Langsung ke konten utama

Kritik Terhadap Teori Nilai Marx

A. Kritik dari Persepektif Ekonomi Neoklasik

Teori nilai Marx telah mengalami kritik dari berbagai perspektif, salah satunya adalah kritik dari perspektif ekonomi neoklasik. Perspektif ini berfokus pada pasar dan harga serta menekankan pada peran permintaan dan penawaran dalam menentukan harga suatu barang atau jasa.

Kritik terhadap teori nilai Marx dari perspektif ekonomi neoklasik berfokus pada perbedaan antara nilai dan harga. Menurut teori nilai Marx, nilai sebuah barang atau jasa ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Namun, neoklasik tidak sepakat dengan hal ini karena menurut mereka harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, bukan oleh biaya produksi.

Selain itu, ekonomi neoklasik juga menolak konsep teori nilai kerja relatif yang dikemukakan oleh Marx. Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang atau jasa ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya dibandingkan dengan barang atau jasa lainnya. Ekonomi neoklasik berpendapat bahwa ini tidak dapat menjadi dasar untuk menentukan harga karena nilai suatu barang atau jasa sangat subjektif dan tergantung pada preferensi individu.

Meskipun demikian, beberapa ekonom seperti Joan Robinson dan Piero Sraffa tetap mempertahankan konsep nilai kerja Marx dalam pandangan mereka, meskipun mereka mengakui bahwa hal itu tidak dapat diterapkan secara universal pada semua barang dan jasa.

B. Kritik dari Persepektif Ekonomi Keynesian

Keynesianisme adalah suatu paham ekonomi yang terinspirasi oleh karya John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris yang menulis buku "The General Theory of Employment, Interest and Money". Teori Keynesian menekankan pentingnya pengaruh pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi, khususnya melalui kebijakan fiskal dan moneter.

Dalam pandangan ekonomi Keynesian, nilai suatu barang ditentukan oleh permintaan pasar, bukan oleh jumlah kerja yang digunakan untuk memproduksinya. Keynesianisme berpendapat bahwa pengaruh permintaan pasar dan kebijakan pemerintah lebih penting daripada teori nilai kerja dalam menentukan nilai dan harga barang.

Namun, Marx mengkritik pandangan tersebut karena dianggap hanya memandang permukaan masalah dan tidak memperhatikan dasar dari sistem ekonomi kapitalis yang tidak adil. Menurut Marx, nilai suatu barang tidak hanya ditentukan oleh permintaan pasar, tetapi juga oleh jumlah kerja yang diperlukan untuk memproduksinya.

Marx mengatakan bahwa dalam sistem ekonomi kapitalis, nilai barang yang dihasilkan oleh pekerja lebih rendah dibandingkan dengan nilai yang diperoleh oleh pemilik modal. Ini disebabkan oleh adanya eksploitasi tenaga kerja dan pengambilan surplus nilai oleh pemilik modal.

Sementara itu, Keynesianisme menekankan pentingnya kebijakan pemerintah dalam mengatur pasar agar dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat. Namun, pandangan ini tidak mengatasi akar masalah dari sistem ekonomi kapitalis yang dipandang oleh Marx sebagai sistem yang tidak adil.

Dalam konteks ini, Marx memandang bahwa hanya melalui perubahan mendasar sistem ekonomi kapitalis yang dapat tercipta keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat.

C. Kritik dari Persepektif Postmodern

Kritik dari perspektif postmodern terhadap teori nilai Marx menantang pandangan tradisional Marx tentang nilai, kelas, dan kapitalisme. Para kritikus postmodern berpendapat bahwa konsep nilai Marx didasarkan pada asumsi yang tidak dapat dipertahankan, seperti keberadaan kelas yang homogen dan kesatuan nilai. Mereka juga menolak ide bahwa nilai dapat diukur secara objektif atau universal.

Sebagai contoh, Jean Baudrillard, seorang filsuf Prancis, berpendapat bahwa nilai dalam masyarakat kapitalis tidak didasarkan pada nilai kerja, tetapi pada simbol dan representasi. Dalam bukunya Simulacra and Simulation, Baudrillard menyatakan bahwa masyarakat kapitalis tidak lagi memproduksi barang-barang nyata, tetapi hanya simbol dan representasi yang berputar-putar tanpa tujuan.

Michel Foucault, seorang sejarawan dan filsuf Prancis, juga mengkritik teori nilai Marx sebagai sebuah narasi yang mereduksi kompleksitas kehidupan sosial. Ia berpendapat bahwa nilai dalam masyarakat modern tidak hanya didasarkan pada ekonomi, tetapi juga pada kekuasaan, pengetahuan, dan disiplin.

Kritik dari perspektif postmodern terhadap teori nilai Marx menunjukkan adanya keragaman pandangan dalam memahami dan menganalisis masyarakat kapitalis. Namun, kritik ini juga menimbulkan pertanyaan tentang relevansi teori Marx dalam konteks masyarakat modern yang semakin kompleks.

Sumber:

  • Baudrillard, J. (1994). Simulacra and Simulation. Ann Arbor: University of Michigan Press.
  • Foucault, M. (1991). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. New York: Vintage Books.
  • Freeman, A. (2016). Marx's Theory of Value and Capitalism: Essays in Political Criticism. New York: Palgrave Macmillan.
  • Harvey, D. (1990). The Condition of Postmodernity: An Enquiry into the Origins of Cultural Change. Oxford: Blackwell.
  • Jameson, F. (1991). Postmodernism, or, the Cultural Logic of Late Capitalism. Durham: Duke University Press.
  • Keynes, J. M. (1936). The General Theory of Employment, Interest and Money. London: Macmillan.
  • Mandel, E. (1978). Marxist Economic Theory. New York: Monthly Review Press.
  • Marx, Karl. (1867). Das Kapital: Kritik der politischen Ökonomie. Hamburg: Verlag von Otto Meissner.
  • Robinson, J. (1956). The Accumulation of Capital. London: Macmillan.
  • Sraffa, P. (1960). Production of Commodities by Means of Commodities: Prelude to a Critique of Economic Theory. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Wolff, R. D. (1987). Marx's Theory of Price and Its Modern Rivals. Cambridge: Cambridge University Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...