sehingga menuntut hak untuk ruang nyaman dan aman bagi kaum wanita.
Ia tidak sada bahwa kaum pria pun juga merasakan hal demikian ia baru teriak-teriak ketika ia berada di ranah publik. Apa yang dirasakan kaum wanita sebenarnya sama seperti apa yang dirasakan oleh kaum pria. Kaum feminisme sadar bahwa bekerja pun pasti ada resikonya dan jangan terlalu banyak menuntut jika memang ingin setara.
Mereka seperti kaum pemimpi yang berharap wanita bisa aman diruang kerja. Ingat kita ini hidup di era yang mana dianggap manusia saja sudah bersyukur. Ini sekarang kaum feminis ingin menuntut agar kaum perempuan dimuliakan di ruang kerja.
Memang tidak ada salahnya menuntut ruang nyaman dan aman bagi kaum perempuan dan itu dirasa penting. Namun untuk sekarang hanya tinggal memilih saja apakah ingin menjadi ibu rumah tangga dengan beban rumah atau ingin bekerja dengan segala kelelahannya. Tidak ada yang namanya ruang nyaman di dunia ini yang ada adalah pilihan yang penuh resiko.
3. Harus setara dengan laki-laki
Jadi ibu rumah tangga salah, jadi pekerja salah, sekolah salah segalanya salah. Padahal apada awalnya yang menyalahkan wanita tidak boleh bekerja dan semacamnya adalah masyarakat umum, namun sekarang adalah kaum feminisme sendiri.
Dalam artian yang mana kaum perempuan harus sama setara seperti laki-laki sehingga ia harus bekerja dan semacamnya. Padahal tidak semua wanita ingin bekerja dan lebih nyaman di rumah sehingga jangan sampai wanita yang tak mau bekerja dianggap wanita yang tak mau maju.
Mereka yang tak mau bekerja sadar bahwa bekerja itu bukan mensejahterakan perempuan justru itu membuat wanita semakin terbebani. Tentu kaum perempuan bisa merasakan bahwa pria bekerja memang seperti itu rasanya sangat melelahkan
4. kajiannya terlalu sempit dan subjektif
Ini memang yang sering terasa dimana kajian feminisme ini terlalu sempit dalam memahami sesuatu. Ia hanya membahas sisi keperempuanannya saja, perbedaannya antara laki-laki dan perempuan serta hubungan sosialnya. Entah sebenarnya kajian gender itu masuknya kepada cabang ilmu apa. Jika dikatakan bidang sosial pun juga tidak. Di bidang psikologis pun juga tidak meski sebenarnya kajiannya ada cakupan laki-laki dan perempuan.
Kajian tentang keperempuanan tentunya jangan hanya sekedar bicara secara sosial maupun kejiwaan akan tetapi juga perlu namanya mengkaji sejarah, antropologi, budaya, sains dan lain semacamnya. Kajian gender ini dirasa terlalu sempit, terlalu umum sekali pembahasannya serta kaku sebenarnya jika diterapkan.
Memang kajian feminisme atau gender ini pahamnya terlalu idealis serta tidak memperhatikan aspek-aspek lainnya. Seperti semisal mengkritik sistem marga yang dianggap patriarkis sehingga sistem marga ini harus dihilangkan. Ini tentu pemahaman yang kelir dan sempit seakan-akan sistem yang sudah lama dianggap salah dan harus dirubah. Ia tidak mengkaji sebetulnya dari aspek lain seperti antropologi yang mana bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
Kajian-kajian feminisme pun dirasa tidak memiliki pijakan yang kuat serta kurang mendasar apalagi yang sering dibahas adalah isu-isu luaran saja. Hanya mengkaji permasalahan dari sisi perempuan yang ditindas saja. Padahal tidak semua perempuan itu tertindas namun mengapa banyak sekali anggapan bahwa perempuan itu menjadi makhluk yang paling tertindas.
Perempuan dalam anggapannya selalu menjadi korban pelecehan seksual sedangkan laki-laki adalah pelaku kejahatannya. Namun jika bicara soal para perempuan yang menggoda dianggapnya salah pria. Jadi pemikirannya menjadi subjektif yang mana pria dimata wanita selalu salah dan wanita sesalah apapun selalu dibenarkan
Selain itu juga harus melihat realitas sekitar dimana aspek hidup itu tidak hanya sekedar hubungan gender saja. Akan tetapi politik ekonomi, sosial, budaya yang mana ia mungkin bisa berkaitan dengan gender akan tetapi pada kenyataannya itu bukanlah hal yang utama. Semisal wanita yang bekerja di pabrik bukan berarti ia sudah setara dengan pria akan tetapi ini murni karena kepentingan ekonomi politik.
5. tidak melihat sosial kelas perempuan dan perempuan mana yang dibela
Ini yang sering terlupakan dalam paham feminisme yakni perempuan mana yang dibela. Kaum feminisme biasanya membahas tentang perempuan secara umum saja seakan-akan semua perempuan itu sama. Apakah ia benar jika semua perempuan itu sama. Lantas mengapa banyak perempuan yang membanding-bandingkan dirinya dengan perempuan lain, ini tentunya. sesuatu hal yang kontradiktif.
Feminisme tentunya harus melihat perempuan dari sisi kelas-kelas bahwa ada perempuan kelas bawah kelas menengah dan kelas atas. Saat ini karen sudah banyak wanita yang berkarir sehingga bisa dikatakan perempuan pun memiliki kelasnya tersendiri.
Sebuah kesetaraan sebenarnya itu adalah hal yang mustahil untuk terwujud. Meski kaum feminis sudah berjuang untuk menyetarakan antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki akan tetapi tentu setelah satu kelas setara maka akan ada kelas sosial lainnya.
Kita tahu bahwa kelas sosial sesama perempuan dengan kelas sosial antar sesama laki-laki jelas-jelas berbeda jauh. Tidak menutup kemungkinan kelas sosial perempuan jauh lebih keras ketimbang laki-laki, apalagi kaum perempuan terkenal dengan pemilih dan membanding-bandingkan. Entah sebenarnya apakah kaum feminis sudah meneliti sampai ke taraf kelas sosial perempuan atau belum.
Jika kaum feminisme ingin membela perempuan sebenarnya harus jelas kira-kira perempuan mana yang akan dibela. Tentu tidak semua perempuan harus dibela dan yang jelas perempuan kelas bawah lah yang mestinya dibela. Jika permasalahannya wanita ditindas kaum laki-laki jelas jelas ia akan membela kaum perempuan namun jika kasusnya sesama perempuan juga lantas apakah didiamkan begitu saja atau harus membela salah satunya. Atau kasus terbalik misalnya kaum pria yang ditindas oleh perempuan apakah ia akan membela atau mengabaikannya begitu saja. Ini tentunya harus dipikirkan kira-kira siapa yang akan dibela
6. perempuan yang diranah publik apakah bisa membawa perubahan
Mungkin menjadi suatu kebanggaan bagi kaum perempuan ketika ia sudah bisa berjalan diranah publik seperti bekerja dan berpendidikan. Namun apakah itu saja sudah cukup? Bukankah hari ini banyak perempuan yang bekerja dan berpendidikan. Lantas mengapa masih banyak kaum feminisme yang menuntut. Apakah ruang publik yang tak aman? Memang yang namanya ruang publik itu keras jadi memang mau tidak mau harus bisa beradaptasi jika menciptakan sebuah sistem yang aman bagi perempuan tentu jangan hanya perempuannya saja tetapi secara menyeluruh.
Kaum perempuan yang berada di ranah publik meski sedikit sebenarnya apakah membawa perubahan uang signifikan. Sebenarnya jika dirasakan tidak demikian tidak ada bedanya ketika laki-laki bekerja namun entah kenapa ketika anita diranah publik justru kriminalitas semakin meningkat. Ini bukan masalah karena perempuan sebagai biang dari segala fitnah. Akan tetapi ketidaksiapan publik dalam menerima wanita diranah publik.
Sebelum wanita bekerja sebenarnya ruang publik yang ramah dan aman harus dipersiapkan. Jangan sampai dibiarkan begitu saja, ini seperti melepaskan seekor kambing di hutan belantara. Seakan-akan membebaskan namun justru malah menjebloskan dirinya ketempat berbahaya. Hasilnya bukannya terjadi sebuah kesejahteraan justru malah terjadi banyak tindak kriminal dimana-mana.
Kontribusi perempuan sebenarnya tidak ada hubungannya dengan perubahan sosial yang semakin signifikan. Yang berpengaruh tentu bukan gendernya akan tetapi pola pendidikan, pola pekerjaan, pola sosial budaya, ekonomi, politik dan semacamnya. Tidak bisa kita hanya mengandalkan kesejahteraan dalam persepektif gender saja. Ketika wanita menjadi pemimpin negara, apakah ia akan lebih baik dari laki-laki dalam memimpin? Tentu saja tidak. Ia bisa jadi lebih baik atau bahkan lebih baik. Semuanya bukan dipengaruhi gender tetapi tergantung dari kepribadiannya dan siapa yang mendukungnya.
Komentar
Posting Komentar