Langsung ke konten utama

Mengejar Value

Kalau bicara uang, siapa yang gak tahu uang. Segalanya dalam hidup kita pasti selalu membutuhkan uang. Uang dibutuhkan bukan semata-mata ia memiliki sebuah manfaat yang nyata, akan tetapi ini adalah sebuah untuk memudahkan dalam sistem transaksi yang mana untum mengkonversinya menjadi mudah.

Segalanya dalam hidup ini pasti ukurannya adalah uang. Mau jalan-jalan butuh uang, hiburan butuh uang, mau belajar butuh uang, makan butuh uang apapun segalanya harus butuh uang. Uang ini awalnya mempermudah kita namun entah mengapa lama kelamaan menjadi sesuatu yang menyebalkan, karena segalanya harua diukur oleh uang. Apakah manusia saat ini sudah kehilangan rasa kemanusiaannya karena telah tergadaikan oleh yang namanya uang. 

Bagi si kaya mungkin kebutuhannya sudah terpenuhi. Lalu untuk apa mengejar banyak harta jika sudah lebih dari cukup. Bahkan uang yang dimilikinya itu lebih dari uang yang beredar di masyarakat. Ukuran hidupnya tentu bukan uang lagi, bagi dirinya uang akan mengalir deras pada dirinya. 

Si kaya mungkin tidak hanya sekedar mencari keuntungan berupa value akan tetapi lebih dari itu ia ingin menjadi seorang penguasa. Dengan menjadi penguasa tentu ia mendapatkan keuntungan lebih banyak serta bisa mengontrol banyak masa. 

Apakah semuanya harus diukur oleh value seakan-akan seluruhnya seperti angka yang berderet. Rupanya sistem dunia memang telah berubah demikian yang mana segala-galanya harus diukur oleh value.

Jika dulu orang menukar barang dengan barang lain kemudian diganti oleh emas dan perak, kemudian diganti dengan uang dan kemudian diganti oleh value. Lalu apa itu value? Entah sebenarnya apa itu value ia adalah sesuatu yang abstrak namun banyak dipuja-puja. Ia menjadi tuhannya dunia bahkan si kaya pun dikendalikan oleh value ini. Value itu bisa dikatakan adalah sebuah sistem ekonomi untuk mengukur sesuatu. Namun meski ia menjadi suatu ukuran, rasanya masih abstrak ukurannya yang mana nilainya selalu berubah-ubah. 

Value ini bisa dikatakan berhala yang dipuja-puja oleh banyak orang, karena sebab ia bisa mengabulkan keinginannya. Padahal ia hanyalah sebuah sistem yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Memang seperti itu manusia ia selalu memuja ciptaannya sendiri, ia selalu lupa dengan siapa yang menciptakan dirinya. 

Bukankah sistem ini bisa dirubah yang mana ukuranya adalah sebuah keikhlasan. Bukankah ikhlas dengan value sama-sama tidak memiliki wujud. Hanya saja ikhlas itu tidak berharap kembali sedangkan value berharap kembali. 

Logika value memang demikian yang mana harus ada timbal balik dari suatu tindakan. Jika si A melakukan sesuatu pada si B maka ia harus bertindak hal yang sama. Ini mungkin ukurannya dalam hal jasa, jika orang membantu seseorang maka harus di bayar oleh sesuatu. 

Pekerjaan saat ini bukan menjadi amal perbuatan di akhirat. Mungkin manusia saat ini sudah kurang kepercayaannya akan akhirat. Ia lebih baik mengkonversikan pahala menjadi sesuatu yang bernama value. Pragmatisme membuat manusia lebih bain mengejar hal-hal yang nyata saja atau jelas balasannya langsung di dunia. 

Memang kita tidak bisa serta merta menyalahkan manusia begitu saja memang sistem ink sudah mengakar. Yang mana manusia lebih baik menghilangkan sisi kemanusiaannya yakni keikhlasan pada diri demi mengejar uang. Sulit memang menjadi manusia yang tak butuh uang. Uang tidak hanya menjadi kebutuhan hidup namun juga menjadi tujuan hidup. 

Dari satu siklus yakni bekerja keras untuk mencari uang kemudian uang itu digunakan untuk kebutuhan dan hiburan uang habis lalu cari uang lagi dan begitu saja terus. Uang menjadi motivasi manusia untuk bekerja dan hidup, jika tujuannya bukan untuk mencari uang lantas untuk apa lagi. Manusia saat ini telah bergeser hidupnya hanya untuk mengejar uang sedangkan si kaya mengejar value. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...