Langsung ke konten utama

Feminisme Hanyalah Antitesa

Sebuah gerakan feminisme karena adanya budaya patriarki yang mana sebuah budaya dan pemikiran yang menyudutkan kaum perempuan. Feminisme kemudian muncul dalam sebuah gerakan untuk menyuarakan aspirasi perempuan yang merasa terbungkam, menuntut keadilan bagi perempuan, kesetaraan gender serta terpenuhinya hak-hak perempuan.

Bicara kesetaraan berarti itu adalah persamaan yang mana perempuan ingin sama seperti apa yang dimiliki pria, seperti bekerja, berpendidikan, dihargai dan lain semacamnya. Intinya sebuah kesetaraan gender menuntut bahwa pria dan wanita itu sama di mata sosial. 

Namun ketika antara laki-laki dengan perempuan itu sama dan sudah setara lantas apakah itu membawa sebuah perubahan. Sebenarnya memang feminisme itu membawa perubahan terutama bagi kaum perempuan. Namun apakah sebuah perubahan tersebut bisa mempengaruhi secara menyeluruh? Tentunya tidak. 

Ketika perempuan dan laki-laki sudah setara belum tentu terjadi sebuah perubahan. Jika kita lihat saat ini banyak perempuan yang ada diranah publik. Lantas apakah mereka melakukan perubahan, tetap saja perilakunya tidak berbeda ketika pria menjabat. 

Feminisme itu hanyalah sebuah antitesa yang berarti ia adalah sebuah gerakan untuk melawan atau menghilangkan sebuah patriarki. Ketika patriarki itu hilang maka ia hanya menggeser saja sistem sosial. Jika bicara setelah itu maksudnya setelah setara lantas apa yang akan dilakukan. Tentu saja tidak ada, karena tujuan dari feminisme adalah melawan patriarki bukan membawa sesuatu yang baru.

Feminisme berharap ketika perempuan bisa masuk keranah publik diharapkan bisa membawa kesejahteraan. Sebenarnya tidak juga yang namanya sebuah kinerja itu tidak dilihat dari apa gendernya. Memang ada sedikit perbedaan antara kinerja laki-laki dan perempuan namun saya rasa hadirnya perempuan diranah publik lantas tidak membuat dunia sejahtera. 

Feminisme tidak melihat bahwa ketika laki-laki dan perempuan itu sudah setara dan sejahtera lantas damai begitu saja. Padahal tidak demikian yang mana tentu tidak bisa menyamaratakan semua perempuan. 

Ketika perempuan sudah naik level ini sebenarnya hanya sebagian perempuan saja yang naik level. pemikiran Feminisme yang bingung ingin menyamaratakan semua perempuan padahal ini sangat sulit dan lebih sulit dari pada kelas laki-laki. Perempuan tentunya memiliki hasrat yang lebih kompleks lagi. Alur berpikirnya pun dirasa memang sulit untuk dipahami. 

Mestinya kaum feminis paham akan pola pikir perempuan ini yang mana tidak bisa disama ratakan. Kemudian dalam kelompok perempuan ini sulit juga untuk disatukan. Karena kita tahu bahwa perempuan dengan perempuan lainnya belum tentu akrab, ia selalu memandang perempuan lain dari latar belakang, usia, suku dan bahkan lainya. 

Lantas yang menjadi sebuah pertanyaan bagaimana kaum feminisme bisa menyamaratakan atau menyamakan kelas antar sesama perempuan. Ini tentu lebih sulit daripada hanya sekedar kesetaraan gender. 

Memang perlu kajian lebih lanjut mengenai kelas-kelas sosial perempuan. Yang mana sebuah kelas itu tidak akan pernah hilang di muka bumi ini, bahkan akhirat pun ada sistem kelas. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...