Langsung ke konten utama

Hidup itu digunakan untuk berpikir bukan untuk bersenang-senang

Bersenang-senang, apa itu bersenang-senang? Banyak yang menyukai hal tersebut meski sebetulnya mempertanyakan mengenai tujuan dari senang-senang tersebut. Sebuah kesenangan seakan menjadi sebuah tujuan akhir yang mana apa yang kita lakukan, apa yang kita usahakan, dan apapun rela dikorbankan demi sebuah kesenangan. 

Orientasi kesenangan tidak mesti berorientasi pada hal yang material tetapi sesuatu yang immateril. Memang pada hakikatnya kesenangan adalah sesuatu yang immateril, meski harta menjadi sumber kebahagiaan akan tetapi itu hanyalah sebuah penunjang saja. Tentu yang dilihat bukanlah hartanya itu sendiri namun apa yang terdapat dibalik harta tersebut. 

Memang sulit membuat sesuatu yang baku mengenai sebuah kesenangan. Ia seakan logika tersendiri yang tak bisa dipahami oleh logika yang lain. Kalo misal untuk apa jalan-jalan ke berbagai wilayah itu hanya membuang-buang waktu dan uang serta membuang-buang harta apakah lebih baik jika dibagikan kepada yang lebih butuh. Mungkin kita akan berlogika seperti demikian namun tidak bisa sebenarnya mengukur logika orang lain dengan logika kita. Alangkah demikian memang jika kita berpikir seperti ia terlebih dahulu sebelum berpendapat. Adalah hal uang aneh jika mengukur ukuran sepatu dengan kaki kita padahal tidak semua ukuran kaki itu sama. 

Seperti apa yang tertera dalam judul mungkin sebenarnya tujuan hidup kita bukanlah untuk bersenang-senang. Bersenang-senang adalah langkah awal menuju ujian yang keras lagi. Ia hanyalah sebuah relase reflection dalam kehidupan yang panjang dan masih berlanjut.

Jika kesenangan adalah sebuah tujuan, lantas apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Bukankah yang menunggu sebuah kematian jika tidak ada tujuan. Jika menginginkan kehidupan abadi kesenangan abadi tentu bukan dunialah tempatnya. 

Jika kita berpikir tentang dunia maka kit harus berpikir tentang diri kita sebagai manusia. Mengenai sebuah hubungan manusia dengan dunia sebenarnya apa. Apakah dunia hanyalah sebuah tempat terpisah dari diri kita atau sesuatu yang terpisah. Makna sebuah keterhubungan bisa memiliki dua makna yakni terpisah atau menyatu. Terpisah yang berarti ada dua komponen yang berbeda dan memiliki kinerja berbeda sedangkan menyatu itu adalah sebuah satu kesatuan manusia dengan bumi. Yang mana bumi ada karen manusia dan manusia ada karena bumi dimana jika salah satunya tiada maka satunya juga akan ikut tiada. Apapun itu ini hanyalah sebuah spekulasi bukan sesuatu yang disepakati. 

Memang hidup ini bukankah untuk bersenang-senang namun untuk berpikir. Hanya orang-orang bodoh lah yang menjadikan dunia untuk bersenang-senang, pada akhirnya ia adalah manusia yang ditelan oleh dunia. Tentu dunia ini mengisahkan beragam cerita yang menarik untuk dipelajari. Sebuah perubahan dunia itu ada karena manusia mempelajari mekanisme dunia lalu jika ia sudah paham ia akan memanipulasinya. Manipulasi itu merubah dari satu keadaan konstan menjadi keadaan baru jadi secara sederhananya merubah sesuatu yang sudah ada. 

Manusia yang tujuannya untuk bersenang-senang maka ia akan lupa untuk mempelajari hidup. Ia akan menjadi babunya dunia rela melakukan segala cara untuk kesenangan dunia. Berbeda dengan manusia yang selalu berpikir bahwa dunia ini adalah tempat bersenang-senang. 

Dari sini kita perlu ketahui bahwa kesenangan dunia adalah sebuah jebakan dunia. Maka dari itu manusia harus berfikir dan belajar dari kesalahan atas terjebaknya ia oleh dunia atau ia belajar agar tidak terjebak oleh perangkap dunia. Jadi pada hakikatnya memang seperti itu, yang mana manusia ada di dunia untuk berfikir dan belajar bukannya malah terlena oleh kesenangan dunia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...