A. Pengaruh filosofi Taoisme, Konfusianisme dan Hindu
Konsep agraria dalam filsafat
Timur memiliki pandangan yang berbeda dengan filsafat Barat. Dalam pandangan
filsafat Timur, manusia dan alam saling terkait dan saling mempengaruhi. Konsep
agraria dalam filsafat Timur cenderung berorientasi pada keselarasan manusia
dengan alam, yang dikenal dengan istilah tao atau dao dalam filsafat Tiongkok.
Pengaruh filosofi Taoisme dan Konfusianisme terhadap konsep
agraria di Asia sangatlah signifikan. Taoisme dan Konfusianisme adalah dua
aliran filsafat yang berpengaruh di Cina dan banyak negara Asia lainnya.
Dalam Taoisme, alam dan lingkungan alami dianggap sebagai
sumber kebijaksanaan dan keseimbangan. Taoisme juga memandang manusia sebagai
bagian dari alam yang lebih besar, dan oleh karena itu, manusia harus hidup
sesuai dengan cara alami untuk mencapai keseimbangan dan harmoni. Dalam hal
agraria, filosofi Taoisme menekankan pada pengelolaan tanah secara
berkelanjutan dan alami. Pengelolaan tanah harus dilakukan dengan cara yang
memperhatikan lingkungan alami dan menjaga keseimbangan ekosistem agar
terhindar dari kerusakan yang berdampak pada kehidupan manusia.
Dalam pandangan Taoisme,
misalnya, kehidupan manusia dianggap sebagai bagian dari alam, dan manusia
diharapkan untuk hidup secara harmonis dengan alam. Konsep agraria dalam
Taoisme ditekankan pada cara pengelolaan tanah yang berkelanjutan dan
menghormati siklus alam, sehingga tanah dapat tetap produktif dalam jangka
panjang.
Sementara itu, Konfusianisme mengajarkan bahwa masyarakat
harus hidup dalam harmoni dan menghargai hubungan sosial yang ada antara
individu. Dalam hal agraria, Konfusianisme menekankan pada pentingnya para
petani dan pekerja agraris, serta menjaga hubungan yang sehat antara pemilik
tanah dan para pekerja di bawahnya. Hal ini tercermin dalam konsep
"tianxia", yang menggambarkan dunia sebagai sebuah masyarakat besar
di mana masing-masing individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga
keharmonisan dan kestabilan.
Pandangan filosofi Taoisme dan Konfusianisme terhadap
agraria juga tercermin dalam sistem agraria yang ada di Cina dan banyak negara
Asia lainnya. Sistem agraria tradisional di Cina didasarkan pada
prinsip-prinsip dari filosofi Taoisme dan Konfusianisme, di mana tanah dimiliki
secara kolektif dan dikelola secara berkelanjutan untuk kesejahteraan bersama.
Sementara itu, dalam filsafat
Hindu, konsep agraria ditekankan pada konsep karma, yaitu hukum sebab-akibat
dalam kehidupan. Konsep agraria dalam filsafat Hindu mengajarkan bahwa manusia
bertanggung jawab untuk memelihara alam dan menanamkan nilai-nilai spiritual
dalam pengelolaan tanah.
Pandangan-pandangan dalam
filsafat Timur ini menekankan pentingnya menjaga keselarasan antara manusia dan
alam, sehingga pengelolaan tanah dapat berlangsung secara berkelanjutan dan
memberikan manfaat bagi manusia dan alam sekitarnya.
B. Pemikiran Filosofir Gandhi dan Tagore
Pemikiran filosofis dari Gandhi dan Tagore terhadap konsep
agraria cukup berpengaruh dalam dunia filsafat dan politik. Kedua tokoh ini
memiliki pandangan yang berbeda terhadap agraria, namun keduanya menekankan
pentingnya hubungan manusia dengan alam dan kebutuhan untuk menjaga
keberlangsungan lingkungan hidup.
Gandhi, tokoh nasionalis India yang juga dikenal sebagai
Mahatma Gandhi, memandang agraria sebagai landasan utama bagi kesejahteraan
masyarakat. Ia memperjuangkan konsep Swaraj atau kemandirian India yang
meliputi pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan, termasuk
dalam pengelolaan tanah. Dalam pandangannya, agraria harus menjadi milik dan
dikelola oleh masyarakat secara kolektif, bukan oleh individu atau kelompok
kecil. Gandhi juga menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup dan
menjaga keseimbangan ekologi dalam pengelolaan tanah.
Sementara itu, Tagore, seorang penyair, filsuf, dan seniman
Bengali, menekankan pada pentingnya penghormatan terhadap keberagaman alam dan
budaya. Ia memandang agraria sebagai bagian integral dari budaya dan identitas
nasional. Tagore mengkritik pendekatan kolonial dalam pengelolaan tanah yang
hanya mengedepankan keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan aspek kultural dan
keberlanjutan lingkungan hidup. Ia menekankan bahwa pengelolaan tanah harus
mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan menjaga
keseimbangan antara manusia dan alam.
Pemikiran filosofis dari Gandhi dan Tagore terhadap konsep
agraria menginspirasi gerakan sosial dan politik di India dan dunia
internasional. Konsep Swaraj dari Gandhi dan pendekatan holistik Tagore dalam
pengelolaan tanah menjadi inspirasi bagi gerakan lingkungan hidup dan gerakan
agraris di seluruh dunia.
Referensi:
- Tagore, R. (2001). Nationalism. Oxford University Press.
- Radhakrishnan, S. (1957). The philosophy of Rabindranath Tagore. Allen & Unwin.
- Gandhi, M. K. (1957). An Autobiography: The Story of My Experiments with Truth. Dover Publications.
- Yao, X. (2011). Harmony and the Environmental Ethic in Classical China. Journal of Chinese Philosophy, 38(1), 46-61.
- Jha, D. N. (2014). Agrarian Thought in Hinduism. Journal of Human Values, 20(2), 139-147.
- Wang, H., & Kelemen, E. (2016). Sustainable agriculture and Confucian ethics. Agriculture and Human Values, 33(2), 349-360.
- Li, T. M. (2007). The will to improve: Governmentality, development, and the practice of politics. Duke University Press.
- Zelin, M. (1984). Chinese law and local society in the Song period (960-1279). Harvard Journal of Asiatic Studies, 44(2), 473-482.
Komentar
Posting Komentar