A. Faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya One-Dimensional Man
Proses terbentuknya One-Dimensional Man merupakan hasil dari
perkembangan masyarakat industri yang memberikan pengaruh besar pada kehidupan
sosial dan politik. Herbert Marcuse, dalam bukunya yang berjudul
"One-Dimensional Man" mengungkapkan bahwa masyarakat modern telah
terjebak dalam konsep kesadaran palsu, di mana kebebasan individual menjadi
terkekang oleh tuntutan efisiensi dan konsumerisme yang diterapkan oleh
kekuatan kapitalisme.
Menurut Marcuse, proses terbentuknya One-Dimensional Man
terjadi karena beberapa faktor yang saling terkait. Pertama, konsumerisme
menjadi fokus utama dalam masyarakat modern, yang menuntut manusia untuk terus
membeli barang dan jasa sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan. Hal ini memperkuat
dominasi kapitalisme dalam mengontrol kehidupan sosial dan politik. Kedua,
media massa menjadi sarana utama dalam membentuk opini dan pandangan
masyarakat, sehingga membentuk pola pikir yang seragam dan homogen. Ketiga,
pemerintah dan lembaga pendidikan juga berperan dalam mengontrol masyarakat
dengan memberikan arahan dan tuntutan yang mengarah pada efisiensi.
Marcuse juga menekankan bahwa One-Dimensional Man memiliki
karakteristik yang dapat diidentifikasi, seperti pemikiran yang terbatas dan
sulit untuk berpikir kritis, tunduk pada kekuasaan kapitalisme, dan tidak
memiliki ruang untuk menciptakan alternatif pemikiran dan tindakan.
Dalam konteks sosial saat ini, proses terbentuknya
One-Dimensional Man dapat diamati dalam berbagai aspek kehidupan, seperti
dominasi media massa dalam membentuk opini masyarakat, konsumerisme yang terus
meningkat, dan pengaruh kapitalisme dalam pembentukan kebijakan dan budaya.
Namun, Marcuse memberikan alternatif pemikiran kritis yang dapat membantu
masyarakat untuk keluar dari konsep kesadaran palsu dan menciptakan kebebasan
yang sesungguhnya.
B. Dampak peran media massa dan konsumerisme terhadap pembentukan One-Dimensional Man
Herbert Marcuse, dalam bukunya yang terkenal berjudul
"One-Dimensional Man", menggambarkan sebuah masyarakat yang terjebak
dalam satu dimensi di mana pemikiran dan tindakan manusia diarahkan hanya pada
produksi dan konsumsi barang. Dalam konteks ini, media massa dan konsumerisme
berperan penting dalam membentuk One-Dimensional Man.
Media massa memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini
publik dan memperkuat budaya konsumerisme. Media massa mempengaruhi cara
pandang dan perilaku manusia, sehingga manusia lebih cenderung untuk
mengonsumsi produk-produk tertentu. Melalui media massa, konsumerisme menjadi
pilihan utama dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, konsumerisme juga memperkuat pembentukan
One-Dimensional Man. Konsumerisme mempengaruhi pola pikir dan perilaku manusia,
sehingga manusia lebih memilih menghabiskan waktu dan sumber daya untuk
konsumsi barang dan jasa. Konsumerisme juga memperkuat hierarki sosial, di mana
orang-orang yang memiliki lebih banyak uang dianggap lebih superior dan
dihormati oleh masyarakat.
Dampak dari peran media massa dan konsumerisme terhadap
pembentukan One-Dimensional Man adalah masyarakat yang tidak kritis dan tidak
lagi mampu untuk memahami realitas sosial secara komprehensif. Masyarakat tidak
lagi mempertanyakan tindakan dan pola pikir mereka, melainkan hanya mengikuti
arus konsumerisme dan tuntutan budaya.
C. Peran pemerintah dan lembaga pendidikan dalam pembentukan One-Dimensional Man
Peran pemerintah dan lembaga pendidikan dalam pembentukan
One-Dimensional Man merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam proses
terbentuknya masyarakat yang hanya mementingkan konsumerisme dan keefisienan.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Herbert Marcuse, seorang filsuf dan sosiolog
kritis yang mengembangkan konsep One-Dimensional Man dalam bukunya yang
berjudul sama.
Pemerintah memiliki peran penting dalam membentuk kondisi
sosial dan politik suatu masyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah dapat
mempengaruhi kondisi sosial dan politik dengan mengeluarkan kebijakan dan
regulasi tertentu yang dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat.
Pemerintah dalam sistem kapitalisme cenderung mengedepankan pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan produktivitas sebagai tujuan utama, sehingga
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan cenderung mendukung pertumbuhan industri
dan konsumerisme.
Lembaga pendidikan juga memiliki peran penting dalam
pembentukan One-Dimensional Man. Lembaga pendidikan memiliki peran dalam
membentuk pola pikir dan perilaku individu sejak dini. Pendidikan yang hanya
menekankan pada pembelajaran yang bersifat teknis dan praktis tanpa memberikan
ruang bagi refleksi kritis dan pemahaman holistik cenderung membentuk individu
yang hanya mementingkan aspek teknis dan praktis saja, tanpa memperhatikan
dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan. Hal ini sejalan dengan pemikiran
Marcuse yang menyebutkan bahwa lembaga pendidikan cenderung membentuk individu
yang "diatur dan diprogram" oleh sistem yang ada.
Dalam konteks ini, peran pemerintah dan lembaga pendidikan
perlu diawasi dengan baik agar tidak terjebak dalam logika kapitalis yang hanya
mementingkan konsumerisme dan keefisienan semata. Pemerintah perlu mengeluarkan
kebijakan yang mendukung kesetaraan sosial dan kesejahteraan masyarakat,
sedangkan lembaga pendidikan perlu memperhatikan pentingnya pembelajaran yang
bersifat kritis dan holistik agar dapat membentuk individu yang mampu berpikir
kritis dan memiliki kesadaran kritis terhadap kondisi sosial yang ada.
Sumber:
- Bok, D. (2015). The politics of happiness: What government can learn from the new research on well-being. Princeton University Press.
- Foster, J. B. (2009). The age of monopoly-finance capitalism. Monthly Review Press.
- Kellner, D. (2003). Herbert Marcuse and the crisis of Marxism. University of California Press.
- Marcuse, H. (1964). One-dimensional man: Studies in the ideology of advanced industrial society. Beacon Press.
- Marcuse, H. (1991). One-dimensional man: Studies in the ideology of advanced industrial society. Routledge.
- Pheasant-Kelly, F. (2013). A critical examination of Herbert Marcuse's concept of 'One-Dimensional Man'. Journal of Political Ideologies, 18(3), 281-297.
Komentar
Posting Komentar