Langsung ke konten utama

Hidup Harus Dibiasakan dengan Antitesa

Kadang mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa ada orang yang berbeda pendapat dengan kita, mengapa ada orang yang tidak menyukai apa yang kita lakukan, dan tuhan menciptakan orang yang bersebrangan dengan pemikiran kita. 

Terkadang apa yang kita lakukan selalu saja salah di mata orang lain. Kalau berbuat baik dianggap pencitraan kalau berbuat jahat apa lagi. Pikiran manusia memang selalu tertuju pada hal-hal negatif pada diri kita. 

Namun sebenarnya di balik itu semua, apa sih manfaatnya mereka hadir dalam hidup kita. Bukankah merek justru merugikan kita. Bukankah lebih baik Tuhan memberikan kita manusia yang baik-baik untuk kita agar kita menjadi lebih baik. 

Akan tetapi bukan namanya Tuhan jika tidak tahu apa yang ia perbuat. Segala apa yang Tuhan perbuat atau Tuhan ciptakan pasti Tuhan pun sudah tahu apa tujuan dan manfaatnya. Tidak ada sesuatu pun yang sia-sia di muka bumi ini, semuanya tergantung bagaimana cara kita memandang rencana Tuhan. 

Seperti yang dikatakan dalam judul yang mana hidup ini pasti akan selalu antitesa. Antitesis ini muncul pasti karena tesis yakni perbuatan apa yang kita perbuat. Setiap aksi pasti akan menimbulkan sebuah reaksi, entah itu reaksi positif maupun negatif. 

Perbuatan apa yang kita lakukan biasanya kita selalu berharap sebuah timbal balik yang positif. Hal ini karena wajar manusia mengharapkan sebuah respon positif atau pujian karena pertama manusia menyukai orang yang satu pemikiran dengannya, dan kedua karena pujian membuatnya semakin bersemangat. 

Namun rupanya respon negatif juga sebenarnya menghasilkan respon yang sama. Akan tetapi respon ini tentu tergantung bagaimana kita memahami pertentangan tersebut. Seseorang yang tak pandai menanggapi perbedaan pendapat, pada akhirnya hanya menimbulkan sebuah pertikaian bahkan kerusakan. Namun berbeda jika cara pandangnya adalah untuk menemukan persamaan atau solusi baru kemudian menyatukan perbedaan pendapat tersebut sehingga menciptakan ide yang lebih sempurna dan brilian. 

Selain itu, sebuah antitesa dapat membuat kita tersadarkan bahwa pemahaman kita yang lama rupanya belum sempurna atau masih terdapat banyak kecacatan di dalamnya. Memang seperti itu lah hidup dimana kita menuju dari ketidaksempurnaan menuju ketidaksempurnaan lainnya yang tentu ketidaksempurnaan selanjutnya memiliki poin lebih dari sebelumnya. Mengapa dari ketidaksempurnaan menuju ketidaksempurnaan lagi? Karena memang seperti itu lah dinamika hidup dimana kita bergerak karena kita tidak sempurna.

Ini memang seperti sebuah kecacatan yang tidak pernah berakhir sampai kapan pun. Namun memang seperti itu lah hidup jika tidak maka hidup kita seperti sebuah film yang selesai begitu saja. Meskipun kita mati akan tetapi ada yang meneruskan hidup selanjutnya yang mana ia pasti membawa nilai dari sebelumnya.

Antitesa dalam hidup juga bisa membuat kita semakin kuat dalam menghadapi hidup. Coba saja jika kita hidup dengan penuh ketenangan ini sebenarnya tidak mengundang sebuah kebahagiaan justru malah membuat diri semakin lemah. Sebuah antitesa tentunya membuat kita waspada terhadap area sekitar, membuat kita banyak belajar, melatih diri hingga pada akhirnya semakin banyak antitesa maka membuat kemampuan diri kita semakin kuat. Jika orang yang sering menuju sekolah dengan kendaraan apalagi jalannya datar tentu akan berbeda dengan seorang yang berjalan kaki apalagi dengan medan yang curam. Selain ia memiliki peningkatan kemampuan ia juga bisa beradaptasi di segala medan. 

Jika kita pikir-pikir segala perkembangan teknologi saat ini, tidak lain karena adanya sebuah permasalahan hidup. Yang mana manusia selalu mencari cara bagaimana agar bisa memanipulasi ruang waktu. Semakin ke sini tentu tanpa kita sadari banyak teknologi yang memangkas ruang waktu. Seperti menciptakan kendaraan, pupuk, pembuat makanan dan semacamnya dan semua itu hadir karena ada sebuah antitesa. Dari satu teknologi buka berarti teknologi itu sudah sempurna tetapi terus dikembangkan dan dikembangkan lagi sedemikian rupa hingga mendekati kesempurnaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...