Langsung ke konten utama

Menuju Relitas Baru

Apa itu relitas? Mungkin kita menjawab secara spontan menjawab sesuatu yang nyata. Lalu apa itu nyata? Ya itu adalah sesuatu yang bisa di rasakan oleh indra. Lalu apakah relita hanya sebaras indra? Tentu saja tidak yang mana relitas itu tentu berlapis-lapis bahkan lapisannya itu tidak terbatas, hanya tuhan saja yang tahu seberapa luas cakupannya.

Saya pun munkin masih bertanya tentang mengenai persoalan relitas ini. Karena terkadang dalam perjalanan hidup kita selalu saja menemukan hal-hal baru dan bahkan sesuatu hal yang baru itu bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Bicara soa relitas mungkin masih banyak terjebak dengan dunia realitas ini. Seakan-akan apa yang sudah disepakati oleh satu dunia itu adalah sesuatu hal yang valid dan mutlak yang mana jika ada orang yang berpandangan beda itu adalah salah.

Di dunia ini tidak ada yang namanya sesuatu yang dapat di ukur secara baku tanpa adanya perubahan sedikit pun. Gaya garfitasi saja yang kita percayai bahwa ukurannya demikian mungkin itu hanya beberapa daerah saja mungkin di daerah lain berukuran berbeda. Penentangan sesuatu ilmu yang sudah diakui duni lalu ditentang mungkin sang penentang itu dianggap bodoh. Namun apakah iya jangan-jangan yang bodoh adalah yang menertawakannya. Karena memang banyak sebuah realitas baru itu muncul berawasal dari sebuah penentangan dari kepercayaan lama, contohnya saja seperti teori bumi bulat. Mungkin di akhirat sana mereka menertawakan kebodohannya sendiri karena dan menyesal dengan apa yang diperbuat, namun mau gimana lagi logika commonses memang demikian yang mana ia tidak terpaku pada sebuah fakta namun kepercayaan yang diakui oleh banyak orang. Mungkin suatu saat pun sebuah teori yang ada saat ini akan runtuh juga pada akhirnya lalu digantikan oleh teori yang lainnya.

Dalam perjalanan hidup kita pun sering mengalami perubaha-perubahan tentang relitas. Semisal cara pandang kita dengan sebelum dan sesudah menikah mungkin akan berbeda rasanya. Jika dulu membayangkan pernikahan itu adalah hal yang membahagiakan namun ketika masuk ke dalam relitas pernikahan rupanya tidak seperti apa yang sebelumnya di bayangkan meski pun memang ada bahagianya dan ada tidaknya.

Sesuatu yang dibenci menjadi disukai atau sebaliknya, orang baik menjadi buruk begitu juga sebaliknya semuanya bisa berubah karena masuk ke fase realitas yang lainnya. alangkah baiknya memang kita tidak fanatik dengan apa yang dipercayai sebelumnya lalu membenci sesuatu yang baru atai berbeda. karena bisa saja kita beralih pada kebenaran yang awalnya dibenci karena kita sudah masuk ke relita tersebut bahwa realitas yang baru jauh lebih baik dari yang sebelumnya.

Saya membayangkan bahwa sebuah relitas itu seperti sebuah lorong waktu yang mana di setiap lorong itu memiliki berbagai ruang yang berbeda. di satu sisi kita berada di satu lorong yang berwarna merah lalu kemudian seiring berjalannya waktu warnanya pun berubah menjadi warna hijau misalny dan terus berlanjut sampai tidak ada batasannya. Realitas itu memang berlapis-lapis bahwa kita tidak tahu sampai mana batasannya.

Makannya bisa dikatakan bahwa realitas itu memang tidak ada batasannya karena memang itu merupakan sesuatu hal yang tidak bisa ukur kedepannya apakah akan seperti ini dan itu, mungkin bisa seperti itu namun bisa berubah. Perbandinganyya suatu perubahan itu mungkin satu berbanding tak terhingga, satu itu adalah kemingkinan yang kita prediksi sedangkan yang lainnya di luar prediksi.

realitas yang tersembunyi itu yang mana itu belum kita ketahui adalah sesuatu yang tak bisa kita cerna oleh akal sehat. Mungkin kita menganggap bahwa hantu, roh, dan hal ghaib lainnya adalah sesuatu hal yang sulit untuk dipahami. Namun mungkin suatu saat kita akan memasuki realitas tersebut dan kita akan mengetahui seperti apa kenyataannya. Bagi sang atheis mungkin realitas itu apa yang terjadi saat ini namun bagi umat beragama mereka percaya bahwa akan ada realitas lain yang jauh berbeda dari apa yang saat ini kita alami.

Realitas baru memang tidak mesti sesuatu hal yang ghaib dan di luar nalar, namun seperti yang tadi dijelaskan bahwa realitas itu bisa ada pada kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya rasa lapar dan dahaga mungkin kita anggap itu adalah sesuatu hal yang biasa namun ketika kita mepelajari ilmu kedokteran maka itu adalah susuatu hal yang baru pada akhirnya. Pemahaman kita semakin bertambah dan cara pandang kita semakin meluas. Begitulah hakikatnya ketika manusia sudah pergi beranjak menuju relitas baru ia akan selalu menjadi orang yang senang mempelajari hal-hal baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...