Langsung ke konten utama

Perkembangan Masyarakat Industri Menurut Herbert Marcuse

A. Perkembangan masyarakat industri di Eropa dan Amerika

Pada abad ke-18 dan 19, terjadi revolusi industri yang mengubah pola kehidupan masyarakat secara drastis. Produksi barang dan jasa menjadi semakin efisien dan massal, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi yang pesat. Namun, di balik kemajuan tersebut terdapat dampak negatif yang signifikan, seperti perubahan pola kerja, urbanisasi, dan kesenjangan sosial yang semakin melebar.

Dalam bukunya, Marcuse menyatakan bahwa kekuatan kapitalis yang mendorong pertumbuhan industri telah menciptakan masyarakat yang terpaku pada konsumerisme dan peningkatan efisiensi. Pemikiran kritis dan refleksi atas nilai-nilai fundamental manusia semakin terkikis dan tergantikan dengan kebutuhan untuk memenuhi keinginan konsumsi yang semakin besar.

Selain itu, media massa juga memainkan peran penting dalam pembentukan One Dimension Man. Marcuse menyatakan bahwa media massa tidak hanya berperan sebagai alat informasi, tetapi juga sebagai alat kontrol sosial yang kuat. Melalui media massa, masyarakat dijejali dengan informasi-informasi yang tidak kritis dan mengalami penyederhanaan informasi yang ekstrem.

B. Dampak perkembangan industri pada kehidupan sosial dan politik

Dalam pemikirannya, Marcuse mengemukakan bahwa perkembangan industri memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan sosial dan politik masyarakat. Menurut Marcuse, perkembangan industri membawa dampak yang berkebalikan dengan kemajuan teknologi. Marcuse menyatakan bahwa teknologi yang semakin maju seharusnya membebaskan manusia dari pekerjaan yang monoton dan memungkinkan mereka untuk mengejar kebebasan dan kreativitas. Namun, dalam kenyataannya, teknologi justru digunakan untuk memperkuat kendali kapitalisme dan menjadikan manusia terjebak dalam rutinitas yang membosankan.

Selain itu, Marcuse juga menyoroti bagaimana kapitalisme menggunakan teknologi dan media massa untuk memperkuat dominasinya atas masyarakat. Ia menunjukkan bagaimana media massa digunakan untuk menghasilkan opini publik yang sama, dan membatasi spektrum pemikiran dan pandangan yang berbeda.

Dalam pemikirannya, Marcuse menyebut fenomena ini sebagai "pemusatan dimensi" atau One-Dimensional Man. Ia menunjukkan bahwa masyarakat modern terjebak dalam pola pikir yang terbatas dan tidak kritis, karena semua aspek kehidupan diarahkan untuk memperkuat sistem kapitalisme.

Oleh karena itu, Marcuse menegaskan pentingnya kritik terhadap sistem kapitalisme dan menantang masyarakat untuk berpikir lebih kritis dan menuntut perubahan yang lebih besar dalam sistem sosial dan politik.

C. Munculnya konsumerisme dan penekanan pada efisiensi

Herbert Marcuse, seorang filsuf dan kritikus sosial asal Jerman, mengungkapkan bahwa munculnya konsumerisme dan penekanan pada efisiensi merupakan salah satu faktor utama dalam terbentuknya One-Dimensional Man. Menurut Marcuse, konsumerisme merupakan bentuk paling ekstrem dari ketergantungan masyarakat pada sistem produksi industri, di mana orang-orang diarahkan untuk mengonsumsi barang dan jasa sebanyak-banyaknya tanpa pertimbangan moral atau sosial yang lebih besar.

Marcuse menyatakan bahwa sistem produksi industri memaksakan pada masyarakat tuntutan untuk selalu meningkatkan konsumsi dengan menghadirkan barang-barang yang terus-menerus diiklankan sebagai kebutuhan wajib bagi kehidupan manusia. Hal ini menciptakan suatu siklus di mana masyarakat terus-menerus membeli dan menggunakan barang-barang konsumsi tanpa mempertanyakan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak.

Selain konsumerisme, Marcuse juga menyoroti penekanan pada efisiensi dalam produksi industri sebagai faktor lain yang berkontribusi pada terbentuknya One-Dimensional Man. Menurutnya, penekanan pada efisiensi dalam produksi industri menyebabkan pengurangan dalam variasi produk, sehingga produk-produk yang dihasilkan menjadi semakin seragam dan kurang beragam.

Penekanan pada efisiensi juga mengarah pada upaya untuk memaksimalkan profitabilitas, dengan mengabaikan nilai-nilai sosial dan lingkungan. Marcuse menganggap bahwa nilai-nilai ini merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, tetapi sistem produksi industri memaksakan pada masyarakat untuk mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan kesejahteraan sosial.

Dalam pandangan Marcuse, konsumerisme dan penekanan pada efisiensi dalam produksi industri merupakan faktor-faktor yang berkontribusi pada terbentuknya One-Dimensional Man. Hal ini karena kedua faktor ini menciptakan suatu kondisi di mana masyarakat hidup dalam suatu dunia yang diwarnai oleh konsumsi dan produksi yang seragam, sehingga kebebasan manusia dalam menentukan pilihan dan berpikir kritis semakin terbatas.

Referensi:

  • Jameson, F. (1991). Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism. Duke University Press.
  • Kellner, D. (1984). Herbert Marcuse and the Crisis of Marxism. University of California Press.
  • Kellner, Douglas. "Herbert Marcuse." Stanford Encyclopedia of Philosophy. Stanford University, 2021.Marcuse, H. (1991). One-dimensional man: Studies in the ideology of advanced industrial society. Beacon Press.
  • Marcuse, Herbert. One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society. Boston: Beacon Press, 1991.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...