Langsung ke konten utama

Setengah Imajinasi dalam Hidup

Perlu kita sadari bahwa sebagian besar hidup kita sebenarnya adalah sebuah imajinasi atau ide dan sebagiannya adalah material atau realita. Meski imajinasi ini terbilang sesuatu yang abstrak, akan tetapi ia adalah sesuatu yang menghidupkan material itu sendiri. 

Semisal kita melihat sebuah batu, maka batu itu tidak memiliki arti apapun dan tidak dimanfaatkan hanya menjadi barang yang diabaikan saja. Namun ia bisa bermakna jika ia digunakan untuk berburu, untuk bahan material rumah, bahkan media sesembahan (berhala). Awalnya batu tersebut hanyalah material biasa namun muncul sebuah ide sehingga batu tersebut menjadi sesuatu yang bermakna. 

Barang-barang yang kita sering lihat saat ini tentu pada awalnya hanya sebuah imajinasi, lalu imajinasi tersebut di tuangkan ke dalam sebuah benda meterial yang cocok. Ide ini bisa muncul karena adanya sebuah material atau ia bisa saja sebelum adanya material. 

Memang kemunculan ide dari ketiadaan material adalah hal yang sulit untuk di pahami. Seakan-akan ia adalah sesuatu yang sudah ada meski tak berwujud. Saat ini mungkin kita tidak bisa merasakan pergi keluar angkasa namun pikiran kita bisa mencapainya. Meski kita tidak tahu cara dan rasanya pergi keluar angkasa namun kita bisa mengimajinasikannya. Memang seperti itu lah hebatnya pikiran manusia, yang mana ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. 

Saat ini kita memang sudah masuk pada era faktisitas. Yang mana kita harus menerima fakta yang sudah terjadi. Kita seakan-akan tidak memiliki otoritas terhadap fakta yang sudah ada, sehingga kita tidak bisa menciptakan atau merubah fakta sebelumnya. 

Semisal kita hidup dengan bahasa ibu kita. Kita tidak bisa menghindari bahasa tersebut, kita tidak bisa merubahnya apalagi menciptakan bahasa baru meski pun bisa tentu itu peru proses yang panjang dan merepotkan. 

Kita memang hidup dari satu ide ke ide yang lain lalu ide tersebut semakin lama semakin bertambah sehingga menciptakan sebuah ilmu pengetahuan. Banyaknya ilmu pengetahuan tentunya yang pasti ad karen ide lama dari para ilmuan dan bahkan masyarakat pun turut menyumbang sebuah ide. 

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kita tidak bisa menghindar dari ide yang audah ada. Akan tetapi kita bisa saja mengkritisi ide lama apakah itu relevan atau tidak. Karena meski semakin kesini semakin banyak penumpukan ide namun sebagian ide juga sudah tidak relevan. Bukan berarti ide yang sudah tak relevan ini hilang begitu saja, ia akan tetap menjadi bagian tali sejarah.

Seperti misalnya smarthphone yang kita gunakan tentu sebelumnya ada alat komunikasi lain seperti telepon dan kebelakang lagi ada telegram yang mana mungkin barang itu sudah tidak terpakai di era ini. Akan tetapi tanpa barang tersebut maka smartphone tidak akan tercipta, karena sebuah kemunculan sebuah ide baru bisa terjadi karena ide lama. Tanpa ide lama maka ide baru pun tidak akan tercipta ini memang seperti seutas tali daru satu ujung pasti ada ujung lainnya. 

Lalu, apakah bisa kita hidup tanpa sebuah ide dan bagaimana jadinya jika kita hidup tanpa sebuah ide? Ini kita asumsikan seperti hewan saja. Jika kita melihat hewan tentu dari zaman dulu sampai sekarang tetap seperti itu saja dimana tidak ada perubahan baik secara sosial maupun individual. Meski saat ini banyak hewan-hewan yang cerdas, akan tetapi itu tidaklah cukup untum melakukan perubahan. Secara fisik mungkin terjadi evolusi akan tetapi secara akal tidak. 

Sehingga bisa dikatakan bahwa manusia tanpa ide makan kehidupannya akan sama seperti hewan. Ia hidup hanya sekedar makan, tidur dan berkembang biak. Manusia yang diberi kelebihan akal mestinya bis lebih dari itu. Manusia selain berkembang biak secara fisik, ia juga berkembang biak secara akal. Yang mana kita ketahui akal manusia dari masa ke masa selalu mengalami perubahan. 

Bisa dikatakan bahwa setengah hidup manusia adalah aktivitas material seperti makan, tidur dan sex. Dan setengahnya adalah menciptakan sebuah ide baru atau setidaknya ia meneruskan ide yang sudah ada. Baik meneruskan ide yang sudah ada atau menciptakan ide baru adalah dua hal yang sangat penting. Tanpa penerusan ide tidak ada artinya kemunculan ide baru ini akan hilang ketika tidak ada yang meneruskannya. Begitu juga dengan sebaliknya, dimana manusia tidak akan maju berkembang jika hanya sekedar transfer ilmu tanpa ada ide baru yang ditransfer.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...