Langsung ke konten utama

Perkembangan Teori Nilai Kerja

Teori nilai kerja Marx telah mengalami beberapa perkembangan sejak pertama kali diperkenalkan dalam karya monumentalnya, Das Kapital. Marx membagi teori nilai kerjanya menjadi dua kategori utama: teori nilai kerja absolut dan teori nilai kerja relatif.

1. Teori Nilai Kerja Absolut

Teori nilai absolut adalah salah satu konsep dalam teori nilai Karl Marx yang mengemukakan bahwa nilai suatu barang atau jasa ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Dalam teori ini, nilai kerja dianggap sebagai dasar pengukuran nilai dan harga suatu barang atau jasa.

Menurut Marx, tenaga kerja manusia merupakan sumber nilai yang tidak dapat diproduksi oleh mesin atau teknologi. Oleh karena itu, nilai sebuah barang atau jasa tidak ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti modal, bahan baku, atau teknologi, melainkan oleh jumlah jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya.

Teori nilai absolut ini dikembangkan oleh Marx dalam bukunya Das Kapital dan merupakan bagian dari konsep dasar dalam pemikirannya tentang kapitalisme dan ekonomi politik. Marx mengkritik bahwa dalam kapitalisme, nilai kerja buruh seringkali tidak sebanding dengan upah yang diterima, sehingga buruh diperlakukan secara tidak adil dan menimbulkan eksploitasi.

Namun, teori nilai absolut ini juga mendapat kritik dari beberapa kalangan. Beberapa kritik mengemukakan bahwa teori ini tidak dapat memperhitungkan variasi dalam kualitas dan jenis tenaga kerja, sehingga sulit untuk menjelaskan variasi harga barang dan jasa. Selain itu, teori nilai absolut juga tidak mempertimbangkan peran teknologi dan inovasi dalam menentukan nilai dan harga.

2. Teori nilai kerja relatif

Teori nilai kerja relatif merupakan salah satu konsep dalam teori nilai Marx yang mengusulkan bahwa nilai suatu barang atau jasa bukan ditentukan oleh jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya secara langsung, tetapi oleh jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa yang setara secara sosial. Konsep ini diperkenalkan oleh Marx dalam bukunya "Das Kapital" sebagai pengembangan dari teori nilai kerja absolut.

Teori nilai kerja relatif ini menyatakan bahwa nilai suatu barang atau jasa ditentukan oleh jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa setara dalam keadaan normal dan dengan teknologi produksi yang serupa. Dalam teori ini, nilai suatu barang atau jasa dapat diukur dalam satuan waktu kerja atau jam kerja.

Namun, teori nilai kerja relatif ini mendapatkan kritik dari beberapa kalangan yang menyatakan bahwa nilai suatu barang atau jasa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat permintaan, ketersediaan bahan baku, dan teknologi produksi yang digunakan. Beberapa kritikus juga menyatakan bahwa konsep nilai kerja relatif kurang relevan dalam konteks ekonomi modern yang cenderung tergantung pada teknologi dan pengetahuan.

Meski begitu, teori nilai kerja relatif masih menjadi konsep penting dalam pemikiran ekonomi Marx dan telah mempengaruhi berbagai pergerakan sosial dan politik di seluruh dunia. Konsep ini masih banyak diperdebatkan dan dikaji oleh para ahli ekonomi dan filsafat.

Marx sendiri menyadari adanya kelemahan dalam kedua teori tersebut, sehingga ia terus mengembangkan pemikirannya tentang nilai kerja hingga akhir hayatnya. Salah satu perkembangan teori nilai kerja Marx adalah konsep kenaikan produktivitas. Marx percaya bahwa kenaikan produktivitas adalah kunci untuk memahami bagaimana nilai kerja berubah dalam waktu. Sebagai contoh, jika seorang pekerja sebelumnya membutuhkan waktu lima jam untuk menghasilkan suatu produk, tetapi kemudian dengan peralatan yang lebih baik ia hanya membutuhkan waktu tiga jam, maka nilai kerja dari produk tersebut akan berkurang. Hal ini disebabkan karena kenaikan produktivitas telah menurunkan jumlah waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk, sehingga nilai kerja relatifnya juga menurun.

Perkembangan lainnya adalah teori nilai kerja yang berlaku pada sektor jasa dan sektor ekonomi yang tidak terlihat secara langsung. Marx mengakui bahwa sektor jasa juga memiliki nilai kerja, meskipun sulit diukur. Konsep nilai kerja di sektor jasa ini menjadi semakin penting dalam era ekonomi digital saat ini, di mana banyak aktivitas ekonomi tidak terlihat secara langsung.

Selain itu, Marx juga mengembangkan konsep nilai tambahan (surplus value), yang mengacu pada nilai yang dihasilkan oleh pekerja melebihi nilai yang dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Konsep nilai tambahan ini memiliki implikasi politis, karena dapat menjadi alat bagi kapitalis untuk memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan tenaga kerja yang murah.

Referensi:

Marx, K. (1867). Das Kapital: Kritik der politischen Ökonomie. Hamburg: Verlag von Otto Meissner.

Kliman, A. (2011). The Failure of Capitalist Production: Underlying Causes of the Great Recession. London: Pluto Press.

Harvey, D. (2010). The Enigma of Capital: And the Crises of Capitalism. London: Profile Books.

Marx, Karl. (1867). Das Kapital: Kritik der politischen Ökonomie. Hamburg: Verlag von Otto Meissner.

Fine, B., & Saad-Filho, A. (2010). Marx's Capital. London: Pluto Press.

Elson, D. (1979). The Value Theory of Labour. London: CSE Books.

Marx, Karl. (1867). Das Kapital: Kritik der politischen Ökonomie. Hamburg: Verlag von Otto Meissner.

Elson, D. (1991). Value: The representation of labour in capitalist economies. London: Verso.

Mohun, S. (2018). Marx's Value Theory. In: The Oxford Handbook of Karl Marx. Oxford: Oxford University Press. hal. 137-152.

Wolff, R. D. (1987). Marx's Theory of Price and Its Modern Rivals. New York: Cambridge University Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...