Bicara soal pendapat tentu setiap orang memiliki cara pandangnya terhadap sesuatu. Keragaman cara pandang ini bisa jadi sesuatu yang menguntungkan bisa jadi sesuatu yang merugikan. Keuntungannya jika segala pemikiran menjadi satu tentu membuat sebuah pemikiran menjadi saling melengkapi dan menjadi sempurna. Namun ini menjadi sebuah bencana jika satu sama lain merasa benar dan saling menyalahkan.
Mengapa masih banyak orang yang merasa paling benar padahal kebenaran itu relatif. Seseorang yang merasa dirinya benar disebabkan karena adanya bias pengetahuan. Seakan-akan pemikiran kita itu benar nyatanya tidak demikian. Sebuah pikiran itu seperti mata yang melihat ke depan, tentu jika mata dipaksakan untum melihat kiri kanan secara bersamaan itu sulit. Meski ia bisa melakukannya akan tetapi pandangannya bias.
Sebuah pikiran itu memang seperti itu kita benar karena apa yang kita tahu atau mempercayai kebenaran orang lain atas sepengetahuan kita. Memang sulit jika kita mencari sebuah kebenaran yang tidak bias. Namun kita bisa meyakini bahwa itu adalah sebuah kebenaran akan tetapi itu hanyalah kebenaran relatif atau kebenaran sementara.
Kebenaran adalah sesuatu yang subjektif meski kita menganut sebuah kebenaran berasal dari orang lain akan tetapi kebenaran itu telah berubah menjadi kebenaran lainnya. Semisal jika kita memahami sebuah kelompok kepercayaan, ada yang sebagai pemuka agama ada yang sebagai pengikutnya. Baik pengikut maupun pemuka agama pasti memiliki kepercayaan yang sama. Namun tetap saja keduanya memiliki perbedaan dan alasan. Seorang pengikut mungkin hanya sekedar ikut-ikutan saja sedangkan pemuka agama ia mungkin paham bahwa ia percaya karena keilmuannya atau bisa saja jabatannya.
Jadi, bisa dikatakan bahwa kebenaran itu tergantung dari tiga faktor yakni jabatan, keilmuan dan kepentingan. Semuanya berkorelasi dan membentuk sebuah alasan mengapa ia berpikiran demikian. Dari sini kita bisa berasumsi bahwa semua pemikiran dan kepercayaan itu tidak ada yang memiliki kesamaan meskipun ia satu agama.
Mungkin kita bisa ulas satu persatu mengenai tiga hal tersebut:
Pertama, jabatan. Mengapa jabatan ini berpengaruh pada cara pandang seseorang tentang sebuah kebenaran. Jabatan ini tidak hanya sekedar jabatan di pekerjaan atau negara akan tetapi juga di keluarga pun juga bisa atau juga popularitas di masyarakat. Jabatan ini pasti ada posisi dan kuasa, maka dengan posisi kuasanya ia bisa saja memanfaatkannya untuk kebaikan atau keburukan. Karena jabatan ini pasti orang akan melihat siapa dia. Semakin tinggi jabatannya tentu ia memiliki kuasa dan pengaruh semakin besar. Bagi lemah mentalnya tentu dalam prinsip kebenarannya pasti akan goyah dan akan beralih kepada kebenaran lain.
Kedua, keilmuan. Sebuah kebenaran itu bisa dipengaruhi seberapa luas wawasannya dan seberapa dalam pengetahuannya. Keilmuan ini tentu sangat berpengaruh pada sebuah prinsip kebenaran. Biasanya orang yang berwawasan tinggi dan memiliki kedalaman ilmu ada kemungkinan akan bergeser pada kebenaran lain atau bisa saja ia memperkuat kebenaran sebelumnya atau ia bisa berpindah kemudian kembali ke kebenaran sebelumnya. Semuanya bisa terjadi tergantung dari penerimaan keilmuan itu sendiri. Karena tidak hanya cukup akan keilmuan akan tetapi penerimaan ilmu tersebut juga bisa mempengaruhi kebenaran seseorang. Mungkin saja ia telah mengetahui bahwa kebenarannya salah namun hal tersebut juga tergantung dari dirinya apakah mau menerima ilmu baru tersebut atau tidak tentu ini akan menjadi sebuah pertimbangan berat apalagi menyangkut soal kepercayaan.
Ketiga, kepentingan. Entah itu kepentingan politik atau kepentingan lainnya, sebuah kebenaran itu pada intinya adalah sebuah kepentingan. Tidak mungkin ada namanya manusia yang percaya begitu saja terhadap sesuatu yang tidak menguntungkan bagi dirinya, entah itu keuntungan yang materil maupun imateril, baik balasannya nanti di akhirat atau di dunia. Seseorang yang memiliki jabatan yang setara serta keilmuan yang sama belum tentu memiliki kepentingan yang sama. Meski mereka melakukan kerja sama, tentu ia ingin melakukan hal tersebut karena ada kepentingan berbeda di dalamnya. Karena kita sering melihat bahwa pemuka agama pun bisa menjadi buruk karena ada kepentingan terselubung di dalamnya atau seorang penjahat bisa saja ia baik karena di dalam pikirannya pasti ada kepentingan.
Yang bersikap baik belum tentu ia adalah orang yang baik, yang jahat belum tentu ia adalah orang yang baik. Niat adalah sesuatu yang bias dan tidak bisa kita pahami dan pelajari isi hati seseorang. Apalagi soal kebenaran yang mana meski satu kelompok memilik kepercayaan yang sama akan tetapi karena manusia itu subjektif sehingga sebuah kebenaran tidak dapat disamaratakan. Kebenaran sejatinya adalah otoritas pribadi, manusia tidak bisa memaksakan kebenarannya kepada orang lain meski pemuka agama sekalipun dan yang berhak untuk mengubah kebenaran dari dirinya tentu saja dirinya sendiri.
Komentar
Posting Komentar