Langsung ke konten utama

Kemudahan Membawa Kesulitan Hidup

Di masa sekarang ini apa sih yang tidak bisa dilakukan. Segalanya dipermudah dan semuanya serba praktis dan efisien. Budaya serba praktis dan instan membuat perilaku manusia pun juga menjadi berubah.

Sebuah kemajuan zaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi tentu sangat berpengaruh baik terhadap perilaku manusia maupun pola konsumsi hidup manusia. Memang apapun itu apa yang terlihat buruk tidak semuanya buruk pasti ada hikmah positif dibalik itu semua serta sesuatu yang baik dan memudahkan bisa saja itu akan berdampak buruk pada akhirnya. 

Kita saat ini memang harus skeptis dalam segala hal apalagi di zaman sekarang. Karena sesuatu hal yang baru jangan diterima begitu aja. Namun sayang karena memang budaya saat ini manusia begitu liberal. Manusia mudah begitu saja menerima hal-hal barus tanpa dipikir terlebih dahulu apakah itu baik atau buruk dan apakah itu bermanfaat atau tidak bagi diri kita. 

Jika kita melihat dari barang-barang yang beredar dipasaran, mungkin hanya sedikit sebetulnya yang kita butuhkan. Namun entah mengapa demi hidup praktis mengapa banyak barang yang harus dibeli. Belum lagi dengan perawatannya apalagi kemudian harus membeli barang untuk merawatnya.

Ternyata hidup yang dikatakan serba mudah praktis dan cepat tidak juga demikian praktisnya. Kemampuan fisik manusia pun saat ini juga semakin lama semakin lemah. Jika dulu manusia berjalan 10 Km saja itu hal yang biasa namun sekarang hanya berjalan 1 Km saja sudah kelelahan. Memang inilah timbal balik dari kemajuan teknologi, semakin memudahkan justru semakin membuat manusia melemah. 

Dirasa saat ini manusia justru hidupnya semakin sulit. Meski banyak variasi makanan yang nikmat namun hanya sedikit makanan yang sehat dan alamiah. Meski media sosial dan internet membuat informasi semakin mudah aksesnya namun dalam kualitas membaca justru kurang. Bukankah sebuah teknologi harusnya mencerdaskan bukannya membuat otak manusia semakin bodoh. 

Apalagi banyaknya teknologi serba otomatis membuat tenaga manusia membuat banyan pekerjaan hilang. Pergeseran ini tentunya harus diimbangi dengan kemampuan manusia itu sendiri. Jika tukang kasir sudah tidak diperlukan lagi maka sudah kewajiban negara untuk mencari jurusan atau pelatihan baru yang relevan dengan saat ini.

Bahkan lebih parahnya teknologi yang kita gunakan saat ini rupanya tidak ramah lingkungan. Memang barangnya ramah lingkungan namun keramahan tersebut harus dibayar dengan kerusakan alam yang sedang terjadi.

Dilema kehidupan saat ini dimana memilih suatu kemudahan yang sebenarnya mempersulit hidup. Di zaman sekarang bukannya hidup semakin memudahkan justru semakin menyulitkan. 

Saat ini bukanlah zaman kemajuan justru ini adalah zaman kemunduran. Yang mana segala sesuatu hal di dunia ini harus serba bayar, di mana kita menjadi manusia konsumtif yang tak bisa mandiri. Kita bukan hidup di zaman teknologi namun untuk value, dimana sistem produksi, konsumsi dan distribusi semuanya adalah untuk value.

Barang bukan dilihat dari segi kemanfaatannya namun apakah barang itu laku dijual atau tidak. Jika seorang ilmuan menciptakan barang inovatif maka belum tentu bisa beredar di masyarakat, bisa ia tidak diedarkan di masyarakat karena merugikan banyak pebisnis. 

Banyaknya hiburan bukannya semakin bahagia justru semakin sengsara. Demi sebuah kesenangan rupanya banyak biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan hal tersebut. Sehingga kesenangan itu sebenarnya adalah sesuatu yang tidak berarti dan berakhir pada kesengsaraan. 

Hidup yang serba praktis, serba instan rupanya dari kecepatan tersebut membuat apa yang dinikmati juga begitu sesaat. sehingga harus lagi dan lagi untuk mendapatkan kenikmatan yang sesaat itu. Jika dulu orang-orang berproses lama untuk mendapatkan kebahagiaan akan tetapi setimpal dengan kebahagiaan gang awet. Berbeda dengan sekarang dimana mudah mendapatkannya namun mudah hilang juga. 

Kemajuan teknologi mestinya diimbangi kemajuan pola berpikir masyarakat. Bukankah teknologi itu untuk manusia bukan manusia untuk teknologi. Teknologi mestinya harus bisa memanusiakan manusia bukannya menjadikan manusia sebagai mesin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...