Entah mengapa masih bingung dengan sikap dan perilaku manusia saat ini. Terutama dalam persoalan nilai yang mana semuanya diukur oleh nilai pelajaran maupun nilai nominal. Keduanya seakan-akan adalah sesuatu hal yang penting bagi pelajar nilai itu penting sedangkan bagi pengusaha nilai nominal itu begitu penting.
Enyah mengapa banyak tersihir oleh hal tersebut, seakan-akan nilai-nilai lainnya sudah tida diperhatikan bahkan dianggap tak penting lagi. Pergeseran nilai dari satu nilai ke nilai yang lain memang merupakan sesuatu hal yang wajar.
Jika dulu manusia menganggap bahwa pertemanan itu penting namun sekarang game dan hiburan lainnya lebih penting. Jika dulu makanan yang penting kenyang namun sekarang bergeser yang penting nikmat. Memang tidak ada yang salah dalam pergeseran nilai ini namun perlu diperhatikan di setiap nilai pasti ada baik maupun buruknya.
Saya rasa dan mungkin banyak yang kita rasakan nilai-nilai kemanusiaan mungkin bukan berarti beralih akan tetapi telah bergeser. Jika dulu nilai kemanusiaan itu adalah sopan santun, sosialis, moralis dan semacamnya sekarang beralih kreatifitas dan kebebasan berekspresi. Jika dulu masyarakat harus berpakaian sopan namun sekarang beralih menjadi berpakaian bebas.
Pemaknaan nilai yang bebas ini mungkin akan menuai pro kontra apalagi bagi kalangan penganut nilai tradisi lama tentu nilai yang saat ini merupakan sebuah nilai yang buruk. Bagi pecinta kebebasan mungkin itu adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan karena dengan nilai kebebasan manusia bisa bebas berekspresi.
Entah di era yang akan datang, apakah akan muncul nilai baru yang mana menjadi sebuah antitesa dari nilai sebelumnya. Dimana menganggap bahwa kebebasan adalah sesuatu yang buruk, maka manusia bisa saja kembali ke nilai yang lama atau ke nilai yang baru.
Kemunculan nilai itu berasal dari kejenuhan. Tidak mungkin rasanya ada sebuah nilai yang bisa bertahan sampai ribuan tahuan justru yang terjadi nilai itu akan terpecah menjadi nilai-nilai tersendiri pada masing-masing kelompok. Bahkan dari satu kelompok maka akan memunculkan nilai yang lainnya.
Jika kita kembali kepada nilai berbasis angka, apakah ia adalah sesuatu yang mutlak. Tentu saja tidak, meski nilainya sama akan tetapi setiap orang tentu memiliki nilainya tersendiri pada sebuah nilai. Semisal seorang anak yang mendapatkan nilai yang sama dengan temannya mungkin terlihat sama padahal berbeda. Bisa saja yang satu mencontek dan yang satu hasil mencontek. Atau semisal orang kaya yang bersedekah dengan uang seratus ribu dengan orang miskin yang bersedekah dengan nominal yang sama tentu ini adalah sebuah nilai yang berbeda.
Nilai tidak bisa diukur oleh sesuatu apapun jika bisa diukur pun tentu nilai tersebut akan menjadi bias. Jadi jika bangka akan nilai yang berupa poin atau angka semua itu tiada arti. Uang, kecantikan, kekayaan, nilai akademik, jabatan itu semua adalah sebuah nilai yang nampak di kasat mata. Namun di balik itu semua apa arti dari kebanggaan tersebut.
Mungkin bagi mereka yang memuja nilai materil itu adalah sesuatu nilai yang kongkret. Namun bagi sang filosofis, "tidak" itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan itu adalah sebuah hegemoni yang mana menganggap itu adalah sesuatu yang perlu dicapai. Jadi memang benar bahwa dunia itu adalah ilusi. Ilusi dunia dimana itu terbentuk dari persepektif atau penilaian manusia itu sendiri terhadap sebuah benda. Emas, perak dan harta semacamnya sebenarnya itu adalah barang biasa saja, namun bagi mereka yang memanipulasi pikirannya bahwa itu adalah sesuatu yang berarti. Jika kita pikir-pikir logiskah jika kita lebih mementingkan harta ketimbang rasa kemanusiaan itu sendiri.
Berarti atau tidaknya sesuatu itu tergantung dari akhir dari sebuah kesadaran. Seseorang yang salah dalam menilai pasti akan ada penyesalan dan tidak akan pernah puas pada dirinya sedangkan yang bahagia pasti akan selalu bersyukur.
Komentar
Posting Komentar